Jakarta, ANTARA JATENG - Kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov)
kembali melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas
dugaan tindakan perlawanan terhadap putusan pengadilan dan
penyalahgunaan kekuasaan.
"Kami dari tim kuasa hukum telah resmi melaporkan para pimpinan KPK ke Bareskrim atas dugaan tindak pidana pelanggaran Pasal 414 jo Pasal 421," kata Fredrich Yunadi sebagai pengacara Setya Novanto, di Kantor Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri), yang bertempat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat malam (10/11).
Dalam laporannya, pihak Setnov melaporkan para pimpinan KPK yang menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) baru dari KPK untuk Setya Novanto, yakni Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman dan penyidik KPK Adam Manik.
"Yang kami laporkan Agus Rahardjo, Aris Budiman, Saut Situmorang, Adam Manik karena mereka yang tanda tangani surat itu semua," katanya.
Laporan diterima Bareskrim dengan nomor LP/1192/XI/2017/Bareskrim tertanggal 10 November 2017.
(Baca juga: KPK percaya Polri profesional dua pimpinan dilaporkan)
"Dimana Pasal 414 itu barangsiapa melawan putusan pengadilan, diancam hukuman penjara 9 tahun. Pasal 421, barangsiapa menyalahgunakan kekuasaannya diancam satu tahun delapan bulan," katanya.
Fredrich menuding sprindik baru yang dikeluarkan KPK cacat hukum karena memiliki isi yang sama dengan sprindik sebelumnya yang penyidikannya telah dihentikan oleh putusan pra-peradilan.
"Apa yang tertera dalam Sprindik 56, telah di-copy paste, dimasukkan pada Sprindik 113 sekarang ini," katanya.
Ia menilai bahwa KPK selama ini telah mengabaikan Pasal 20a Ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang isinya berbunyi anggota DPR mendapatkan hak imunitas dalam hukum.
(Baca juga:KPK benarkan ada sprindik baru kasus ktp-e)
"Pasal 20a Ayat 3 menyatakan anggota dewan mendapat imun. Tidak bisa dituntut. Tapi, mereka melecehkan anggota dewan yang dipilih rakyat," katanya.
Ia pun kembali menegaskan bahwa bila KPK hendak memeriksa Setya Novanto, yang Ketua DPR RI dan juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (Golkar), maka harus atas izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Anggota dewan itu imun, tidak bisa diperiksa, sudah diberikan kesempatan untuk minta izin pada presiden. Kenapa sih? Kok begitu berat, kok begitu takut minta izin kepada presiden?" katanya.
(Baca juga: Pemeriksaan Setnov tak perlu izin Presiden, kata Wapres)
Fredrich bahkan menuduh ada intervensi politik di tubuh KPK karena banyaknya kader Partai Golongan Karya (Golkar) yang tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga menyindir kinerja KPK yang tidak mampu bekerja dengan baik untuk menurunkan tingkat korupsi di Indonesia dan hanya menghabiskan anggaran.
"Apa yang dilakukan selama ini? Tidak ada. Dalam hal ini seperti sinetron saja. Kalau ada apa-apa panggil wartawan ribut-ribut. Kerja tidak ada buktinya. Berapa uang yang diselamatin selama 12 tahun keberadaan KPK? Rp1,2 triliun. Berapa anggaran pemerintah yang dihabiskan setiap tahun untuk KPK? Rp800 juta sampai Rp900 juta," paparnya.
Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa laporan yang dibuatnya akan dilanjutkan proses hukumnya oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"Seribu persen, saya yakin," demikian Fredrich Yunadi.
"Kami dari tim kuasa hukum telah resmi melaporkan para pimpinan KPK ke Bareskrim atas dugaan tindak pidana pelanggaran Pasal 414 jo Pasal 421," kata Fredrich Yunadi sebagai pengacara Setya Novanto, di Kantor Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri), yang bertempat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat malam (10/11).
Dalam laporannya, pihak Setnov melaporkan para pimpinan KPK yang menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) baru dari KPK untuk Setya Novanto, yakni Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman dan penyidik KPK Adam Manik.
"Yang kami laporkan Agus Rahardjo, Aris Budiman, Saut Situmorang, Adam Manik karena mereka yang tanda tangani surat itu semua," katanya.
Laporan diterima Bareskrim dengan nomor LP/1192/XI/2017/Bareskrim tertanggal 10 November 2017.
(Baca juga: KPK percaya Polri profesional dua pimpinan dilaporkan)
"Dimana Pasal 414 itu barangsiapa melawan putusan pengadilan, diancam hukuman penjara 9 tahun. Pasal 421, barangsiapa menyalahgunakan kekuasaannya diancam satu tahun delapan bulan," katanya.
Fredrich menuding sprindik baru yang dikeluarkan KPK cacat hukum karena memiliki isi yang sama dengan sprindik sebelumnya yang penyidikannya telah dihentikan oleh putusan pra-peradilan.
"Apa yang tertera dalam Sprindik 56, telah di-copy paste, dimasukkan pada Sprindik 113 sekarang ini," katanya.
Ia menilai bahwa KPK selama ini telah mengabaikan Pasal 20a Ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang isinya berbunyi anggota DPR mendapatkan hak imunitas dalam hukum.
(Baca juga:KPK benarkan ada sprindik baru kasus ktp-e)
"Pasal 20a Ayat 3 menyatakan anggota dewan mendapat imun. Tidak bisa dituntut. Tapi, mereka melecehkan anggota dewan yang dipilih rakyat," katanya.
Ia pun kembali menegaskan bahwa bila KPK hendak memeriksa Setya Novanto, yang Ketua DPR RI dan juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (Golkar), maka harus atas izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Anggota dewan itu imun, tidak bisa diperiksa, sudah diberikan kesempatan untuk minta izin pada presiden. Kenapa sih? Kok begitu berat, kok begitu takut minta izin kepada presiden?" katanya.
(Baca juga: Pemeriksaan Setnov tak perlu izin Presiden, kata Wapres)
Fredrich bahkan menuduh ada intervensi politik di tubuh KPK karena banyaknya kader Partai Golongan Karya (Golkar) yang tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga menyindir kinerja KPK yang tidak mampu bekerja dengan baik untuk menurunkan tingkat korupsi di Indonesia dan hanya menghabiskan anggaran.
"Apa yang dilakukan selama ini? Tidak ada. Dalam hal ini seperti sinetron saja. Kalau ada apa-apa panggil wartawan ribut-ribut. Kerja tidak ada buktinya. Berapa uang yang diselamatin selama 12 tahun keberadaan KPK? Rp1,2 triliun. Berapa anggaran pemerintah yang dihabiskan setiap tahun untuk KPK? Rp800 juta sampai Rp900 juta," paparnya.
Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa laporan yang dibuatnya akan dilanjutkan proses hukumnya oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"Seribu persen, saya yakin," demikian Fredrich Yunadi.