Solo, ANTARA JATENG - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta meluncurkan pewarna alam tekstil sebagai hasil riset yang dilakukan oleh salah seorang dosen Progam Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS Suyitno.

"Riset ini sendiri berawal dari banyaknya bahan alam yang ada di sekitar kita. Seringkali kemudian hanya menjadi riset skala kecil," katanya pada peluncuran produk pewarna alam UNS Ecody di UNS Inn Solo, Kamis.

Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk mengembangkan pewarna alam tersebut secara serius dengan terus meningkatkan kualitas, termasuk tingkat ketahanan warna. Untuk menguji tingkat ketahanan warna, pihaknya memasukkan hasil riset tersebut di Balai Besar Kerajinan Batik di Yogyakarta.

"Hasilnya adalah dari skala 1-5, tingkat ketahanan warna hasil riset saya ada di skala 4-5," katanya.

Selain itu, sebagai peningkatan kualitas jika dulunya warna yang dihasilkan oleh pewarna alam hanya coklat dan hitam, saat ini dikembangkan menjadi lebih beragam, di antaranya biru, hijau, kuning, dan merah.

Sebagai bahan baku pewarna alam ini, di antaranya tanaman indigo, tanaman soga tingi, dan kayu tegeran. Meski demikian, sejauh ini pihaknya baru mengembangkan tanaman indigo. Untuk budidaya tanaman indigo ini pihaknya melibatkan lima petani yang ada di Kabupaten Sukoharjo.

"Tepatnya luas lahan untuk budidaya tanaman indigo ini seluas 3 hektare. Oleh karena itu, produksi kami masih dalam skala kecil," katanya.

Ia mengatakan dengan lahan seluas 3 hektar tersebut bisa menghasilkan sebanyak 1 kuintal daun indigo. Selanjutnya, dari hasil panen tersebut, ekstrak yang dapat dihasilkan hanya sekitar 10-15 persen. Sedangkan sisanya, dikatakannya, merupakan limbah yang dijadikan sebagai biogas.

"Biogas ini juga dipakai untuk pengolahan industri batik, jadi bersifat sustain (berkelanjutan)," katanya.

Mengingat masih kecilnya produk pewarna alam yang dihasilkan, dikatakannya, UNS belum bisa berkontribusi pada industri tekstil yang selama ini menggunakan bahan baku alami sebagai pewarnanya. Oleh karena itu, ke depan pihaknya akan mengembangkan budidaya tanaman indigo seluas 20 hektar.

"Pada dasarnya pewarna alam membutuhkan banyak tanaman indigofera sehingga penanaman bahan baku pewarna alam membuka kesempatan para petani di Soloraya, di antaranya Karanganyar dan Boyolali untuk memaksimalkan potensi lahan mereka," katanya.

Terkait dengan budidaya tanaman tersebut, pihaknya lebih mengoptimalkan lahan marginal sehingga tidak mengganggu lahan produktif.

"Meski demikian untuk lahan marginal ini tetap memperoleh pasokan air yang cukup karena tanaman ini tetap membutuhkan air," katanya.

Sementara itu, Rektor UNS Ravik Karsidi mengatakan saat ini UNS tengah bersiap sebagai perguruan tinggi berbadan hukum sehingga hilirisasi produk tidak menjadi persoalan termasuk untuk hilirisasi UNS Ecody tersebut.

"Pada prinsipnya UNS Ecody ini menginisiasi adanya pemanfaatan bahan-bahan alami yang hasilnya baik untuk sektor ekonomi. Mudah-mudahan peluncuran UNS Ecody ini bisa memacu profesor lain untuk bisa melakukan hal yang sama seperti yang sudah dilakukan oleh Prof Suyitno," katanya.

Pewarta : Aris Wasita Widiastuti
Editor :
Copyright © ANTARA 2024