Beijing, ANTARA JATENG - Seorang hakim di pengadilan Nanjing memutus
kasus perceraian sepasang suami-istri berbeda kewarganegaraan melalui
WeChat, platform perpesanan dan media sosial terpopuler di China.
Perceraian tersebut melibatkan remaja pria berkewarganegaraan China bernama Lu yang menikahi perempuan asal Maroko saat masih duduk di bangku kuliah di China, demikian pernyataan Pengadilan Tinggi Rakyat China di Nanjing yang dikutip media resmi setempat, Kamis.
Pasangan tersebut berencana mendirikan pusat pengobatan tradisional China di Maroko. Namun dua tahun yang lalu si perempuan pulang ke negaranya dan memutus semua kontak dengan Lu.
Lu pun memutuskan untuk mengajukan permohonan cerai terhadap istrinya. Pada bulan Januari lalu, permohonan tersebut didaftarkan di Pengadilan Distrik Xuanwu, Nanjing.
Kemudian pemeriksaan dijadwalkan pada 12 September 2017 agar kedua belah pihak yang keberadaannya terpisah di dua benua itu cukup waktu untuk menyerahkan dokumen-dokumen ke pengadilan.
Hingga Juli 2017, pihak pengadilan ternyata masih belum menerima dokumen apa pun dari kedua belah pihak. Jika dokumen tersebut belum juga diterima, maka pihak pengadilan tidak bisa menyidangkan perkara tersebut sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Untuk menyesuaikan tenggat, Chen Wenjun, hakim yang menyidangkan perkara tersebut memutuskan mendengarkan keterangan termohon melalui WeChat.
"Untuk menemui azas legalitas keduanya sangat simpel, apalagi pihak pemohon ingin perceraiannya diputus sesegera mungkin," kata Chen sebagaimana dikutip Peoples Daily.
"Melalui WeChat kami dapat memastikan fakta dengan biaya murah dan termohon bisa memberikan keterangan di persidangan. Ini sangat membantu kami mengeluarkan putusan," ujarnya.
Perempuan Maroko selaku termohon juga menyetujui persidangan melalui WeChat. Namun sebelum pemeriksaan dimulai, hakim mencocokkan identitas perempuan tersebut antara foto yang terpampang di surat nikah dengan video WeChat.
Pihak pengadilan mengambil gambar "close-up" video WeChat dan merekamnya sebagai arsip untuk melindungi hak termohon jika akan mengajukan gugatan balik ke pengadilan dan melalui video itu termohon diminta tanda tangan.
Setelah diproses selama 20 bulan, hakim Chen, Senin (18/9) lalu, membuat penilaian yang memperkuat diterimanya gugatan Lu.
Hal itu merupakan yang pertama bagi pengadilan di Nanjing memanfaatkan teknologi untuk mengatasi perkara yang melibatkan dua orang berbeda kewarganegaraan.
Keberhasilan itu diannggap sebagai kebutuhan publik dan mempermudah proses litigasi.
Perceraian tersebut melibatkan remaja pria berkewarganegaraan China bernama Lu yang menikahi perempuan asal Maroko saat masih duduk di bangku kuliah di China, demikian pernyataan Pengadilan Tinggi Rakyat China di Nanjing yang dikutip media resmi setempat, Kamis.
Pasangan tersebut berencana mendirikan pusat pengobatan tradisional China di Maroko. Namun dua tahun yang lalu si perempuan pulang ke negaranya dan memutus semua kontak dengan Lu.
Lu pun memutuskan untuk mengajukan permohonan cerai terhadap istrinya. Pada bulan Januari lalu, permohonan tersebut didaftarkan di Pengadilan Distrik Xuanwu, Nanjing.
Kemudian pemeriksaan dijadwalkan pada 12 September 2017 agar kedua belah pihak yang keberadaannya terpisah di dua benua itu cukup waktu untuk menyerahkan dokumen-dokumen ke pengadilan.
Hingga Juli 2017, pihak pengadilan ternyata masih belum menerima dokumen apa pun dari kedua belah pihak. Jika dokumen tersebut belum juga diterima, maka pihak pengadilan tidak bisa menyidangkan perkara tersebut sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Untuk menyesuaikan tenggat, Chen Wenjun, hakim yang menyidangkan perkara tersebut memutuskan mendengarkan keterangan termohon melalui WeChat.
"Untuk menemui azas legalitas keduanya sangat simpel, apalagi pihak pemohon ingin perceraiannya diputus sesegera mungkin," kata Chen sebagaimana dikutip Peoples Daily.
"Melalui WeChat kami dapat memastikan fakta dengan biaya murah dan termohon bisa memberikan keterangan di persidangan. Ini sangat membantu kami mengeluarkan putusan," ujarnya.
Perempuan Maroko selaku termohon juga menyetujui persidangan melalui WeChat. Namun sebelum pemeriksaan dimulai, hakim mencocokkan identitas perempuan tersebut antara foto yang terpampang di surat nikah dengan video WeChat.
Pihak pengadilan mengambil gambar "close-up" video WeChat dan merekamnya sebagai arsip untuk melindungi hak termohon jika akan mengajukan gugatan balik ke pengadilan dan melalui video itu termohon diminta tanda tangan.
Setelah diproses selama 20 bulan, hakim Chen, Senin (18/9) lalu, membuat penilaian yang memperkuat diterimanya gugatan Lu.
Hal itu merupakan yang pertama bagi pengadilan di Nanjing memanfaatkan teknologi untuk mengatasi perkara yang melibatkan dua orang berbeda kewarganegaraan.
Keberhasilan itu diannggap sebagai kebutuhan publik dan mempermudah proses litigasi.