Jakarta, ANTARA JATENG - Institut Prancis di Indonesia (IFI) menggelar
seminar bertajuk “Menakar Ulang Kebijakan Relokasi pasca Bencana Alam
dengan Studi Kasus Mitigasi Pasca Erupsi Gunung Merapi†dengan
menghadirkan antropolog Prancis Adeline Martinez pada 20 September di
Auditorium IFI Jakarta.
Pasca erupsi Gunung Merapi pada 2010, pemeritah Indonesia merancang program pengurangan risiko bencana untuk para korban yaitu merelokasi mereka untuk tinggal di daerah yang lebih aman.
Dalam seminar ini Adeline Martinez akan menganalisa tujuan kebijakan tersebut dan konsekuensinya terhadap hidup dan keseharian penduduk sisi selatan Gunung Merapi.
Berdasarkan penelitiannya, ada kontradiksi dari kebijakan mitigasi bencana yang muncul pasca relokasi. Kontradiksi inilah yang memunculkan perbedaan pandangan dari berbagai lembaga, ilmuwan dan penduduk mengenai bagaimana menghadapi risiko erupsi gunung berapi. Perbedaan pandangan memunculkan perbedaan praktik di zona rawan bencana.
Dalam siaran pers, Adeline Martinez mengatakan penelitiannya menyasar pada struktur pola yang terbentuk antara lingkungan dan wilayah di Jawa dan apakah terjadi kesinambungan pola ketika dihadapkan pada perubahan akibat perpindahan penduduk.
“Saat kuliah S2, saya hanya memfokuskan riset pada isu relokasi penduduk tanpa wilayah yang spesifik. Saat riset S3 barulah saya bertemu dan berdiskusi dengan pembimbing saya, Bapak Jean Marc de Grave, antropolog Prancis yang mengenal budaya Jawa dan melakukan berbagai riset lapangan di sekitar Pulau Jawa," kata dia.
"Melalui cerita dan pengalamannya, saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai letusan Gunung Merapi dan program relokasi penduduk akibat letusan tersebut. Saya pergi ke salah satu desa yang menjadi target program relokasi tersebut.â€
Penelitian dengan metodologi antropologis tersebut dilakukan melalui hidup bersama penduduk lokal, belajar bahasa setempat, wawancara penduduk dan observasi mengenai penggunaan lahan, aktivitas ekonomi dan sosial, tradisi atau ritual hingga keseharian penduduk setempat.
Adeline menambahkan, “Tantangan terbesar dalam riset ini adalah bagaimana membangun hubungan baik dan rasa saling percaya terhadap masyarakat setempat. Dengan adanya kepercayaan itulah penduduk membuka diri mereka atas kehadiran saya sebagai seorang peneliti asing dan menjawab segala keingintahuan saya. Rencana riset selanjutnya, saya ingin meluaskan ruang penelitian dengan contoh kasus relokasi penduduk di tempat lain di Indonesia untuk sebuah penelitian komparatif.â€
Pasca erupsi Gunung Merapi pada 2010, pemeritah Indonesia merancang program pengurangan risiko bencana untuk para korban yaitu merelokasi mereka untuk tinggal di daerah yang lebih aman.
Dalam seminar ini Adeline Martinez akan menganalisa tujuan kebijakan tersebut dan konsekuensinya terhadap hidup dan keseharian penduduk sisi selatan Gunung Merapi.
Berdasarkan penelitiannya, ada kontradiksi dari kebijakan mitigasi bencana yang muncul pasca relokasi. Kontradiksi inilah yang memunculkan perbedaan pandangan dari berbagai lembaga, ilmuwan dan penduduk mengenai bagaimana menghadapi risiko erupsi gunung berapi. Perbedaan pandangan memunculkan perbedaan praktik di zona rawan bencana.
Dalam siaran pers, Adeline Martinez mengatakan penelitiannya menyasar pada struktur pola yang terbentuk antara lingkungan dan wilayah di Jawa dan apakah terjadi kesinambungan pola ketika dihadapkan pada perubahan akibat perpindahan penduduk.
“Saat kuliah S2, saya hanya memfokuskan riset pada isu relokasi penduduk tanpa wilayah yang spesifik. Saat riset S3 barulah saya bertemu dan berdiskusi dengan pembimbing saya, Bapak Jean Marc de Grave, antropolog Prancis yang mengenal budaya Jawa dan melakukan berbagai riset lapangan di sekitar Pulau Jawa," kata dia.
"Melalui cerita dan pengalamannya, saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai letusan Gunung Merapi dan program relokasi penduduk akibat letusan tersebut. Saya pergi ke salah satu desa yang menjadi target program relokasi tersebut.â€
Penelitian dengan metodologi antropologis tersebut dilakukan melalui hidup bersama penduduk lokal, belajar bahasa setempat, wawancara penduduk dan observasi mengenai penggunaan lahan, aktivitas ekonomi dan sosial, tradisi atau ritual hingga keseharian penduduk setempat.
Adeline menambahkan, “Tantangan terbesar dalam riset ini adalah bagaimana membangun hubungan baik dan rasa saling percaya terhadap masyarakat setempat. Dengan adanya kepercayaan itulah penduduk membuka diri mereka atas kehadiran saya sebagai seorang peneliti asing dan menjawab segala keingintahuan saya. Rencana riset selanjutnya, saya ingin meluaskan ruang penelitian dengan contoh kasus relokasi penduduk di tempat lain di Indonesia untuk sebuah penelitian komparatif.â€