Kudus, ANTARA JATENG - Pengadilan Negeri Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengosongkan secara paksa seluruh isi toko busana "Omah Mode" di Jalan A. Yani Kudus karena tanah dan bangunan tersebut dilelang oleh pihak bank dan dimiliki orang lain, Selasa.

Eksekusi tersebut membuat seratusan pegawai yang sejak pagi tetap masuk kerja terkejut dan ada yang jatuh pingsan karena selama ini belum pernah mendapatkan pemberitahuan akan adanya eksekusi.

Dalam eksekusi pengosongan toko busana "Omah Mode" serta rumah makan tersebut, turut diterjunkan 100-an personel aparat kepolisian.

"Kami sudah mengundang pemilik toko busana `Omah Mode`, Lisya Santoso Tang dan Handoko Wibowo Goei sebagai termohon ke PN Kudus terkait adanya permohonan eksekusi pengosongan tanah/bangunan karena kepemilikannya berpindah ke orang lain," kata Panitera PN Kudus Sutikno di Kudus, Selasa.

Hanya saja, kata dia, undangan yang dilayangkan pada November 2016 tidak dihadiri oleh yang bersangkutan, justru yang datang kuasa hukumnya.

Terkait dengan rencana pelaksanaan eksekusi pada Selasa ini, kata dia, PN Kudus juga melayangkan surat ke sejumlah pihak pada 8 Januari 2017.

Dengan demikian, kata dia, tidak ada alasan pihak termohon belum menyampaikannya kepada para karyawannya.

Ia menjelaskan sesuai dengan surat perintah dari Ketua PN Kudus tentang eksekusi nomor 09/PDT.EKS/2016/PN.Kds dengan pemohon Budiono Salim, eksekusi tidak bisa ditunda sepanjang tidak ada penetapan tertulis.

Dian Supriyati, salah satu karyawan "Omah Mode", sempat memohon kepada kuasa hukum Budiono Salim agar eksekusi ditunda, karena karyawan selama ini belum mendapatkan pemberitahuan dari pemilik sebelumnya.

"Jika ada pemberitahuan sejak awal, tentunya bisa mencari pekerjaan di tempat lain karena sebentar lagi Hari Raya Lebaran," ujarnya.

Kuasa hukum pemohon, Victor Budi Raharjo, mengatakan eksekusi pengosongan rumah/bangunan tetap dilaksanakan, karena pemenang lelang tetap ingin menguasai secara fisik.

"Adanya persoalan lain, itu urusan mereka karena permohonan eksekusi diajukan sejak Oktober 2016, sehingga sudah ada toleransi," ujarnya.

Kuasa hukum termohon, Nugroho Pranadipta, mengungkapkan pemohon eksekusi seharusnya Bank Mutiara, bukannya Budiyono Salim.

Ia juga mempermasalahkan adanya surat pernyataan bermeterai yang dibuat untuk pengalihan hak sertifikat tanah bahwa tanah sudah dalam penguasaan.

"Ternyata kuasa hukum lainnya membuat permohonan ke PN Kudus bahwa tanah tersebut belum dikuasai," ujarnya.

Hal itu, kata dia, dianggap ada pernyataan palsu dan dipalsukan.

"Sekiranya surat pernyataan tersebut tidak benar atau palsu, maka pengalihan hak perubahan sertifikat tidak pernah ada, karena menjadi syarat pengalihan hak kepemilikan," ujarnya.

Oleh karena itu, dia memohon eksekusi ditunda sampai ada putusan perkara terkait.

Perubahan hak kepemilikan lahan seluas 4.000 meter persegi tersebut, berawal ketika pemilik lahan meminjam uang di Bank Permata sebesar Rp70 miliar, namun karena dinilai tidak mampu memenuhi kewajibannya pihak bank melelang aset berupa tanah dan bangunan.

Adapun pemenang lelangnya, yakni Budiyono Salim yang bersedia menawar dengan harga Rp55 miliar.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor :
Copyright © ANTARA 2024