"Tingginya tingkat urbanisasi dan pesatnya peningkatan jumlah masyarakat menengah menjadi salah satu faktor tingginya minat investor terhadap properti," katanya di Semarang, Senin.

Menurutnya, faktor lain yang juga berdampak pada peningkatan tersebut yaitu besarnya jumlah backlog perumahan dan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun ini.

Mengenai backlog rumah tersebut, diprediksikan para pengembang akan berupaya meminimalisasi pembangunan rumah yang tertunda salah satunya dengan mengejar ketertinggalan tersebut.

Berdasarkan data hasil realisasi investasi langsung di Indonesia salah satunya Jawa Tengah, sektor properti hingga saat ini masih diminati dan termasuk dalam 10 besar industri dengan investasi terbesar.

Menurut data dari Danareksa Sekuritas, selama periode Januari-September tahun lalu, investasi di sektor real estate, industrial estate, dan office building mencapai Rp18 triliun dengan jumlah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp9,598 miliar dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 805,9 juta dolar AS.

Dari sisi suku bunga pihaknya berharap baik pengembang maupun perbankan lebih kompetitif dalam menentukan besaran bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan harga properti.

Sementara itu, pihaknya mengakui pada tahun lalu sektor properti sempat mengalami perlambatan pertumbuhan, salah satunya dipicu oleh penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, pada saat itu masih banyak investor yang lebih memilih untuk menunggu dan melihat kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintahan yang baru.

"Perubahan kondisi politik seiring dengan bergantinya era pemerintahan yang terjadi pascapemilu mendorong investor bersikap wait and see serta menahan investasi mereka. Meski demikian, ke depan kami optimis dengan pertumbuhan pada sektor ini," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024