"Pelarangan yang tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 itu cenderung bersifat reaktif dan mengabaikan fakta sosial serta mengabaikan budaya masyarakat pesisir, terutama nelayan kecil," katanya saat dihubungi melalui telepon di Semarang, Kamis.

Menurut dia, secara subtansi, Permen KP tersebut harus dievaluasi dan direvisi agar lebih memahami kondisi nelayan dan para pengusaha di sektor perikanan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku memahami latar belakang penerbitan Permen KP itu yang salah satunya untuk melindungi sumber daya alam.

"Yang harus diingat, kearifan lokal tiap daerah itu berbeda dan ini yang luput dari Kementrian Kelautan dan Perikanan," ujar anggota Komisi B DPRD Jateng itu.

Terkait dengan terjadinya unjuk rasa ribuan nelayan di Kabupaten Batang yang berakhir dengan bentrokan, Riyono mengharapkan pemerintah daerah harus lebih intensif dalam membangun komunikasi dengan para nelayan, terutama dalam menyikapi Permen KP Nomor 2 Tahun 2015.

"Kita harus melihat persoalan Permen KP dan tuntutan nelayan ini secara komprehenshif, jangan hanya sepotong. Pendekatannya pun harus dengan berdialog," katanya.


Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024