APHR Minta Laos Serius Tangani Kasus Penghilangan Sombath
"Seruaan ASEAN Parliamentarian for Human Right (APHR) ini untuk menyambut kedatangan delegasi parlemen yang tiba di Vientine, Ibu Kota Laos, kemarin (28/10)," kata Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia Eva Kusuma Sundari kepada Antara Jateng, Selasa petang.
Pada bulan Januari 2013, kata Eva, APHR mengirimkan delegasi, yakni Charles Santiago dari parlemen Malaysia, Lily Wahid dari DPR RI, dan Walden Bello dari parlemen Filipina ke Laos dengan tujuan yang sama. Mereka bertiga sudah menemui para pejabat tinggi pemerintah Laos yang menyangkal mengetahui penghilangan maupun keberadaan Sombath saat ini.
Kedatangan tiga delegasi parlemen ke Laos dalam setahun ini merupakan cermin keprihatinan masyarat dunia. Sayangnya, kata Eva, hingga saat ini pemerintah Laos tetap bersikeras menyatakan tidak ada keterlibatan militer maupun polisi dalam menghilangnya aktivis tersebut.
Berdasar hal tersebut, APHR menyambut baik tawaran Uni Eropa untuk memberikan bantuan teknis kepada pemerintah Laos sehingga investigasi dan upaya mengembalikan Sombath kepada keluarganya secara aman dapat diwujudkan.
Tawaran simpatik itu, menurut Eva yang juga anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, sepatutnya segera direspons secara positif oleh pemerintah Laos mengingat negara ini sudah menandatangani Konvensi PBB tentang penghilangan paksa (International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance).
APHR meminta parlemen Uni Eropa untuk bersama-sama dalam upaya memaksa pemerintah-pemerintah di ASEAN responsif terhadap isu penghilangan paksa dengan melakukan pencegahan dan penindakan melalui penegakan hukum terhadap para pelaku kejahatan tersebut.
"Seperti Laos, pemerintah SBY juga tidak menanggapi enam rekomendasi DPR RI terhadap penuntasan kasus penculikan para aktivis yang 13 orang di antaranya hingga saat ini tidak ditemukan. Keengganan pemerintah RI untuk menindaklanjuti rekomendasi DPR menegaskan bahwa impunitas masih dipertahankan oleh pemerintah Indonesia. Ini ironi," kata Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu.