Solo (ANTARA) - Ketua Komisi Kejaksaan RI Pujiyono Suwadi menyebut Presiden RI Prabowo Subianto tidak main-main dalam memberantas korupsi yang terjadi di dalam negeri.
Pernyataan tersebut disampaikannya pada Diskusi Publik yang digelar Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang dan Solusi Indonesia di The Wujil Resort & Conventions, Ungaran-Semarang, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan pemberantasan korupsi tersebut dibuktikan dari kerja nyata aparat penegak hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan penyerahan uang sebesar Rp13,25 triliun dalam kasus korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng.
"Yang dilakukan Pak Prabowo itu (tandanya) bukan main-main dalam hal pemberantasan korupsi. Karena korupsi itu kejahatan keuangan," katanya.
Dalam acara yang bertema 'Korupsi Lagi...Korupsi Lagi! Bagaimana Mengatasinya?', Guru Besar UNS itu mengatakan keberhasilan memulihkan kerugian negara sebesar Rp13,25 triliun merupakan angka yang fantastis. Apalagi, Prabowo dalam pidatonya secara blak-blakan menyampaikan uang sitaan bisa bermanfaat untuk jutaan rakyat Indonesia.
"Jarang-jarang lho Presiden datang ke Kejaksaan. Ketika di Kejaksaan, Presiden itu menerima penyerahan uang, yang uangnya tidak sedikit. Itu sitaan dan rampasan dari korupsi CPO/minyak goreng Rp17 triliun. Dari Rp17 triliun itu, yang dirampas oleh Kejaksaan adalah Rp13,25 triliun. Pak Presiden sampai ngomong bisa bikin sekolah rakyat, bisa mengembangkan kampung nelayan segala macam buat penyimpanan ikan,” katanya.
Di depan para peserta diskusi dari mahasiswa, siswa, perwakilan karang taruna, hingga kepala desa, Puji mengatakan pada sektor sawit tidak hanya menyasar permainan ekspor tetapi juga ada permufakatan jahat dalam membuka lahan sawit baru seperti yang banyak ditemui lahan-lahan baru di Kalimantan, Sulawesi,hingga Papua.
Selain itu, dikatakannya, kantor perwakilan perusahaan sawit yang dikelola lokal hanya kecil, sedangkan hasilnya yang besar dan pajaknya justru yang dilarikan ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.
"Kita lihat hutan dibabat jadi sawit diolah jadi miyak, hasilnya bukan dikembalikan ke rakyat ke Indonesia tapi dibawa lari ke luar negeri. Korupsinya gimana? Dari izin. Taruhlah izin legal 100 hektare, mereka akan mengelola 1.000 hektare, yang 900 ini ilegal. Lha makanya sekarang ini Kejaksaan mengejar itu dan sudah bisa mengembalikan 4 juta hektare akibat penguasaan ilegal," katanya.
Ia mengatakan kasus korupsi besar terjadi karena ada pemufakatan jahat antara oknum pejabat dengan pengusaha.
“Bahasa ngetrennya oligarki. Kasusnya sama seperti korupsi timah di Bangka Belitung dengan nilai kerugian negara Rp300 triliun. Mereka (oligarki) mengambil kekayaan alam dengan sangat serakah," katanya.
Ia berharap agar masyarakat tidak larut dalam suka cita akibat penangkapan koruptor satu bergeser ke koruptor baru lainnya. Menurut dia, yang terpenting adalah UU Perampasan Aset segera disahkan oleh DPR RI, sehingga kerugian negara bisa kembalikan untuk pembangunan dan rakyat.
Ia mengatakan hasil rampasan tersebut bisa digunakan untuk memajukan pendidikan, di antaranya sekolah gratis pendidikan, kesehatan, perbaikan perekonomian hingga masalah-masalah lain untuk pembangunan negara.
"Bahwa orangnya di penjara sebagai bagian dari efek jera, iya betul. Tetapi yang jauh lebih penting adalah uang-uang yang mereka korupsi itu bisa balik ke negara. Ini paradigma baru sekarang," kata dia.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang Ismail Fahmi mengatakan korupsi menjadi masalah bersama. Ia mengatakan kejahatan korupsi memberikan dampak yang serius, mulai dari ekonomi, sosial, hingga menganggu pembangunan.
Menurutnya masyarakat berperan penting dalam pemberantasan korupsi dan meningkatkan partisipasi untuk menjadi pengawas dalam mencegah korupsi.
Pada kesempatan itu ia juga memimpin pembacaan naskah deklarasi dan komitmen anak muda antikorupsi yang isinya menolak segala bentuk korupsi, suap dan gratifikasi. Selain itu juga mendukung Kejaksaan dalam mengusut dan menuntaskan pemberantasan korupsi di Indonesia.

