Solo (ANTARA) - Oleh Dwi Jatmiko, M.Pd., Gr., CPS.
Humas SD Muhammadiyah 1 Solo
Transformasi pendidikan adalah napas panjang sebuah bangsa. Kita membaca wajah baru pendidikan dalam satu tahun terakhir, dari Oktober 2024 hingga Oktober 2025, napas itu terasa semakin menggembirakan. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mencatat capaian besar melalui program Pendidikan Bermutu untuk Semua.
Dengan anggaran Rp181,72 triliun, pemerintah memperlihatkan kesungguhan menghadirkan layanan pendidikan yang tidak hanya menjangkau seluruh anak bangsa Indonesia, tetapi juga membentuk mutu dan karakter anak bangsa.
Capaian program Pendidikan berdampak itu tidak berhenti pada angka dan data. Sebaliknya, pasti ada perubahan yang nyata di ruang-ruang kelas tidak omon-omon, di wajah pendidik dan tenaga kependidikan yang lebih sejahtera, dan anak-anak yang kini melangkah lebih percaya diri menuju masa depan, Indonesia Emas tahun 2045.
Menurut penulis, tujuh program utama selama setahun terakhir dalam capaian program pendidikan berdampak menjadi motor pergerakan arus besar perubahan ini. Kita tahu program pertama adalah revitalisasi satuan pendidikan dari PAUD sampai SMA/SMK dan SLB. Dengan anggaran Rp16,97 triliun, revitalisasi berhasil menjangkau 15.523 sekolah-sekolah di Indonesia, melampaui target awal 10.440 satuan pendidikan.
Sekolah-sekolah diperbaiki, sarana ditingkatkan, lingkungan dibuat lebih aman, sehat, dan bersih. Peserta didik kini belajar di ruang yang lebih menggembirakan dan layak, lebih nyaman, dan lebih membangkitkan semangat bagi peserta didik. Revitalisasi ini bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan martabat pendidikan nasional.
Program kedua adalah digitalisasi pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025. Transformasi digital kini menjangkau lebih dari 285.000 sekolah dari PAUD hingga SKB. Laptop, proyektor, dan perangkat pembelajaran digital memperkecil jarak antara sekolah di kota dan sekolah di pelosok.
Guru didorong selalau nberinovasi dan berkemajuan, siswa lebih mudah mengakses ilmu. Kesenjangan digital perlahan menipis. Inilah wajah baru pendidikan Indonesia di era 5.0, lebih terbuka, interaktif, dan adaptif.
Program ketiga adalah peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru. Sebesar Rp13,2 triliun dialokasikan untuk tunjangan profesi, subsidi upah, sertifikasi pendidikan profesi guru, dan insentif bulanan bagi lebih dari satu juta guru non-ASN. Guru kembali menjadi sosok yang dihargai. Pendidik yang dulu berjuang dalam keterbatasan kini mendapat pengakuan nyata dari negara. Ketika guru sejahtera, semangat mengajar tumbuh, dan kualitas pembelajaran meningkat.
Program keempat, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), menjadi jembatan harapan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sebanyak 18,5 juta siswa mendapat bantuan PIP, dan 4.679 siswa dari daerah 3T memperoleh beasiswa ADEM.
Bantuan ini tidak hanya membuka pintu sekolah, tetapi juga menghapus rasa cemas akan biaya. Pendidikan menjadi hak, bukan kemewahan. Program kelima, Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), memastikan denyut nadi pendidikan tetap hidup walaupun di era digitalisasi dan informasi.
Sebanyak Rp59,3 triliun disalurkan kepada lebih dari 50 juta peserta didik dan 422 ribu sekolah. Sekolah dapat beroperasi dengan tenang tanpa harus membebani orang tua.
Dana ini menjadi oksigen yang menjaga proses belajar tetap berjalan, bahkan di tengah tekanan ekonomi nasional. Program keenam, tunjangan guru ASN, memperkuat semangat pengabdian di seluruh pelosok daerah. Dengan anggaran Rp70 triliun, pemerintah menyalurkan tunjangan profesi, tambahan penghasilan, dan tunjangan khusus bagi 1,9 juta guru ASN.
Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga mengokohkan profesionalisme guru negeri. Dari Sabang hingga Merauke, guru ASN kini memiliki ruang untuk mengajar dengan lebih tenang dan berdaya.
Kemudian, program ketujuh adalah Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.
Bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cukup. Kebiasaan sederhana, tetapi kuat menanamkan nilai disiplin, tanggung jawab, dan kesehatan. Gerakan ini mengajarkan anak-anak bahwa pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, melainkan juga pembentukan karakter dan gaya hidup sehat.
Di luar tujuh program besar itu, dua inovasi baru turut menjadi sorotan terutama Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Keduanya menjadi simbol reformasi pendidikan yang transparan dan berkeadilan. Berdasarkan survei Katadata Insight Center pada September 2025 menunjukkan sembilan dari sepuluh responden menilai SPMB lebih baik dibanding PPDB lama. Sebanyak 63,7 persen responden melihat SPMB mampu meningkatkan pemerataan akses pendidikan, dan 50,9 persen menilai sistem ini lebih transparan.
Sementara itu, 96,5 persen publik mendukung penerapan TKA sebagai alat seleksi yang adil dan objektif. TKA dipandang mampu menekan praktik manipulasi nilai dan mengembalikan kejujuran akademik di sekolah. SPMB dan TKA menjadi tonggak penting dalam perjalanan pendidikan kita.
Keduanya bisa menandai pergeseran sistem dari yang administratif menuju meritokrasi berbasis kemampuan. Dalam konteks ideologi, langkah ini memperkuat nilai keadilan sosial. Dalam politik, ia menumbuhkan kepercayaan publik.
Dalam ekonomi dan sosial, reformasi ini menumbuhkan efisiensi dan mengikis kecemburuan antarwilayah. Dan dalam kesehatan moral, ia menumbuhkan budaya belajar yang jujur dan sportif. Lalu dari, Landasan hukum kebijakan ini diperkuat. Kita lihat Pasal 31 UUD 1945 menjamin hak pendidikan bermutu bagi seluruh warga negara. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi pijakan utama.
Program digitalisasi sekolah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 8 Tahun 2022 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, sementara bantuan operasional sekolah diatur melalui Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2022 tentang Teknis BOS dan BOSP.
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 menegaskan percepatan pemerataan digitalisasi di seluruh jenjang pendidikan. Membaca kajian akademis turut memperkuat arah kebijakan ini.
Penelitian El-Hamamsy dkk. (2023) menunjukkan pelatihan guru berbasis digital model cascade efektif memperluas adopsi teknologi di sekolah dasar.
Kajian lain (2023) menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci pemerataan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Semua capaian itu menunjukkan bahwa pendidikan kita sedang bergerak menuju arah yang benar.
Namun, sosialisasi SPMB dan TKA perlu terus diperkuat agar masyarakat tidak salah memahami. Digitalisasi sekolah di daerah 3T harus disertai dukungan infrastruktur dan pelatihan. Pengawasan anggaran mesti ketat agar transparansi dan kepercayaan publik tetap terjaga. Dan di atas semua itu, pendidikan karakter dan kesehatan mental anak-anak harus terus menjadi prioritas.
Semoga hadirnya capaian program pendidikan berdampak bermuara bagi anak-anak Indonesia yang tangguh, cerdas, dan berakhlak. Dari ruang kelas yang kini lebih layak, dari layar digital yang mulai menyala di pelosok desa, hingga senyum guru yang kembali cerah dan menggembirakan.

