Semarang (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Blora, Jawa Tengah Subroto mengklarifikasi pernyataannya tentang keterlibatan TNI dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sempat menimbulkan polemik.
“Itu karena kecerobohan kami, karena kami tidak paham undang-undang TNI. Dalam pikiran kami, TNI pasti banyak bicara perang. Itu karena pancingan dari njenengan semuanya (awak media),” ujarnya di Blora, Kamis.
Sebelumnya, ia menyebut tugas TNI adalah perang, bukan mengurusi makanan, khususnya terkait Program MBG.
Namun Subroto yang juga Ketua Komisi D DPRD Blora itu, tidak bisa menyebutkan secara pasti siapa wartawan yang dimaksud. Ia hanya menyampaikan bahwa banyak media menemuinya saat itu. Sementara berdasarkan rekaman video saat audiensi dengan Korwil SPPG Blora, pernyataan Subroto justru terlontar spontan tanpa ada pertanyaan dari wartawan.
Dalam video itu, ia menyebut Kodim dan Koramil tidak seharusnya terlibat dalam urusan MBG.
Ketua DPRD Blora, Mustofa, merespons dengan menyatakan persoalan ini sudah selesai. “Alhamdulillah, sudah clear semuanya. Semoga Blora tetap kondusif, cinta damai, dan komunikasi ke depan lebih baik,” katanya.
Selain soal pernyataan Subroto, program MBG juga menjadi perhatian karena perjanjian kerja sama antara sekolah penerima manfaat dan Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) dinilai janggal sebab memuat klausul yang berpotensi menimbulkan masalah.
Dua poin yang dipermasalahkan yakni kewajiban mengganti rugi Rp80 ribu untuk alat makan yang hilang atau rusak, serta komitmen menjaga kerahasiaan jika terjadi insiden luar biasa seperti keracunan.
Korwil SPPG Blora, Artika Diannita, menegaskan klausul itu bukan untuk menutupi informasi. “Bukan merahasiakan, tapi langsung melaporkan ke SPPG, kemudian diteruskan ke pelayanan kesehatan. Kalau ada kejadian luar biasa tetap ditangani, jadi bukan disembunyikan,” jelasnya.
Menurut Artika, aturan itu berlaku nasional dan sudah direvisi, meski belum semua sekolah menerima dokumen terbaru.
Menanggapi kecenderungan sejumlah pejabat yang kerap menyalahkan media atas munculnya kegaduhan, Dewan Pers juga memberikan catatan.
Ahli Pers Dewan Pers, Jayanto Arus Adi, menyatakan keprihatinannya. “Kalau mengatakan wartawan sebagai biang kegaduhan, nah kalau pejabat mempunyai sikap semacam itu ya saya kok prihatin,” ujarnya dalam Diskusi Forum Jaringan Media Siber Blora (FJMSB).
Dengan demikian, klarifikasi Subroto dinilai telah meredakan polemik, meskipun rekaman video menunjukkan fakta berbeda.

