Jakarta (ANTARA) - Terdakwa Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015–2022.
JPU menjelaskan TPPU dilakukan Harvey dengan menggunakan sebagian uang biaya pengamanan peralatan processing peng-logam-an timah sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton dari empat smelter swasta untuk kepentingan pribadinya.
Keempat smelter dimaksud,yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Biaya pengamanan dari keempat smelter seolah-olah dicatat sebagai biaya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari masing-masing perusahaan yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.
Adapun uang tersebut diduga diterima Harvey dengan cara transfer atau setor tunai ke rekening PT Quantum Skyline Exchange serta penyerahan secara langsung ke Harvey melalui staf PT Refined Bangka Tin, Adam Marcos.
JPU menyebutkan uang yang sudah diterima oleh Harvey sebagian diserahkan ke Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta untuk operasional perusahaan sebagian lainnya digunakan oleh Harvey untuk kepentingan pribadi, antara lain pembelian tanah kavling di Jalan Haji Kelik Jakarta Barat, Permata Regency 8 Blok J-5 dan Blok J-7 atas nama sang istri, Sandra Dewi.
Selanjutnya, pembelian satu bidang tanah di Senayan Residence, Jakarta, dengan pemegang hak atas nama Harvey, kemudian dilakukan pembangunan dengan menggunakan rekening khusus yang dibuka Harvey dengan sumber dana sebagian besar berasal dari PT Quantum Skyline Exchange dan PT Refined Bangka Tin.
Setelah itu, dipakai untuk pembelian satu bidang tanah dan/atau bangunan yang beralamat di Komplek Perumahan Green Garden Blok N 5 Kavling Nomor 25, Kebon Jeruk, Jakarta pada tahun 2021 atas nama Harvey.
Uang tersebut, kata JPU, juga digunakan untuk pembayaran sewa rumah di Malvern Oasis Melbourne, Australia senilai Rp5,76 miliar serta pembelian mobil mengatasnamakan nama orang lain atau perusahaan orang lain, yaitu PT Mitra Jasautama Semesta, Jasuindo Tiga Perkasa, dan Gusti Ariq Ibrahim Siregar.
Berikutnya, untuk pembelian satu unit mobil Mini Cooper atas nama Harvey dan Rolls Royce tanpa Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BKPB), mentransfer ke rekening pemilik toko daring dengan nama snowceline luxury untuk pembelian berbagai tas bermerek Sandra Dewi, serta mentransfer uang ke saudara-saudaranya sebagai hadiah antara lain kepada Mira Moeis dan Kartika Dewi masing-masing sebesar Rp200 juta.
JPU melanjutkan, uang tersebut juga digunakan Harvey untuk mentransfer ke rekening atas nama Ratih Purnamasari selaku asisten pribadi Sandra Dewi yang baru dibuka pada 2021, yang selanjutnya rekening tersebut dikendalikan oleh Sandra Dewi untuk kebutuhan pribadinya dan Harvey.
Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk mentransfer ke rekening Sandra Dewi untuk kebutuhan pribadi Sandra Dewi, antara lain pembayaran cicilan dan pelunasan rumah di The Pakubuwono House, Kebayoran Baru, Jakarta atas nama Sandra Dewi serta bangunan di atas tanah Blok J-3 Jalan Haji Kelik, Permata Regency atas nama Kartika Dewi, Blok J-5 dan J-7 atas nama Sandra Dewi, dan Blok J-9 atas nama Raymon Gunawan.
Kebutuhan pribadi Sandra Dewi lainnya yang dimaksud, yakni pembelian sebanyak 88 tas bermerek, 141 perhiasan, serta menyimpan sejumlah uang dan logam mulia menggunakan Safe Deposite Box (SDB) di Bank CIMB Niaga atas nama Sandra Dewi.
Dalam kasus dugaan korupsi timah, Harvey bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim diduga menerima Rp420 miliar. Akibat perbuatan korupsi tersebut dan TPPU, Harvey didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.