Menengok tradisi ruwat bumi ala "Cartoon Village Sidareja" di Purbalingga
Purbalingga (ANTARA) - Bagi masyarakat Jawa, bulan Sura yang berbarengan dengan Muharam dalam kalender Hijriyah dianggap sebagai bulan yang paling agung dan mulia.
Karena itu tidak sedikit masyarakat Jawa yang mengisi momentum bulan Sura dengan menggelar ritual-ritual khusus, seperti selamatan dan ruwatan sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Kuasa.
Demikian pula dengan warga Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, yang berupaya meneruskan tradisi nenek moyang dalam mewujudkan rasa syukur atas limpahan rezeki dan kekayaan alam yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Kendati zaman telah berkembang menjadi serba digital, tradisi ruwat bumi yang merupakan peninggalan leluhur tetap dilestarikan di Desa Sidareja yang sedang bertransformasi menjadi "Cartoon Village Sidareja".
Ketua Panitia Ruwat Bumi Desa Sidareja Slamet Santosa mengatakan tradisi tersebut sebagai wujud syukur masyarakat kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah serta untuk memohon keselamatan dalam menjalani kehidupan.
Tradisi ruwat bumi ditandai dengan arak-arakan di sepanjang jalan desa dengan membawa gunungan hasil panen padi; gunungan hasil panen kebun, seperti jagung, kacang panjang, cabai, terong, petai, rambutan, dan nanas; serta tumpeng sebagai lambang rasa syukur dan penghormatan kepada Sang Pencipta.
Gunungan dan tumpeng tersebut diarak keliling desa oleh pemuda-pemuda Sidareja yang mengenakan pakaian adat serta diiringi musik kentongan yang dimainkan oleh kelompok Gianta Arum.
Puncak tradisi ruwat bumi diisi dengan pergelaran wayang kulit yang dimainkan oleh dalang Ki Kukuh Bayu Aji dari Banyumas, dengan lakon "Semar Mbangun Pasar Sore".
"Ini senada dengan Desa Sidareja yang sedang dalam tahap rintisan membangun desa seni yang nantinya diharapkan memberikan efek domino terhadap perekonomian warga," ujar Slamet Santosa yang juga pegiat Kie Art Purbalingga.
Ruwat bumi merupakan persembahan dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga dapat disebut sebagai pesta rakyat.
Dalam hal ini, masyarakat gembira atas kebaikan Tuhan yang telah memberikan hasil panen melimpah kepada warga desa.
Sementara pergelaran wayang kulit yang dihadirkan dalam kegiatan ruwat bumi dipercaya sebagai salah satu upaya untuk mengusir hal-hal buruk yang dapat menimpa warga desa, sehingga dapat dimudahkan dalam perjalanan mendatang serta mendapatkan rezeki yang melimpah.
Dengan demikian, Ruwat Bumi Desa Sidareja tidak hanya dimaknai untuk meruwat desa agar selalu rukun, makmur, dan sejahtera di kemudian hari, juga sebagai wujud syukur masyarakat setempat yang semakin tergerak untuk melestarikan budaya tradisional, khususnya seni karawitan yang makin berkembang di daerah itu.
Bahkan, beberapa kelompok seni karawitan yang tergabung dalam Kie Karawitan itu tampil secara bergantian untuk mengiringi kedatangan arak-arakan gunungan dan tumpeng di pusat pemerintahan desa hingga petang atau menjelang pergelaran wayang kulit.
Slamet mengakui kegiatan Ruwat Bumi Desa Sidareja kali ini menjadi hal yang luar biasa karena dibarengi dengan bertambahnya jumlah kelompok seni karawitan yang tergabung dalam Kie Karawitan di bawah naungan Kelompok Pemuda Kie Seni.
Jika sebelumnya hanya ada dua kelompok seni karawitan, namun sejak Juni 2023 telah hadir tiga kelompok seni karawitan baru, sehingga total ada delapan kelompok seni karawitan yang terbagi dalam beberapa kelompok umur, yakni dari usia anak-anak, remaja, dan usia tua, termasuk dua kelompok karawitan dari kalangan ibu-ibu rumah tangga.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Purbalingga Wasis Andri Wibowo memberikan apresiasi atas penyelenggaraan Ruwat Bumi Desa Sidareja yang dirangkai dengan pergelaran wayang kulit.
Bagi pemkab, kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya pelestarian seni dan budaya di Kabupaten Purbalingga
Khusus untuk pergelaran wayang kulit, diharapkan, selain sebagai tontonan, ada pelajaran dan nilai-nilai luhur yang dapat dipetik oleh masyarakat.
Cartoon village
Karena itu tidak sedikit masyarakat Jawa yang mengisi momentum bulan Sura dengan menggelar ritual-ritual khusus, seperti selamatan dan ruwatan sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Kuasa.
Demikian pula dengan warga Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, yang berupaya meneruskan tradisi nenek moyang dalam mewujudkan rasa syukur atas limpahan rezeki dan kekayaan alam yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Kendati zaman telah berkembang menjadi serba digital, tradisi ruwat bumi yang merupakan peninggalan leluhur tetap dilestarikan di Desa Sidareja yang sedang bertransformasi menjadi "Cartoon Village Sidareja".
Ketua Panitia Ruwat Bumi Desa Sidareja Slamet Santosa mengatakan tradisi tersebut sebagai wujud syukur masyarakat kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah serta untuk memohon keselamatan dalam menjalani kehidupan.
Tradisi ruwat bumi ditandai dengan arak-arakan di sepanjang jalan desa dengan membawa gunungan hasil panen padi; gunungan hasil panen kebun, seperti jagung, kacang panjang, cabai, terong, petai, rambutan, dan nanas; serta tumpeng sebagai lambang rasa syukur dan penghormatan kepada Sang Pencipta.
Gunungan dan tumpeng tersebut diarak keliling desa oleh pemuda-pemuda Sidareja yang mengenakan pakaian adat serta diiringi musik kentongan yang dimainkan oleh kelompok Gianta Arum.
Puncak tradisi ruwat bumi diisi dengan pergelaran wayang kulit yang dimainkan oleh dalang Ki Kukuh Bayu Aji dari Banyumas, dengan lakon "Semar Mbangun Pasar Sore".
"Ini senada dengan Desa Sidareja yang sedang dalam tahap rintisan membangun desa seni yang nantinya diharapkan memberikan efek domino terhadap perekonomian warga," ujar Slamet Santosa yang juga pegiat Kie Art Purbalingga.
Ruwat bumi merupakan persembahan dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga dapat disebut sebagai pesta rakyat.
Dalam hal ini, masyarakat gembira atas kebaikan Tuhan yang telah memberikan hasil panen melimpah kepada warga desa.
Sementara pergelaran wayang kulit yang dihadirkan dalam kegiatan ruwat bumi dipercaya sebagai salah satu upaya untuk mengusir hal-hal buruk yang dapat menimpa warga desa, sehingga dapat dimudahkan dalam perjalanan mendatang serta mendapatkan rezeki yang melimpah.
Dengan demikian, Ruwat Bumi Desa Sidareja tidak hanya dimaknai untuk meruwat desa agar selalu rukun, makmur, dan sejahtera di kemudian hari, juga sebagai wujud syukur masyarakat setempat yang semakin tergerak untuk melestarikan budaya tradisional, khususnya seni karawitan yang makin berkembang di daerah itu.
Bahkan, beberapa kelompok seni karawitan yang tergabung dalam Kie Karawitan itu tampil secara bergantian untuk mengiringi kedatangan arak-arakan gunungan dan tumpeng di pusat pemerintahan desa hingga petang atau menjelang pergelaran wayang kulit.
Slamet mengakui kegiatan Ruwat Bumi Desa Sidareja kali ini menjadi hal yang luar biasa karena dibarengi dengan bertambahnya jumlah kelompok seni karawitan yang tergabung dalam Kie Karawitan di bawah naungan Kelompok Pemuda Kie Seni.
Jika sebelumnya hanya ada dua kelompok seni karawitan, namun sejak Juni 2023 telah hadir tiga kelompok seni karawitan baru, sehingga total ada delapan kelompok seni karawitan yang terbagi dalam beberapa kelompok umur, yakni dari usia anak-anak, remaja, dan usia tua, termasuk dua kelompok karawitan dari kalangan ibu-ibu rumah tangga.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Purbalingga Wasis Andri Wibowo memberikan apresiasi atas penyelenggaraan Ruwat Bumi Desa Sidareja yang dirangkai dengan pergelaran wayang kulit.
Bagi pemkab, kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya pelestarian seni dan budaya di Kabupaten Purbalingga
Khusus untuk pergelaran wayang kulit, diharapkan, selain sebagai tontonan, ada pelajaran dan nilai-nilai luhur yang dapat dipetik oleh masyarakat.
Cartoon village