Akademisi: Jangan anggap Pancasila hanya sekadar hafalan
Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Dr. Elly Hasan Sadely mengharapkan generasi muda untuk tidak menganggap Pancasila hanya sekadar hafalan melainkan sebagai ilmu terapan yang berkaitan dengan bagaimana menerapkan nilai-nilai ketuhanan sampai nilai-nilai keadilan.
"Saya sebagai akademisi agak risau karena di beberapa survei BPIP itu menunjukkan bahwa dari 100 orang, ada 24 orang yang tidak hafal sila-sila dalam Pancasila. Padahal, hafalan itu adalah level kecerdasan paling rendah, itu menurut saya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Bahkan, kata dia, di Banyumas pun banyak masyarakat yang tidak hafal Pancasila dan hal itu terungkap dalam kegiatan Wawasan Pancasila di Pendopo Sipanji Purwokerto pada masa pandemi COVID-19.
Dalam hal ini, lanjut dia, Bupati Banyumas Achmad Husein menceritakan ketika orang-orang yang terjaring razia karena tidak memakai masker ditanya sila-sila dalam Pancasila ternyata banyak yang tidak hafal.
"Ini 'kan sebetulnya agak berbahaya karena memang bagaimanapun ya setidaknya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila ya kita tentu harus paham dulu dengan nilainya itu tadi," kata Kepala Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMP itu.
Ia mengakui Pancasila sebetulnya bisa dipahami bersama sehingga masyarakat tidak perlu mengalami kesulitan yang mendasar karena Pancasila digali dari Bumi Pertiwi.
Menurut dia, Pancasila tidak diambil atau mengadopsi dari paham lainnya tetapi betul-betul dari kondisi sosial kultural bangsa Indonesia.
"Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan keragaman, perlu kita tanamkan kembali ke generasi muda karena banyak yang kadang-kadang menganggap sepele, Pancasila itu dianggap cuma hafalan saja," katanya.
Padahal, kata dia, Pancasila itu bukan sekadar hafalan tetapi justru merupakan ilmu terapan yang berkaitan dengan bagaimana menerapkan nilai-nilai ketuhanan sampai nilai-nilai keadilan.
Ia mengatakan persoalan lainnya adalah Pancasila juga perlu didorong bukan hanya untuk generasi muda, juga ke pejabat publik agar bisa menunjukkan keteladanan bahwa Pancasila tidak boleh hanya sekadar dijadikan alat politik dengan menganggap orang yang berbeda pendapat itu tidak Pancasilais.
Ia menyatakan Pancasila harus dijadikan sebagai pandangan hidup dan panduan di dalam menjalankan kehidupan bangsa Indonesia untuk mencapai masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur seperti yang menjadi cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Jadi, kalau misalkan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur itu tercapai, ya otomatis nilai-nilai Pancasila sudah terealisasi dengan baik," tegasnya.
Kendati demikian, dia mengaku melihat jika selama ini nilai-nilai Pancasila yang teraktualisasi baru sampai sila ketiga, sedangkan untuk sila keempat dan kelima masih menjadi PR bersama.
Terkait dengan upaya untuk lebih membumikan nilai-nilai Pancasila pada generasi muda, khususnya kalangan pelajar, ia mengatakan pemerintah saat ini telah membuat program berupa Profil Pelajar Pancasila.
"Profil Pelajar Pancasila itu sebetulnya hampir mirip dengan dulu, P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), cuma memang kalau dulu setiap kegiatan ada penataran P4," katanya.
Saat sekarang dalam Kurikulum Merdeka, kata dia, ada Profil Pelajar Pancasila yang mencakup enam dimensi, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; mandiri; bergotong royong; bernalar kritis; dan kreatif.
Menurut dia, Profil Pelajar Pancasila merupakan upaya pemerintah penguatan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda dengan cara kekinian agar mudah dipahami dan tidak menjenuhkan.
"Penataran P4 seperti yang dilakukan pada masa Orde Baru sebetulnya bagus, tetapi ada sedikit kekeliruan karena penanaman nilai Pancasila itu persoalan afektif, tetapi dulu didoktrin lewat kognitif," demikian Elly Hasan Sadely.
Baca juga: Gubernur Jateng dukung BPIP membumikan Pancasila kepada masyarakat
"Saya sebagai akademisi agak risau karena di beberapa survei BPIP itu menunjukkan bahwa dari 100 orang, ada 24 orang yang tidak hafal sila-sila dalam Pancasila. Padahal, hafalan itu adalah level kecerdasan paling rendah, itu menurut saya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Bahkan, kata dia, di Banyumas pun banyak masyarakat yang tidak hafal Pancasila dan hal itu terungkap dalam kegiatan Wawasan Pancasila di Pendopo Sipanji Purwokerto pada masa pandemi COVID-19.
Dalam hal ini, lanjut dia, Bupati Banyumas Achmad Husein menceritakan ketika orang-orang yang terjaring razia karena tidak memakai masker ditanya sila-sila dalam Pancasila ternyata banyak yang tidak hafal.
"Ini 'kan sebetulnya agak berbahaya karena memang bagaimanapun ya setidaknya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila ya kita tentu harus paham dulu dengan nilainya itu tadi," kata Kepala Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMP itu.
Ia mengakui Pancasila sebetulnya bisa dipahami bersama sehingga masyarakat tidak perlu mengalami kesulitan yang mendasar karena Pancasila digali dari Bumi Pertiwi.
Menurut dia, Pancasila tidak diambil atau mengadopsi dari paham lainnya tetapi betul-betul dari kondisi sosial kultural bangsa Indonesia.
"Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan keragaman, perlu kita tanamkan kembali ke generasi muda karena banyak yang kadang-kadang menganggap sepele, Pancasila itu dianggap cuma hafalan saja," katanya.
Padahal, kata dia, Pancasila itu bukan sekadar hafalan tetapi justru merupakan ilmu terapan yang berkaitan dengan bagaimana menerapkan nilai-nilai ketuhanan sampai nilai-nilai keadilan.
Ia mengatakan persoalan lainnya adalah Pancasila juga perlu didorong bukan hanya untuk generasi muda, juga ke pejabat publik agar bisa menunjukkan keteladanan bahwa Pancasila tidak boleh hanya sekadar dijadikan alat politik dengan menganggap orang yang berbeda pendapat itu tidak Pancasilais.
Ia menyatakan Pancasila harus dijadikan sebagai pandangan hidup dan panduan di dalam menjalankan kehidupan bangsa Indonesia untuk mencapai masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur seperti yang menjadi cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Jadi, kalau misalkan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur itu tercapai, ya otomatis nilai-nilai Pancasila sudah terealisasi dengan baik," tegasnya.
Kendati demikian, dia mengaku melihat jika selama ini nilai-nilai Pancasila yang teraktualisasi baru sampai sila ketiga, sedangkan untuk sila keempat dan kelima masih menjadi PR bersama.
Terkait dengan upaya untuk lebih membumikan nilai-nilai Pancasila pada generasi muda, khususnya kalangan pelajar, ia mengatakan pemerintah saat ini telah membuat program berupa Profil Pelajar Pancasila.
"Profil Pelajar Pancasila itu sebetulnya hampir mirip dengan dulu, P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), cuma memang kalau dulu setiap kegiatan ada penataran P4," katanya.
Saat sekarang dalam Kurikulum Merdeka, kata dia, ada Profil Pelajar Pancasila yang mencakup enam dimensi, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; mandiri; bergotong royong; bernalar kritis; dan kreatif.
Menurut dia, Profil Pelajar Pancasila merupakan upaya pemerintah penguatan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda dengan cara kekinian agar mudah dipahami dan tidak menjenuhkan.
"Penataran P4 seperti yang dilakukan pada masa Orde Baru sebetulnya bagus, tetapi ada sedikit kekeliruan karena penanaman nilai Pancasila itu persoalan afektif, tetapi dulu didoktrin lewat kognitif," demikian Elly Hasan Sadely.
Baca juga: Gubernur Jateng dukung BPIP membumikan Pancasila kepada masyarakat