KLHK: Paradigma pengelolaan sampah telah berubah
Purwokerto (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan paradigma pengelolaan sampah saat ini telah berubah seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Dengan Undang-Undang Pengelolaan Sampah, paradigma pengelolaan sampah menjadi berubah dari yang sebelumnya kumpul, angkut, dan buang, sekarang menjadi Reduce, Reuse, Recycle," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengatakan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada talkshow bertema "Rantai Nilai Pengelolaan Sampah Menuju Zero Waste, Zero Emission Indonesia 2040" dalam rangkaian peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 di Graha Widyatama Prof Rubiyanto Misman, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
Talkshow tersebut menghadirkan narasumber yang terdiri atas Direktur Penanganan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK Novrizal Tahar, Bupati Banyumas Achmad Husein, Rektor Unsoed Prof Akhmad Sodiq, dan Area Manager Communication Relations and CSR Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga Brasto Galih Nugroho.
Lebih lanjut, Vivien mengatakan inti yang dimandatkan UU Nomor 18 Tahun 2008 adalah bagaimana sampah menjadi sumber daya ekonomi.
Oleh karena itu, kata dia, paradigma pengelolaan sampah tersebut kemudian bergeser lagi untuk sirkular ekonomi seperti yang sudah dijalankan oleh Bupati Banyumas Achmad Husein.
"Dari sirkular ekonomi, sekarang bergeser lagi. Ini yang mau saya sampaikan, bergeser bagaimana sampah itu bisa menurunkan emisi gas rumah kaca," kata Vivien.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan KLHK memiliki cita-cita bahwa pada tahun 2030 tidak akan ada tempat pembuangan akhir (TPA) baru yang dibangun untuk menuju Zero Waste, Zero Emission Indonesia 2040.
Dalam kesempatan itu, Vivien juga menjelaskan tentang sejarah Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari kepada mahasiswa Unsoed yang turut mengikuti talkshow.
Menurut dia, sejarah HPSN itu bukan sejarah yang enak karena tanggal 21 Februari 2005 adalah masa berduka.
"Itu karena TPA Leuwigajah yang ada di Bandung, tumpukan sampahnya tinggi dan kemudian longsor, mengakibatkan 155 orang tewas. Bayangkan, meninggal karena keruntuhan sampah," katanya.
Baca juga: Kabupaten Banyumas hasilkan 600 ton sampah perhari
"Dengan Undang-Undang Pengelolaan Sampah, paradigma pengelolaan sampah menjadi berubah dari yang sebelumnya kumpul, angkut, dan buang, sekarang menjadi Reduce, Reuse, Recycle," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengatakan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada talkshow bertema "Rantai Nilai Pengelolaan Sampah Menuju Zero Waste, Zero Emission Indonesia 2040" dalam rangkaian peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 di Graha Widyatama Prof Rubiyanto Misman, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
Talkshow tersebut menghadirkan narasumber yang terdiri atas Direktur Penanganan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK Novrizal Tahar, Bupati Banyumas Achmad Husein, Rektor Unsoed Prof Akhmad Sodiq, dan Area Manager Communication Relations and CSR Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga Brasto Galih Nugroho.
Lebih lanjut, Vivien mengatakan inti yang dimandatkan UU Nomor 18 Tahun 2008 adalah bagaimana sampah menjadi sumber daya ekonomi.
Oleh karena itu, kata dia, paradigma pengelolaan sampah tersebut kemudian bergeser lagi untuk sirkular ekonomi seperti yang sudah dijalankan oleh Bupati Banyumas Achmad Husein.
"Dari sirkular ekonomi, sekarang bergeser lagi. Ini yang mau saya sampaikan, bergeser bagaimana sampah itu bisa menurunkan emisi gas rumah kaca," kata Vivien.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan KLHK memiliki cita-cita bahwa pada tahun 2030 tidak akan ada tempat pembuangan akhir (TPA) baru yang dibangun untuk menuju Zero Waste, Zero Emission Indonesia 2040.
Dalam kesempatan itu, Vivien juga menjelaskan tentang sejarah Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari kepada mahasiswa Unsoed yang turut mengikuti talkshow.
Menurut dia, sejarah HPSN itu bukan sejarah yang enak karena tanggal 21 Februari 2005 adalah masa berduka.
"Itu karena TPA Leuwigajah yang ada di Bandung, tumpukan sampahnya tinggi dan kemudian longsor, mengakibatkan 155 orang tewas. Bayangkan, meninggal karena keruntuhan sampah," katanya.
Baca juga: Kabupaten Banyumas hasilkan 600 ton sampah perhari