Semarang (ANTARA) - Komunitas Pojok Warna mewadahi para pelukis dari berbagai aliran di Semarang untuk saling belajar, berkarya, dan bertukar ilmu, termasuk melukis bersama yang kerap digelar untuk mengumpulkan anggota.
Ketua Komunitas Pojok Warna Ge Haryanto, di Semarang, Minggu, menjelaskan, komunitas yang berdiri tujuh bulan yang lalu, tepatnya Juli 2022 tersebut saat ini beranggotakan tujuh pelukis dari Kota Atlas.
"Awalnya kita itu punya grup WhatsApp (WA) gitu, anggotanya ada banyak ada yang dari Surabaya juga. Tapi yang niat hanya sedikit, kita lihat kalau ada kegiatan gitu mereka yang mau datang aja," katanya.
Ge juga menjelaskan bahwa mereka memang tidak ingin memiliki terlalu banyak anggota, sebab terlalu banyak anggota maka konsekuensinya akan semakin sulit dalam mengelola komunitas tersebut.
Menurut dia, komunitas yang bermarkas di Jalan Kyai H. Zainuddin Raya, Karangroto, Genuk, Semarang, itu punya pelukis dari berbagai aliran yang bergabung. Terkadang, mereka juga berkolaborasi dengan komunitas lain dalam suatu acara.
"Di sini (Basecamp Komunitas Pojok Warna) kita biasanya kita kumpul bareng, bertukar ilmu atau kadang sket bareng juga. Kalau evennya baru saja yang di Pasar Bulu Semarang," lanjutnya.
Ge mengaku ingin menyatukan pelukis asal Kota Semarang yang berbeda-beda, baik dari latar belakang personal maupun tujuan melukis. Ada yang menjadi melukis sebagai hobi saja tetapi ada juga yang dijadikan pekerjaan.
"Kalau saya pribadi, melukis itu hobi, tapi Alhamdulillah-nya ada aja yang beli. Karena hobi, saya buka mata, asalkan badan saya fit, saya langsung melukis. Tidak perlu mencari inspirasi," ucapnya.
Mengenai kehidupan seni di Semarang, Ge menjelaskan saat ini seniman tidak terlalu banyak diberi fasilitas dan ruang berkarya dari pemerintah, terutama seniman seni rupa untuk tempat pameran.
Selain dari pemerintah, apresiasi karya seni dari masyarakat lokal Indonesia pun tidak terlalu bagus, namun masyarakat luar negeri justru yang menghargai lukisan hasil karya tangan seniman.
Ge menceritakan bahwa lukisannya sudah diekspor sampai ke luar negeri, tetapi saat ini kebanyakan konsumen dari luar negeri meminta lukisan dalam bentuk Non-Fungible Token (NFT).
"Saya beberapa kali dapat pelanggan dari Eropa, tapi mereka maunya NFT. Jujur saya tidak paham soal NFT, jadi terpaksa saya tolak padahal pendapatannya sangat besar dari sana," sambungnya.
Pak Ge berharap pemerintah bisa lebih banyak memberikan ruang bagi seniman seni rupa, seperti tempat untuk menyelenggarakan pameran karya. Bahkan, kalau bisa diberi sponsor dan dukungan dana untuk mengadakan pameran.
"Kalau harapan sebetulnya banyak, tapi tidak yakin akan diwujudkan. Ya setidaknya beri tempat untuk pameran, lebih bagus lagi kalau dapat sponsor dari pemerintah supaya kita bisa menyelenggarakan pameran," ucapnya.