Moody's pertahankan peringkat kredit RI Baa2 dengan "outlook" stabil
Jakarta (ANTARA) - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 10 Februari 2022.
Menanggapi keputusan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan afirmasi rating Indonesia pada peringkat Baa2 dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan positif dari Moody's sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia.
"Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia terjaga, sementara prospek ekonomi jangka menengah tetap kuat di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global, yang didukung tingginya kredibilitas kebijakan dan efektivitas bauran kebijakan antara BI, pemerintah, dan otoritas lainnya," ujar Perry dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, terus mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus melakukan sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
Moody's memandang keputusan pertahanan peringkat tersebut sejalan dengan hasil asesmen bahwa ketahanan ekonomi Indonesia serta efektivitas kebijakan moneter dan makroekonomi tetap terjaga, begitu pula dengan kebijakan reformasi struktural yang ditempuh oleh pemerintah yang diyakini akan mendukung peningkatan investasi dan menopang perbaikan daya saing ekspor.
Di sisi lain, reformasi perpajakan melalui penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan rencana normalisasi kebijakan fiskal diperkirakan dapat mendukung terjaganya beban utang pemerintah.
Untuk dua tahun ke depan, Moody's memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali kepada level sebelum pandemi yaitu mencapai lima persen, lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 3,7 persen.
Perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung oleh berbagai reformasi struktural yang telah ditempuh pemerintah, seperti UU Cipta Kerja dan UU HPP, yang diarahkan untuk perbaikan iklim investasi dan peningkatan penerimaan pemerintah.
Dari sisi fiskal, Moody's memperkirakan beban utang pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa ,yaitu 64 persen dari PDB.
Kendati demikian, kemampuan membayar utang pemerintah serta porsi pinjaman dalam mata uang asing diperkirakan masih memberikan risiko terhadap kondisi fiskal.
Menurut Moody's, strategi normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh BI dan pemerintah merupakan dasar terjaganya kredibilitas kebijakan, salah satunya dukungan BI dalam pembiayaan defisit fiskal yang membantu terjaganya stabilitas pasar surat berharga pemerintah, sekaligus memberikan ruang alokasi anggaran untuk belanja pemerintah yang lebih produktif.
Meski begitu, Moody's memberikan penekanan bahwa normalisasi kebijakan yang dilakukan dengan tepat waktu sangat penting sifatnya untuk menjaga kredibilitas kebijakan.
Sebelumnya lembaga tersebut mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook Stabil pada 10 Februari 2020.
Menanggapi keputusan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan afirmasi rating Indonesia pada peringkat Baa2 dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan positif dari Moody's sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia.
"Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia terjaga, sementara prospek ekonomi jangka menengah tetap kuat di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global, yang didukung tingginya kredibilitas kebijakan dan efektivitas bauran kebijakan antara BI, pemerintah, dan otoritas lainnya," ujar Perry dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, terus mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus melakukan sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
Moody's memandang keputusan pertahanan peringkat tersebut sejalan dengan hasil asesmen bahwa ketahanan ekonomi Indonesia serta efektivitas kebijakan moneter dan makroekonomi tetap terjaga, begitu pula dengan kebijakan reformasi struktural yang ditempuh oleh pemerintah yang diyakini akan mendukung peningkatan investasi dan menopang perbaikan daya saing ekspor.
Di sisi lain, reformasi perpajakan melalui penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan rencana normalisasi kebijakan fiskal diperkirakan dapat mendukung terjaganya beban utang pemerintah.
Untuk dua tahun ke depan, Moody's memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali kepada level sebelum pandemi yaitu mencapai lima persen, lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 3,7 persen.
Perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung oleh berbagai reformasi struktural yang telah ditempuh pemerintah, seperti UU Cipta Kerja dan UU HPP, yang diarahkan untuk perbaikan iklim investasi dan peningkatan penerimaan pemerintah.
Dari sisi fiskal, Moody's memperkirakan beban utang pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa ,yaitu 64 persen dari PDB.
Kendati demikian, kemampuan membayar utang pemerintah serta porsi pinjaman dalam mata uang asing diperkirakan masih memberikan risiko terhadap kondisi fiskal.
Menurut Moody's, strategi normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh BI dan pemerintah merupakan dasar terjaganya kredibilitas kebijakan, salah satunya dukungan BI dalam pembiayaan defisit fiskal yang membantu terjaganya stabilitas pasar surat berharga pemerintah, sekaligus memberikan ruang alokasi anggaran untuk belanja pemerintah yang lebih produktif.
Meski begitu, Moody's memberikan penekanan bahwa normalisasi kebijakan yang dilakukan dengan tepat waktu sangat penting sifatnya untuk menjaga kredibilitas kebijakan.
Sebelumnya lembaga tersebut mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook Stabil pada 10 Februari 2020.