Semarang (ANTARA) - Setidaknya ada tiga wacana yang mengemuka di tengah publik terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2024: Februari, April, atau Mei.
Sebelum menetapkan hari-H pencoblosan, perlu pertimbangan secara matang, jangan grasah-grusuh, apalagi sampai ada muatan kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan tertentu.
Jangan pula menabrak konstitusi, khususnya terkait dengan pelantikan calon terpilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Pemilu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, serta pemilu anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota.
Di dalam UUD NRI Tahun 1945, tidak mengenal penjabat presiden/wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD RI serta penjabat anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota. Oleh karena itu, dalam penentuan hari-H Pemilu 2024 jangan sampai mengubah agenda pelantikan pasangan calon terpilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) setiap 20 Oktober. Begitu pula, pelantikan calon terpilih pada Pemilu Anggota DPR dan Pemilu Anggota DPD RI pada tanggal 1 Oktober.
Baca juga: Keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu bergantung DPR
Beda dengan kepala daerah, ada penjabat kepala daerah. Aturan main terkait dengan masa jabatan kepala daerah sudah diatur dalam Pasal 201 ayat (3), (5), dan ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Dalam ayat (3) disebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun 2022. Produk Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 (vide ayat 5).
Disebutkan pula dalam ayat (9) bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, serta wali kota/wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
Pada tahun 2022, terdapat 101 kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) yang masa jabatannya akan berakhir dengan perincian: tujuh gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota.
Terkait dengan pelaksanaan pemilihan serentak nasional atau pilkada di 34 provinsi dan di 514 kabupaten/kota sudah ditetapkan di dalam UU Pilkada Pasal 201 ayat (8), yakni pada bulan November 2024.
Kini tinggal penetapan hari-H Pemilu 2024. Apakah penyelenggara pemilu, DPR RI, dan pemerintah akan menetapkan tanggal yang sama seperti Pemilu 2014 dan 2019 pada tanggal 17 April, atau pada tanggal 21 Februari, atau pada tanggal 15 Mei 2024?
Jadwal Pemilu
Karena penetapan jadwal Pemilu 2024 sangat krusial, apa pun yang kelak diputuskan perlu perhatikan beban kerja penyelenggara pemilu. Apalagi, pada tahun yang sama berlangsung pula pilkada serentak.
Selain itu, perlu pula mengantisipasi putaran kedua pilpres, kemudian sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), bahkan ada kemungkinan pemungutan suara ulang (PSU).
Sebelum Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilihan Umum dan Pilkada 2024 menjadi PKPU, irisan tahapan pemilu dan pilkada perlu menjadi perhatian serius. Jangan sampai menimbulkan korban jiwa seperti pada Pemilu 2019.
Berdasarkan fakta politik dan hukum, sampai sekarang belum ada perubahan, baik Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) maupun UU Pilkada. Dengan demikian, pelaksanaan Pemilu 2024 tidak jauh beda dengan penyelenggaraan Pemilu 2019.
Oleh karena itu, perlu menjadikan PKPU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 sebagai bahan referensi dalam penyusunan tahapan Pemilu 2024.
Misalnya, masa kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 selama 6 bulan 21 hari (23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019). Apakah memungkinkan pada Pemilu 2024 memperpendek durasinya?
Sebaliknya, tahapan Pemilu 2019 apakah ada yang tetap dipertahankan atau tidak berubah? Misalnya, terkait dengan penetapan pasangan calon terpilih pada Pilpres tanpa pengajuan keberatan penetapan hasil pemilu dengan batas waktu paling lama tiga (3) hari setelah penetapan putusan dismissal atau putusan MK dibacakan.
Begitu pula penetapan presiden dan wakil presiden terpilih pasca-putusan MK paling lama tiga hari setelah berakhirnya batas waktu pengajuan keberatan penetapan hasil Pilpres ke MK.
Hal lain yang patut mendapat perhatian adalah jadwal peresmian keanggotaan hasil pemilu anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, serta Pemilu DPR RI dan Pemilu Anggota DPD RI.
Pada Pemilu 2019, pengucapan sumpah/janji calon terpilih pada pemilu anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota dijadwalkan Agustus-Oktober, sedangkan anggota DPR RI dan DPD RI pada tanggal 1 Oktober.
Apa pun putusan penyelenggara pemilu, DPR RI, dan pemerintah terkait dengan hari-H pencoblosan Pemilu 2024, baik pada bulan Februari, April, maupun Mei, perlu ada pembahasan soal tahapan mana saja yang waktunya dipersingkat atau dipertahankan (sama dengan jadwal Pemilu 2019).
Hal ini terkait dengan irisan tahapan antara pemilu dan pilkada. Pada pembahasan tersebut, penyelenggara pemilu, DPR RI, dan pemerintah perlu memperhatikan tahapan mana saja yang berpotensi menambah kompleksitas dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca juga: Perlu mendengar suara masyarakat sipil dalam penetapan Pemilu 2024
Baca juga: Kerangka hukum Pemilu 2024 tak jauh beda aturan Pemilu 2019