Suami ungkap perjanjian pisah harta dengan jaksa Pinangki
Jakarta (ANTARA) - Napitupulu Yogi Yusuf yang merupakan suami dari jaksa Pinangki Sirna Malasari mengungkapkan dirinya dan sang istri punya perjanjian pranikah yang memisahkan harta masing-masing.
"Bahwa komitmen kami saat mulai berumah tangga ada perjanjian pranikah yang memisahkan harta saya dan harta Pinangki," kata Yogi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Napitupulu Yogi Yusuf menjadi saksi untuk istrinya, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
"Kenapa pakai perjanjian pranikah? Karena saya laki-laki yang pernah gagal berumah tangga sebelumnya, Pinangki juga. Jadi saya lihat mungkin perjanjian pranikah ini sebagai komitmen yang baik bagi kami berdua untuk mengatur masalah rumah tangga, mengatur anak, bagaimana kalau terjadi kekerasan dalam rumah tangga, dan pemisahan harta kekayaan," jelas Yogi.
Yogi mengaku bahwa istrinya memang membawa harta bawaan dari almarhum suami pertamanya bekas pejabat di Kejaksaan Agung Djoko Budiharjo, yang setelah pensiun berprofesi sebagai pengacara.
"Kenapa Pinangki mengatakan itu? Karena dia bawa harta bawaan dari suami pertamanya yang meninggal dan dia juga ada simpanan," ungkap Yogi.
Yogi sendiri mengaku kenal Pinangki saat menjadi Kasatserse Polres Bogor, sedangkan Pinangki menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong.
"Kami menikah 1 November 2014 saat itu saya berdinas di Polda Bengkulu dan terdakwa di Kejagung. Lalu saya tetap tinggal di Bengkulu dan terdakwa datang seminggu atau sebulan sekali sampai 2018 begitu," tambah Yogi.
Yogi sempat menjabat sebagai Kapolres sebanyak dua kali selama bertugas di Bengkulu.
Mulai tak harmonis
"Saya baru balik ke Jakarta pada Februari 2018, 1 tahun lebih saya tinggal di apartemen Essense Dharmawangsa lalu pada Februari 2020 terdakwa tinggal di apartemen Pakubuwono Signatutre, sedangkan saya di apartemen Dharmawangsa Essense baru kami kembali kumpul Juli atau Agustus tahun ini, saya ke Pakubuwono Signature," ungkap Yogi.
Menurut Yogi, sebelum menikah dengan Pinangki, Pinangki juga sudah tinggal di Dharmawangsa Essense.
"Apartemen statusnya sewa tapi saya tidak tahu dari siapa," tambah Yogi.
Yogi juga mengaku tidak tahu penghasilan Pinangki.
"Saya tidak tahu pasti berapa penghasilannya karena jaksa lebih tinggi dari saya, mungkin Rp18 juta, mungkin ada pertanyaan kok kepala rumah tangga tidak tahu tapi memang selama ini yang mengurus keuangan rumah tangga Pinangki, kewajiban saya adalah apa nafkah yang saya miliki saya berikan ke Pinangki," ungkap Yogi.
Yogi yang memiliki gaji Rp7 juta per bulan ditambah tunjangan sekitar Rp6-7 juta per bulan itu pun mengaku kondisi rumah tangganya dengan Pinangki mulai tidak harmonis pada 2018 dan puncaknya terjadi pada 2019.
Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.
"Bahwa komitmen kami saat mulai berumah tangga ada perjanjian pranikah yang memisahkan harta saya dan harta Pinangki," kata Yogi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Napitupulu Yogi Yusuf menjadi saksi untuk istrinya, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
"Kenapa pakai perjanjian pranikah? Karena saya laki-laki yang pernah gagal berumah tangga sebelumnya, Pinangki juga. Jadi saya lihat mungkin perjanjian pranikah ini sebagai komitmen yang baik bagi kami berdua untuk mengatur masalah rumah tangga, mengatur anak, bagaimana kalau terjadi kekerasan dalam rumah tangga, dan pemisahan harta kekayaan," jelas Yogi.
Yogi mengaku bahwa istrinya memang membawa harta bawaan dari almarhum suami pertamanya bekas pejabat di Kejaksaan Agung Djoko Budiharjo, yang setelah pensiun berprofesi sebagai pengacara.
"Kenapa Pinangki mengatakan itu? Karena dia bawa harta bawaan dari suami pertamanya yang meninggal dan dia juga ada simpanan," ungkap Yogi.
Yogi sendiri mengaku kenal Pinangki saat menjadi Kasatserse Polres Bogor, sedangkan Pinangki menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong.
"Kami menikah 1 November 2014 saat itu saya berdinas di Polda Bengkulu dan terdakwa di Kejagung. Lalu saya tetap tinggal di Bengkulu dan terdakwa datang seminggu atau sebulan sekali sampai 2018 begitu," tambah Yogi.
Yogi sempat menjabat sebagai Kapolres sebanyak dua kali selama bertugas di Bengkulu.
Mulai tak harmonis
"Saya baru balik ke Jakarta pada Februari 2018, 1 tahun lebih saya tinggal di apartemen Essense Dharmawangsa lalu pada Februari 2020 terdakwa tinggal di apartemen Pakubuwono Signatutre, sedangkan saya di apartemen Dharmawangsa Essense baru kami kembali kumpul Juli atau Agustus tahun ini, saya ke Pakubuwono Signature," ungkap Yogi.
Menurut Yogi, sebelum menikah dengan Pinangki, Pinangki juga sudah tinggal di Dharmawangsa Essense.
"Apartemen statusnya sewa tapi saya tidak tahu dari siapa," tambah Yogi.
Yogi juga mengaku tidak tahu penghasilan Pinangki.
"Saya tidak tahu pasti berapa penghasilannya karena jaksa lebih tinggi dari saya, mungkin Rp18 juta, mungkin ada pertanyaan kok kepala rumah tangga tidak tahu tapi memang selama ini yang mengurus keuangan rumah tangga Pinangki, kewajiban saya adalah apa nafkah yang saya miliki saya berikan ke Pinangki," ungkap Yogi.
Yogi yang memiliki gaji Rp7 juta per bulan ditambah tunjangan sekitar Rp6-7 juta per bulan itu pun mengaku kondisi rumah tangganya dengan Pinangki mulai tidak harmonis pada 2018 dan puncaknya terjadi pada 2019.
Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.