BMKG luncurkan inovasi peringatan dini potensi longsor
Karanganyar (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meluncurkan inovasi berbentuk website peringatan dini potensi longsor berdasarkan prediksi cuaca ekstrem dengan radar atau disebut juga Sipora untuk meminimalisasi dampak dari bencana akibat cuaca.
"Sebetulnya sudah biasa BMKG memberikan peringatan dini pada cuaca ekstrem, namun kali ini inovasinya lebih dipertajam," kata Kepala BMKG Dwikora Karnawati usai membuka kegiatan Rekonsiliasi Penyusunan Laporan Keuangan BMKG di Hotel Lorin, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengatakan pada peringatan tersebut apabila curah hujan mencapai 100 mm/jam dalam waktu beberapa hari maka statusnya sudah waspada, selanjutnya jika intensitas menjadi 200 mm/jam dalam waktu 3-5 hari meningkat jadi siaga bencana longsor, dan mencapai lebih dari 300 mm/jam sudah awas.
Baca juga: BMKG: Cuaca ekstrem berlangsung sampai Maret
"Nanti zona-zonanya kelihatan, zona merah di mana saja. Selanjutnya harus sudah ada evakuasi dari instansi terkait," katanya.
Terkait dengan inovasi tersebut, dikatakannya, baru akan diterapkan di wilayah DIY. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan ke depan akan diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau sebetulnya yang saat ini sudah dikembangkan adalah Signature yang merupakan bentuk inovasi sebelumnya berdasarkan prediksi cuaca ekstrem. Di situ kami buat levelnya. Setiap level ada prediksi dampaknya dan itu sudah berjalan," katanya.
Ia mengatakan berbeda dengan website Sipora yang baru bisa diakses secara terbatas, yaitu petugas terkait, untuk Signature ini websitenya sudah bisa diakses publik.
"Di situ potensinya sudah bisa diprediksi. Pada website itu akan kelihatan zona merah di Indonesia di mana saja. Memang karena jangkauannya seluruh Indonesia maka zonasi kurang presisi dan resolusi kurang tajam tetapi sudah bisa untuk memberikan peringatan dini ada banjir dan longsor di mana saja, ini jangkauannya tingkat kabupaten," katanya.
Sedangkan website yang dikembangkan di Yogyakarta ini levelnya lebih dipertajam, yaitu hingga tingkat kecamatan bahkan desa.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta Reni Kraningtyas mengatakan inovasi tersebut merupakan inovasi potensi longsor berbasis prediksi cuaca ekstrem menggunakan radar untuk selanjutnya dikonversi menjadi milimeter/jam.
"Jadi kalau dalam kurun waktu 3-5 hari terjadi hujan dengan intensitas 100-300 mm/jam maka berpotensi longsor, terutama jika terjadi di daerah perbukitan, lereng, dan pegunungan akan berbunyi sirene," katanya.
Langkah selanjutnya, informasi tersebut akan diteruskan ke instansi terkait, salah satunya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Disinggung mengenai alasan dikembangkannya inovasi tersebut yaitu karena di DIY banyak daerah yang terdiri dari bukit sehingga berpotensi terkena bencana tanah longsor.
"Sebelumnya ini tidak terdeteksi oleh petugas kami. Selama ini hanya meraba melalui curah hujan ekstrem kemudian banjir. Dengan ada data radar yang aktif kami saling berhubungan sehingga bisa terdeteksi terutama saat puncak hujan di Januari-Februari," katanya.
"Sebetulnya sudah biasa BMKG memberikan peringatan dini pada cuaca ekstrem, namun kali ini inovasinya lebih dipertajam," kata Kepala BMKG Dwikora Karnawati usai membuka kegiatan Rekonsiliasi Penyusunan Laporan Keuangan BMKG di Hotel Lorin, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengatakan pada peringatan tersebut apabila curah hujan mencapai 100 mm/jam dalam waktu beberapa hari maka statusnya sudah waspada, selanjutnya jika intensitas menjadi 200 mm/jam dalam waktu 3-5 hari meningkat jadi siaga bencana longsor, dan mencapai lebih dari 300 mm/jam sudah awas.
Baca juga: BMKG: Cuaca ekstrem berlangsung sampai Maret
"Nanti zona-zonanya kelihatan, zona merah di mana saja. Selanjutnya harus sudah ada evakuasi dari instansi terkait," katanya.
Terkait dengan inovasi tersebut, dikatakannya, baru akan diterapkan di wilayah DIY. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan ke depan akan diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau sebetulnya yang saat ini sudah dikembangkan adalah Signature yang merupakan bentuk inovasi sebelumnya berdasarkan prediksi cuaca ekstrem. Di situ kami buat levelnya. Setiap level ada prediksi dampaknya dan itu sudah berjalan," katanya.
Ia mengatakan berbeda dengan website Sipora yang baru bisa diakses secara terbatas, yaitu petugas terkait, untuk Signature ini websitenya sudah bisa diakses publik.
"Di situ potensinya sudah bisa diprediksi. Pada website itu akan kelihatan zona merah di Indonesia di mana saja. Memang karena jangkauannya seluruh Indonesia maka zonasi kurang presisi dan resolusi kurang tajam tetapi sudah bisa untuk memberikan peringatan dini ada banjir dan longsor di mana saja, ini jangkauannya tingkat kabupaten," katanya.
Sedangkan website yang dikembangkan di Yogyakarta ini levelnya lebih dipertajam, yaitu hingga tingkat kecamatan bahkan desa.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta Reni Kraningtyas mengatakan inovasi tersebut merupakan inovasi potensi longsor berbasis prediksi cuaca ekstrem menggunakan radar untuk selanjutnya dikonversi menjadi milimeter/jam.
"Jadi kalau dalam kurun waktu 3-5 hari terjadi hujan dengan intensitas 100-300 mm/jam maka berpotensi longsor, terutama jika terjadi di daerah perbukitan, lereng, dan pegunungan akan berbunyi sirene," katanya.
Langkah selanjutnya, informasi tersebut akan diteruskan ke instansi terkait, salah satunya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Disinggung mengenai alasan dikembangkannya inovasi tersebut yaitu karena di DIY banyak daerah yang terdiri dari bukit sehingga berpotensi terkena bencana tanah longsor.
"Sebelumnya ini tidak terdeteksi oleh petugas kami. Selama ini hanya meraba melalui curah hujan ekstrem kemudian banjir. Dengan ada data radar yang aktif kami saling berhubungan sehingga bisa terdeteksi terutama saat puncak hujan di Januari-Februari," katanya.