Mahasiswa Untidar ciptakan alat atasi gulma dan pemupukan otomatis
Magelang (ANTARA) - Tim mahasiswa Universitas Tidar Magelang, Jawa Tengah, dalam Program Kreativitas Mahasiswa Teknologi menciptakan alat untuk mengatasi gulma dan pemupukan padi secara otomatis yang diberi nama Algapatis.
"Algapatis dapat membantu para petani mengatasi gulma. Sekali kerja, petani dapat menyiangi gulma sekaligus memberikan pupuk untuk tanaman padinya," kata Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa Teknologi (PMKT) Untidar Magelang Feri Irawan dalam keterangan tertulis yang diterima di Magelang, Minggu.
"Algapatis adalah singkatan dari alat penyiang gulma dan pemupuk padi otomatis, sedangkan mahasiswa Untidar yang tergabung dalam tim itu, yakni Feri Irawan (ketua), Zainab Luxfi’I, Samsul Hidayat, Erics Kharisma, dan Ryantika Dyah Safitri (anggota).
Ia mengatakan selain hama, gulma juga pengganggu tanaman padi. Gulma menyerap nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman tersebut.
Biasanya, ujar dia, para petani mengatasi gulma dengan cara mencabut dan membenamkan gulma ke tanah (penyiangan) secara manual.
Ia mengatakan tim mendapatkan ide menciptakan alat tersebut setelah melihat petani padi di Desa Ketro, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Para petani menyiangi gulma secara manual.
Dengan menggunakan algapatis, katanya, petani bisa menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Mereka hanya perlu mendorong algapatis melewati daerah yang ditumbuhi gulma.
Ia menjelaskan algapatis memanfaatkan gaya tekan saat roda berputar dan gaya berat yang diberikan rangka alat serta pupuk di dalam bak penampung.
Ketika alat ini didorong, katanya, mata besi-mata besi di roda akan melakukan pencabutan dan pembenaman gulma di sekitar padi.
Bersamaan dengan itu, katanya, knock di bodi roda akan mengungkit tuas yang dihubungkan dengan pintu saluran pupuk. Ketika pintu itu terbuka, pupuk akan jatuh tidak jauh dari tanaman padi. Pemasangan "knock" disesuaiakan dengan jarak tanam padi.
"Gaya tekan dari putaran roda mencabut dan membenamkan gulma, sedangkan gaya 'knock' yang dipasang di roda menjatuhkan pupuk ke dekat tanaman," katanya.
Ia mengatakan keunggulan algapatis dibandingkan dengan alat pertanian konvensional, yakni dapat melakukan dua fungsi sekaligus dalam satu waktu.
Untuk lahan sekitar 500 meter persegi, katanya, pembasmian gulma secara manual sekitar delapan jam per hari, membutuhkan waktu tiga hari. Jika menggunakan algapatis butuh satu hari.
Dia mengatakan biaya mengatasi gulma secara manual dengan lahan seluas itu selama tiga hari, sekitar Rp150.000.
"Biaya tersebut belum termasuk keperluan tambahan lain. Tentu jumlah itu tidaklah murah bagi para petani. Apalagi jika harga jual padi per kilonya hanya Rp1.500 sampai Rp2.000," ujar dia.
Baca juga: Kementan: Keragaman hayati potensi sumber daya pangan
Baca juga: Tim Untidar usung "asem dong" maju PCTA tingkat nasional
"Algapatis dapat membantu para petani mengatasi gulma. Sekali kerja, petani dapat menyiangi gulma sekaligus memberikan pupuk untuk tanaman padinya," kata Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa Teknologi (PMKT) Untidar Magelang Feri Irawan dalam keterangan tertulis yang diterima di Magelang, Minggu.
"Algapatis adalah singkatan dari alat penyiang gulma dan pemupuk padi otomatis, sedangkan mahasiswa Untidar yang tergabung dalam tim itu, yakni Feri Irawan (ketua), Zainab Luxfi’I, Samsul Hidayat, Erics Kharisma, dan Ryantika Dyah Safitri (anggota).
Ia mengatakan selain hama, gulma juga pengganggu tanaman padi. Gulma menyerap nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman tersebut.
Biasanya, ujar dia, para petani mengatasi gulma dengan cara mencabut dan membenamkan gulma ke tanah (penyiangan) secara manual.
Ia mengatakan tim mendapatkan ide menciptakan alat tersebut setelah melihat petani padi di Desa Ketro, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Para petani menyiangi gulma secara manual.
Dengan menggunakan algapatis, katanya, petani bisa menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Mereka hanya perlu mendorong algapatis melewati daerah yang ditumbuhi gulma.
Ia menjelaskan algapatis memanfaatkan gaya tekan saat roda berputar dan gaya berat yang diberikan rangka alat serta pupuk di dalam bak penampung.
Ketika alat ini didorong, katanya, mata besi-mata besi di roda akan melakukan pencabutan dan pembenaman gulma di sekitar padi.
Bersamaan dengan itu, katanya, knock di bodi roda akan mengungkit tuas yang dihubungkan dengan pintu saluran pupuk. Ketika pintu itu terbuka, pupuk akan jatuh tidak jauh dari tanaman padi. Pemasangan "knock" disesuaiakan dengan jarak tanam padi.
"Gaya tekan dari putaran roda mencabut dan membenamkan gulma, sedangkan gaya 'knock' yang dipasang di roda menjatuhkan pupuk ke dekat tanaman," katanya.
Ia mengatakan keunggulan algapatis dibandingkan dengan alat pertanian konvensional, yakni dapat melakukan dua fungsi sekaligus dalam satu waktu.
Untuk lahan sekitar 500 meter persegi, katanya, pembasmian gulma secara manual sekitar delapan jam per hari, membutuhkan waktu tiga hari. Jika menggunakan algapatis butuh satu hari.
Dia mengatakan biaya mengatasi gulma secara manual dengan lahan seluas itu selama tiga hari, sekitar Rp150.000.
"Biaya tersebut belum termasuk keperluan tambahan lain. Tentu jumlah itu tidaklah murah bagi para petani. Apalagi jika harga jual padi per kilonya hanya Rp1.500 sampai Rp2.000," ujar dia.
Baca juga: Kementan: Keragaman hayati potensi sumber daya pangan
Baca juga: Tim Untidar usung "asem dong" maju PCTA tingkat nasional