Semarang (Antaranes Jateng) - Pakar perumahan Asnawi Manaf memandang perlu memadukan program Land Banking (Bank Tanah) dengan skema pembangunan perumahan "Kolaborasi ABCG" (Academic, Business, Community, and Government) di seluruh Indonesia sehingga masyarakat berpenghasilan rendah mampu memiliki rumah layak huni.
"Karena selama ini rakyat mampu memenuhi lahan untuk perumahannya secara swadaya, konsep bank tanah ini bisa diterapkan tanpa harus terbebani dengan anggaran yang cukup besar bila pemerintah bisa mengelola keswadayaan yang selama ini ada," kata Dr. Ing. Asnawi Manaf, S.T. kepada Antara di Semarang, Selasa petang.
Menurut lulusan doktor Universitas Kassel Jerman ini, Pemerintah cukup bekerja mempertemukan secara langsung penjual lahan dengan masyarakat yang sungguh-sungguh sangat membutuhkan lahan untuk perumahan.
Akan tetapi, kata Asnawi yang juga anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Undip Semarang, lahan itu telah difasilitasi untuk ditata sesuai dengan kaidah-kaidah ketentuan tata ruang yang berlaku.
Salah satu yang patut disayangkan selama ini, menurut Asnawi, berbagai konsep konsolidasi tanah yang telah disiapkan dengan dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum dapat dijalankan secara optimal.
"Akhirnya, lagi-lagi kota-kota kita dibangun oleh para pengembang yang mencari keuntungan dengan menguasai lahan dalam jumlah besar. Sayangnya setelah dikembangkan tidak lagi terjangkau oleh keluarga kurang mampu," katanya.
Mantan Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Undip ini optimistis ABCG masih bisa menyentuh masyarakat berpenghasilan Desil 2 (Rp1,8 juta per bulan) dan Desil 3 (Rp2,1 juta/bulan), apalagi Desil 4 (Rp2,6 juta/bulan).
Asnawi lantas menjelaskan "Kolaborasi ABCG", yakni suatu pola pembangunan perumahan yang mengolaborasi akademisi (academic), bisnis (business), komunitas (community), dan pemerintah (government).
Masyarakat yang sebelumnya tidak mampu menjangkau rumah layak yang disediakan di pasar perumahan formal, lanjut Asnawi, mereka sekarang sudah ada alternatif memperoleh rumah layak di perumahan berbasis komunitas (Curug Sewu Asri Kendal) dengan mencicil Rp571.00,00 per bulan selama 10 tahun.
Menurut dia, besarnya angsuran rumah itu bergantung pada harga tanah di daerah masing-masing, bahkan bisa lebih rendah jika harga tanahnya lebih murah daripada harga tanah yang di Kabupaten Kendal.
Tidak saja mewujudkan kebutuhan masyarakat akan rumah sendiri, lanjut dia, skema "Kolaborasi ABCG" ini juga ikut mengantarkan Kabupaten Kendal meraih penghargaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Alhamdulillah, Kendal meraih Penghargaan PUPR 2018 dengan kategori inovasi penerapan teknologi penyelenggaraan infrastruktur PUPR," kata Asnawi.