Jaksa Agung kembangkan penegakan hukum progresif
Semarang (Antaranews Jateng) - Jaksa Agung M. Prasetyo mengungakapkan lembaga yang dipimpinnya saat ini sedang mengembangkan pendekatan penegakan hukum progresif yang tidak sekadar memandang kepastian hukum, melainkan manfaat hukum bagi masyarakat.
"Saya memang mengembangkan program baru dalam penegakan hukum. Hukum progresif yang digagas mendiang Profesor Satjipto Rahardjo dari Universitas Diponegoro Semarang," katanya di Semarang, Kamis.
Pada kesempatan itu, Prasetyo dikukuhkan sebagai doktor honoris causa (HC) dalam bidang hukum oleh Undip. Ini merupakan penghargaan doktor kehormatan ke-12 yang sudah diberikan oleh kampus tersebut.
Prasetyo menyampaikan pidato pengukuhan doktor kehormatan berjudul "Inovasi Penegakan Hukum Berbasis Paradigma Restoratif, Korektif, dan Rehabilitatif untuk Percepatan Pembangunan Nasional".
Sosok kelahiran Tuban, Jawa Timur, 9 Mei 1947 itu menjelaskan hukum progresif melihat penegakan hukum bukan semata mempertahankan hukum, tetapi bagaimana hukum bisa bermanfaat bagi masyarakat secara luas.
"Artinya, hukum bukan sekadar kepastian dan keadilan, tetapi juga manfaatnya. Ditambahkan lagi, kasih sayang. Hukum yang tidak ditegakkan dengan kasih sayang, bukan kepuasan masyarakat yang didapat," katanya.
Selama ini, diakuinya, penegakan hukum secara represif yang dijadikan andalan para aparat penegak hukum yang dianggap lebih baik dan lebih hebat oleh sebagian masyarakat, padahal belum tentu demikian.
Kenyataan berbeda di lapangan, kata bapak tiga anak itu, penegakan hukum secara represif tidak berbanding lurus dengan menurunnya jumlah kejahatan, melainkan justru kejahatan menjadi semakin masif dan luas.
"Makanya, perlu lompatan berpikir. Jangan hanya berkutat pada satu pendekatan saja. Kami belajar banyak juga dari negara lain, seperti penegakan hukum preventif yang selama ini sudah dilakukan," katanya.
Penegakan hukum secara preventif memang tidak begitu populer, kata dia, sebab masyarkat lebih senang mengetahui setiap hari ada operasi tangkap tangan (OTT), penangkapan, dan pemeriksaan kasus.
"Namun, cara seperti itu bukan satu-satunya upaya menegakkan hukum. Penegakan hukum preventif membutuhkan waktu, kesabaran, dan kehati-haian. Namun, hasilnya suatu saat akan lebih optimal dan efektif," katanya.
Prasetyo mencontohkan pendampingan dalam pengelolaan dana desa yang dilakukan jajaran kejaksaan sebagai salah satu bentuk penegakan hukum preventif supaya tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan.
Menurut dia, tidak dimungkiri mungkin ada kepala desa yang silau dan bisa berpikir lain dalam menggunakan dana desa yang begitu besar sehingga diperlukan adanya pendampingan dalam pengelolaannya.
"Tanpa diminta, saya langsung perintahkan jajaran kepala kejaksaan tinggi (kajati) dan negeri (kajari) secara serentak mengumpulkan seluruh kepala desa untuk diberikan pemahaman mengenai dana desa," katanya.
Dalam langkah pemberantasan korupsi, lanjut dia, meskipun pendekatan represif telah dilakukan secara giat dan tanpa henti ternyata belum mampu menanggulangi praktik korupsi yang semakin meningkat.
"Praktik korupsi semakin meningkat, baik dari kuantitas, kualitas, modus operandi, maupun kerugian negara. Ini yang memicu saya untuk ambil inisiatif mencari formula melengkapi strategi," katanya.
Jajaran pejabat tinggi negara hadir pada pengukuhan itu, seperti Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua MK Arief Hidayat, Menteri Desa dan PDTT Eko Putro Sandjojo, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
"Saya memang mengembangkan program baru dalam penegakan hukum. Hukum progresif yang digagas mendiang Profesor Satjipto Rahardjo dari Universitas Diponegoro Semarang," katanya di Semarang, Kamis.
Pada kesempatan itu, Prasetyo dikukuhkan sebagai doktor honoris causa (HC) dalam bidang hukum oleh Undip. Ini merupakan penghargaan doktor kehormatan ke-12 yang sudah diberikan oleh kampus tersebut.
Prasetyo menyampaikan pidato pengukuhan doktor kehormatan berjudul "Inovasi Penegakan Hukum Berbasis Paradigma Restoratif, Korektif, dan Rehabilitatif untuk Percepatan Pembangunan Nasional".
Sosok kelahiran Tuban, Jawa Timur, 9 Mei 1947 itu menjelaskan hukum progresif melihat penegakan hukum bukan semata mempertahankan hukum, tetapi bagaimana hukum bisa bermanfaat bagi masyarakat secara luas.
"Artinya, hukum bukan sekadar kepastian dan keadilan, tetapi juga manfaatnya. Ditambahkan lagi, kasih sayang. Hukum yang tidak ditegakkan dengan kasih sayang, bukan kepuasan masyarakat yang didapat," katanya.
Selama ini, diakuinya, penegakan hukum secara represif yang dijadikan andalan para aparat penegak hukum yang dianggap lebih baik dan lebih hebat oleh sebagian masyarakat, padahal belum tentu demikian.
Kenyataan berbeda di lapangan, kata bapak tiga anak itu, penegakan hukum secara represif tidak berbanding lurus dengan menurunnya jumlah kejahatan, melainkan justru kejahatan menjadi semakin masif dan luas.
"Makanya, perlu lompatan berpikir. Jangan hanya berkutat pada satu pendekatan saja. Kami belajar banyak juga dari negara lain, seperti penegakan hukum preventif yang selama ini sudah dilakukan," katanya.
Penegakan hukum secara preventif memang tidak begitu populer, kata dia, sebab masyarkat lebih senang mengetahui setiap hari ada operasi tangkap tangan (OTT), penangkapan, dan pemeriksaan kasus.
"Namun, cara seperti itu bukan satu-satunya upaya menegakkan hukum. Penegakan hukum preventif membutuhkan waktu, kesabaran, dan kehati-haian. Namun, hasilnya suatu saat akan lebih optimal dan efektif," katanya.
Prasetyo mencontohkan pendampingan dalam pengelolaan dana desa yang dilakukan jajaran kejaksaan sebagai salah satu bentuk penegakan hukum preventif supaya tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan.
Menurut dia, tidak dimungkiri mungkin ada kepala desa yang silau dan bisa berpikir lain dalam menggunakan dana desa yang begitu besar sehingga diperlukan adanya pendampingan dalam pengelolaannya.
"Tanpa diminta, saya langsung perintahkan jajaran kepala kejaksaan tinggi (kajati) dan negeri (kajari) secara serentak mengumpulkan seluruh kepala desa untuk diberikan pemahaman mengenai dana desa," katanya.
Dalam langkah pemberantasan korupsi, lanjut dia, meskipun pendekatan represif telah dilakukan secara giat dan tanpa henti ternyata belum mampu menanggulangi praktik korupsi yang semakin meningkat.
"Praktik korupsi semakin meningkat, baik dari kuantitas, kualitas, modus operandi, maupun kerugian negara. Ini yang memicu saya untuk ambil inisiatif mencari formula melengkapi strategi," katanya.
Jajaran pejabat tinggi negara hadir pada pengukuhan itu, seperti Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua MK Arief Hidayat, Menteri Desa dan PDTT Eko Putro Sandjojo, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.