Jakarta, ANTARA JATENG - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengajak masyarakat
untuk menghentikan pro dan kontra terkait sejarah Gerakan 30 September
1965 (G30S), karena masih banyak persoalan kebangsaan yang harus segera
diatasi bangsa Indonesia seperti masih adanya kesenjangan ekonomi dan
daya beli masyarakat semakin menurun.
"Kalau ada pihak yang mau nonton film G30S silahkan, dan tidak mau
nonton pun dipersilahkan. Kita jangan menghabiskan energi untuk masa
lalu namun sebagai pembelajaran tidak masalah," kata Zulkifli dalam
diskusi bertajuk "Pancasila, Komunisme, dan Pengkhianatan Negara" yang
diadakan Pergerakan Indonesia Maju, di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan Ketetapan MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang pembubaran
Partai Komunis Indonesia, pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang
di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan menyebarkan
atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme masih
berlaku.
Menurut dia, Tap MPRS tersebut masih berlaku sehingga permasalahan
dan perdebatan mengenai PKI serta ajarannya sudah selesai sehingga yang
diperlukan saat ini adalah menghentikan pro dan kontra.
"Kita menghadapi tantangan berat sehingga harus move on seperti kesenjangan ekonomi, daya beli menurun, dan anak muda melupakan sejarah bangsa," ujarnya.
Dia mengatakan tantangan bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana
melaksanakan Pancasila dan empat konsensus yang telah disepakati bangsa
Indonesia.
Zulkifli mengkritisi masih adanya pihak-pihak yang tidak berjiwa
Pancasila, misalnya ada anak yang sedang sakit lalu ditolak pihak rumah
sakit karena tidak memiliki uang sehingga mengakibatkan anak tersebut
meninggal.
"Lalu ada petani dari Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen,
kami tidak menolak hal itu namun kekayaan alam di Indonesia setelah ada
persetujuan kepala daerah lalu otomatis menjadi milik orang lain. Itu
yang dipersoalkan," katanya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro
mengatakan anak muda Indonesia banyak yang tidak peduli dengan sejarah
bangsanya karena ada yang salah dalam sistem pembelajaran yaitu
hilangnya membangun karakter anak bangsa.
Dia menyoroti masih maraknya kepala daerah yang terjerat kasus
dugaan korupsi disebabkan telah terjadi disorientasi terkait pemahaman
menjadi seorang pimpinan di daerah.
"Gaji bupati sebulan hanya Rp6 juta namun biaya menjadi kepala
daerah bisa puluhan miliar, karena itu banyak 'pekerjaan rumah' yang
harus diselesaikan," ujarnya.
Berita Terkait
KPU siap hadapi sengketa pemilu di 16 daerah di Jateng
Selasa, 30 April 2024 21:12 Wib
Ketua DPRD Jateng ajak pemerintah stabilisasi harga kebutuhan pokok
Selasa, 30 April 2024 16:16 Wib
PGRI: Berikan perhatian yang sama sekolah negeri dan swasta
Senin, 29 April 2024 9:00 Wib
Peringati Hari Bumi, Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip rilis dua buku
Minggu, 28 April 2024 6:52 Wib
Wali Kota Semarang: Perempuan adalah garda depan pembangunan
Kamis, 25 April 2024 8:43 Wib
Ketua TP PKK Magelang: TPK ujung tombak percepatan penurunan stunting
Rabu, 24 April 2024 14:02 Wib
Ketua Muda Tata Usaha Negara MA dapat gelar profesor dari Undip
Minggu, 21 April 2024 6:12 Wib
Wakil Ketua DPRD Jateng meninggal dunia diduga DBD
Senin, 15 April 2024 20:56 Wib