Jakarta, ANTARA JATENG - Cuaca ibu kota selama beberapa pekan terakhir terasa sangat panas, temperatur udara berkisar di angka 29 hingga maksimum 35 derajat Celsius.
Apa penyebabnya?
Deputi Bidang Klimatologi Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Mulyono Prabowo, menjelaskan Indonesia secara umum pada bulan September sudah masuk musim kemarau.
"Saat ini yang masuk musim kemarau adalah Sumatera tengah ke selatan, seperti Lampung, Pulau Jawa, Bali, NTT dan NTB. Kalimantan bagian selatan, Sulawesi bagian selatan dan tenggara," kata Mulyono saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Rabu.
Musim kemarau bukan satu-satunya penyebab cuaca panas di Jakarta, secara astronomis, matahari pada bulan September ini akan berada tepat di atas garis khatulistiwa.
Matahari secara periodik bergerak semu dari belahan bumi utara ke selatan, maksimal pada 22 Desember mendatang, matahari akan berada di selatan bumi di koordinat 23,5 derajat lintang selatan.
Setelah itu, matahari akan bergerak dari bagian selatan menuju utara bumi, pada 22 Juni akan berada di 23,5 derajat lintang utara.
Pada 23 September mendatang, matahari akan berada tepat di atas Indonesia, menyebabkan temperatur udara tinggi.
"Konsekuensinya suhu pada umumnya akan lebih panas dibandingkan ketika matahari jauh dari wilayah Indonesia, seperti pada 22 Juni atau 22 Desember, saat matahari jauh dari Indonesia," kata Mulyono.
Saat matahari tepat berada di atas Indonesia, suhu udara rata-rata berada di angka 29-35 derajat Celsius.
Suhu udara maksimum setiap hari, Mulyono menjelaskan, berbeda sesuai dengan pergerakan matahari.
Misalnya, suhu pagi hari 28 derajat Celsius akan terus meningkat hingga puncak 35 derajat di siang hari, lalu kembali turun hingga menjelang sore hari.
Cuaca panas tetap berlangsung hingga malam hari karena potensi pertumbuhan awan, yang berfungsi sebagai penghalang radiasi matahari, sedikit.