Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang
ahli hukum pidana Indriyanto Seno Adji untuk membahas keabsahan Hak
Angket KPK yang sedang bergulir di DPR RI saat ini.
"KPK telah meminta beberapa pendapat salah satunya dari Profesor
Indriyanto Seno Adji yang sudah memberikan gambaran. Besok kami juga
minta dari asosiasi pengajar hukum tata negara yang akan datang ke
sini," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta,
Selasa.
Dalam pertemuan itu, KPK bersama Indriyanto membahas beberapa hal
mulai dari proses pembuatan dan tidak kuorumnya hak angket tersebut.
"Apakah KPK merupakan subjek dan objek hak angket yang benar?
Seperti itu yang kami bahas. Termasuk kalau kami lihat rumusan pasal di
mana semua fraksi terwakili tetapi yang sekarang bahkan ada tiga yang
belum terwakili. Jadi hal-hal itu yang kami bicarakan," kata Syarif.
Selanjutnya, kata dia, KPK melihat seharusnya hak angket itu tidak
cocok untuk lembaga seperti KPK karena itu ditujukan untuk lembaga
pemerintah yang di bawah ranah eksekutif.
"Itu belum merupakan keputusan final dari sikap KPK tetapi sementara itu yang kami dapatkan informasinya," ucap Syarif.
Ia pun memastikan tidak ada tenggat waktu untuk membahas keabsahan hak angket itu dengan beberapa ahli.
"Tidak, kami tidak punya tenggat waktu. Kami konsultasi biasa, kami
juga tetap lakukan kerja-kerja kami seperti biasa, jadi tidak terganggu
dengan hak angket ini," tuturnya.
Sementara itu, Indriyanto menyatakan yang menjadi salah satu
pembicaraan dengan KPK tadi adalah mengenai keabsahan hak angket karena
belum terwakilinya semua fraksi tersebut.
"Pembicaraan ini masih kami tunggu dari ahli lainnya. Jadi soal
keabsahannya masih kami bicarakan. Persoalan ini masih kami dalami,"
ucap mantan Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK tersebut.
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK
menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari
fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus
KTP Elektronik.
Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK
yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa
Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui
fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.