Menderaskan Darah Kesenian
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka pendaftaran program "Seniman Mengajar" di tiga daerah di Indonesia, yakni Natuna (Kepulauan Riau), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), dan Belu (Nusa Tenggara Timur).
Program dengan pola residensi itu berlangsung 20 hari. Sebelumnya, para seniman yang menjadi calon peserta program tersebut harus menjalani tahapan pendaftaran, seleksi, dan pembekalan mulai 15 Maret hingga 30 April mendatang, sedangkan pelaksanaan mulai 1 Mei 2017.
Kabar itu telah melayang-layang melalui jejaring media sosial. Informasi lebih detail atas program untuk gelombang pertama tersebut, bisa ditelusuri via http://senimanmengajar.kemdikbud.go.id. Ada kemungkinan program "Seniman Mengajar" berlanjut dengan aliran gelombang berikutnya.
Tujuan mulia program itu, yakni memperkuat identitas budaya lokal sebagai kekuatan budaya bangsa dan meningkatkan kualitas ekspresi seni.
Melalui program tersebut, baik para seniman peserta program maupun masyarakat yang menjadi basis penghidup sehari-hari kesenian daerah, memperoleh sarana untuk saling berbagi ilmu, pengetahuan, dan mengembangkan wawasan tentang kesenian. Kesenian menjadi bagian dari jagat besar kebudayaan.
Boleh dikata, melalui program "Seniman Mengajar", kedua pihak saling memperkuat spirit berkesenian sebagai bagian dari kehidupan bangsa.
Mereka beroleh kesempatan bertemu dan saling mengalirkan darah keseniannya. Melalui ajang tersebut, mereka yang hadir untuk mengajar, terbuka peluang bukan lagi para seniman yang telah lolos seleksi lalu datang ke daerah.
Melalui residensi itu, para seniman pun juga berkesempatan penting belajar dari masyarakat yang menjadi kekuatan penghidup kesenian di daerah setempat. Masyarakat daerah, sebenarnya juga berkesempatan menjadi pengajar para seniman dalam program tersebut.
Ketentuan yang tertera dalam program "Seniman Mengajar" cenderung gampang dimengerti bahwa pengajarnya adalah seniman yang telah lolos seleksi. Padahal dalam praktiknya, besar kemungkinan, para seniman itu juga akan menyerap inspirasi, gagasan, dan spirit dari komunitas seniman, sanggar kesenian, atau personal seniman di daerah.
Ada hal yang lebih bermakna terkait dengan pertanggungjawaban para seniman, peserta program itu. Mereka bukan sekadar berkewajiban membuat laporan teknis administatif atas aktivitasnya dan mengemas laporan yang berupa dokumentasi kegiatan.
Namun, program "Seniman Mengajar" nampak sebagai infrastruktur budaya bagi derasnya arus transformasi spirit berkesenian yang memperkuat bangunan kebudayaan bangsa.
Sekitar pertengahan tahun lalu, Presiden Joko Widodo menerima kehadiran kalangan budayawan dari berbagai daerah di Indonesia. Itu pertemuan kedua mereka setelah yang pertama pada akhir 2015.
Salah satu poin penting dari pertemuan itu adalah perlunya dibangun infrastruktur kebudayaan bangsa ini. Masih ingat kan!
Program dengan pola residensi itu berlangsung 20 hari. Sebelumnya, para seniman yang menjadi calon peserta program tersebut harus menjalani tahapan pendaftaran, seleksi, dan pembekalan mulai 15 Maret hingga 30 April mendatang, sedangkan pelaksanaan mulai 1 Mei 2017.
Kabar itu telah melayang-layang melalui jejaring media sosial. Informasi lebih detail atas program untuk gelombang pertama tersebut, bisa ditelusuri via http://senimanmengajar.kemdikbud.go.id. Ada kemungkinan program "Seniman Mengajar" berlanjut dengan aliran gelombang berikutnya.
Tujuan mulia program itu, yakni memperkuat identitas budaya lokal sebagai kekuatan budaya bangsa dan meningkatkan kualitas ekspresi seni.
Melalui program tersebut, baik para seniman peserta program maupun masyarakat yang menjadi basis penghidup sehari-hari kesenian daerah, memperoleh sarana untuk saling berbagi ilmu, pengetahuan, dan mengembangkan wawasan tentang kesenian. Kesenian menjadi bagian dari jagat besar kebudayaan.
Boleh dikata, melalui program "Seniman Mengajar", kedua pihak saling memperkuat spirit berkesenian sebagai bagian dari kehidupan bangsa.
Mereka beroleh kesempatan bertemu dan saling mengalirkan darah keseniannya. Melalui ajang tersebut, mereka yang hadir untuk mengajar, terbuka peluang bukan lagi para seniman yang telah lolos seleksi lalu datang ke daerah.
Melalui residensi itu, para seniman pun juga berkesempatan penting belajar dari masyarakat yang menjadi kekuatan penghidup kesenian di daerah setempat. Masyarakat daerah, sebenarnya juga berkesempatan menjadi pengajar para seniman dalam program tersebut.
Ketentuan yang tertera dalam program "Seniman Mengajar" cenderung gampang dimengerti bahwa pengajarnya adalah seniman yang telah lolos seleksi. Padahal dalam praktiknya, besar kemungkinan, para seniman itu juga akan menyerap inspirasi, gagasan, dan spirit dari komunitas seniman, sanggar kesenian, atau personal seniman di daerah.
Ada hal yang lebih bermakna terkait dengan pertanggungjawaban para seniman, peserta program itu. Mereka bukan sekadar berkewajiban membuat laporan teknis administatif atas aktivitasnya dan mengemas laporan yang berupa dokumentasi kegiatan.
Namun, program "Seniman Mengajar" nampak sebagai infrastruktur budaya bagi derasnya arus transformasi spirit berkesenian yang memperkuat bangunan kebudayaan bangsa.
Sekitar pertengahan tahun lalu, Presiden Joko Widodo menerima kehadiran kalangan budayawan dari berbagai daerah di Indonesia. Itu pertemuan kedua mereka setelah yang pertama pada akhir 2015.
Salah satu poin penting dari pertemuan itu adalah perlunya dibangun infrastruktur kebudayaan bangsa ini. Masih ingat kan!