Robot Penyerap Polusi Udara Karya Alumnus SMKN Pekalongan
Pada ajang kompetisi internasional tersebut, warga Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah itu menyabet juara III serta meraih "Special Award".
Robot yang diusung dalam kompetisi riset tingkat internasional dibuat Bayu dalam skala kecil untuk kapasitas ruangan 3 x 3 meter.
Kendati demikian, Bayu menyatakan siap jika ada pesanan untuk skala yang lebih besar maupun industri, baik dalam bentuk portabel maupun robot.
"Bentuk portabel memerlukan biaya yang lebih kecil daripada membuat robot" kata Bayu.
Untuk membuat portabel, dia mengaku hanya memerlukan tiga komponen utama untuk membuat pembersih udara portabel, yaitu "microcontroller", kipas, dan sensor.
"Adapun untuk bentuk robot, kami memerlukan komponen yang lebih kompleks," katanya.
Cara kerja alat yang diciptakannya, misalnya robot akan mendeteksi udara di sekitarnya. Jika menemukan adanya polusi, akan menyerapnya dan melepaskan kembali udara yang sudah melalui pemurnian dengan menggunakan karbon aktif tanaman lidah mertua.
Sensor akan menginformasikan "high pollution" (polusi tinggi) pada saat menemukan polutan dalam udara.
Arang tanaman lidah mertua untuk menyerap polusi udara dibuat dengan sejumlah cara, yaitu pertama dengan memotong-motong tanaman tersebut, kemudian dioven selama enam jam dan ditumbuk serta dimasukkan ke dalam larutan Natrium Dehidrogen Phospat (NaH2PO4) konsentrasi 30 persen.
Langkah selanjutnya, rendam dalam larutan tersebut selama sehari semalam dan setelah itu angkat dan keringkan dengan cara dioven lagi selama satu jam.
Kemudian, cuci dengan "Aqua Demineralizata" (air destilasi) sampai Ph-nya netral, kemudian dikeringkan dan dioven lagi selama satu jam.
"Terakhir, buat menjadi briket atau dipadatkan dengan dicampur lem atau pun tetes tebu. Keringkan dan siap digunakan," katanya.
Serap 107 Polusi
Sebanyak 10 kg tanaman lidah mertua dapat menghasilkan arang seberat 500 gram dan mampu menyerap 107 macam polusi udara di dunia.
Tanaman ini mudah untuk dibudidayakan di Kabupaten Pekalongan dan daerah-daerah lainnya.
Karbon aktif dari tanaman lidah mertua dapat digunakan selama enam sampai delapan bulan. Setelah jangka waktu tersebut, perlu diganti dengan yang baru.
Bayu mewakili SMKN 1 Kedungwuni mengikuti kompetisi di tingkat internasional bersama rekannya, Galih Dwi Atmaja, yang juga alumnus SMKN 1 Kedungwuni.
Setelah itu, hasil karyanya dikirim ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebelumnya, dia menjadi Juara I Lomba Riset Daerah Kabupaten Pekalongan serta lomba di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur.
Mengenai latar belakang ide menciptakan robot atau alat pemfilter udara, Bayu mengungkapkan bahwa semua orang membutuhkan udara yang bersih.
Pencemaran udara menjadi permasalahan yang luas saat ini sehingga menurut dia diperlukan alat yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut, setidaknya membantu mengurangi polusi udara.
Robot penyerap polusi itu, menurut dia, tidak hanya perlu digunakan di kota-kota besar yang biasanya polutannya tinggi, tetapi juga di daerah, tak terkecuali Kabupaten Pekalongan.
Alat tersebut, menurut dia, dapat untuk menyerap polusi udara tidak hanya di luar ruangan, tetapi juga bisa ada di dalam ruangan.
"Kita jangan menunggu pencemaran sampai tinggi. Akan tetapi, justru harus diantisipasi jangan sampai terjadi pencemaran," kata putra pasangan Isma'un (almarhum) dan Siti Rukayah (50).
Akibat ingin mengikuti kompetisi internasional, saat itu Bayu tidak sempat untuk mengurus pendaftaran di perguruan tinggi setelah lulus dari sekolah pada bulan Juni 2015.
Akan tetapi, Bayu bertekad melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan minta rekomendasi dari LIPI ataupun melalui jalur SBMPTN.
"Saya ingin kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Akan tetapi, masuk ke perguruan tinggi tersebut tidaklah mudah sehingga saya juga harus berusaha keras, belajar, dan berdoa tentunya dengan harapan bisa menjadi mahasiswa ITB," katanya.
Bungsu dari tiga bersaudara itu juga bertekad akan terus melakukan riset jika dirinya kuliah.
Atas penghargaan yang diterimanya, Bayu mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu, dan memberikan semangat.
"Kami ucapkan terima kasih kepada pihak SMKN 1 Kedungwuni, Bappeda, dan LIPI, serta pihak lainnya. Kami berharap hasil risetnya bisa diaplikasikan dan bermanfaat bagi masyarakat," katanya.
Robot yang diusung dalam kompetisi riset tingkat internasional dibuat Bayu dalam skala kecil untuk kapasitas ruangan 3 x 3 meter.
Kendati demikian, Bayu menyatakan siap jika ada pesanan untuk skala yang lebih besar maupun industri, baik dalam bentuk portabel maupun robot.
"Bentuk portabel memerlukan biaya yang lebih kecil daripada membuat robot" kata Bayu.
Untuk membuat portabel, dia mengaku hanya memerlukan tiga komponen utama untuk membuat pembersih udara portabel, yaitu "microcontroller", kipas, dan sensor.
"Adapun untuk bentuk robot, kami memerlukan komponen yang lebih kompleks," katanya.
Cara kerja alat yang diciptakannya, misalnya robot akan mendeteksi udara di sekitarnya. Jika menemukan adanya polusi, akan menyerapnya dan melepaskan kembali udara yang sudah melalui pemurnian dengan menggunakan karbon aktif tanaman lidah mertua.
Sensor akan menginformasikan "high pollution" (polusi tinggi) pada saat menemukan polutan dalam udara.
Arang tanaman lidah mertua untuk menyerap polusi udara dibuat dengan sejumlah cara, yaitu pertama dengan memotong-motong tanaman tersebut, kemudian dioven selama enam jam dan ditumbuk serta dimasukkan ke dalam larutan Natrium Dehidrogen Phospat (NaH2PO4) konsentrasi 30 persen.
Langkah selanjutnya, rendam dalam larutan tersebut selama sehari semalam dan setelah itu angkat dan keringkan dengan cara dioven lagi selama satu jam.
Kemudian, cuci dengan "Aqua Demineralizata" (air destilasi) sampai Ph-nya netral, kemudian dikeringkan dan dioven lagi selama satu jam.
"Terakhir, buat menjadi briket atau dipadatkan dengan dicampur lem atau pun tetes tebu. Keringkan dan siap digunakan," katanya.
Serap 107 Polusi
Sebanyak 10 kg tanaman lidah mertua dapat menghasilkan arang seberat 500 gram dan mampu menyerap 107 macam polusi udara di dunia.
Tanaman ini mudah untuk dibudidayakan di Kabupaten Pekalongan dan daerah-daerah lainnya.
Karbon aktif dari tanaman lidah mertua dapat digunakan selama enam sampai delapan bulan. Setelah jangka waktu tersebut, perlu diganti dengan yang baru.
Bayu mewakili SMKN 1 Kedungwuni mengikuti kompetisi di tingkat internasional bersama rekannya, Galih Dwi Atmaja, yang juga alumnus SMKN 1 Kedungwuni.
Setelah itu, hasil karyanya dikirim ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebelumnya, dia menjadi Juara I Lomba Riset Daerah Kabupaten Pekalongan serta lomba di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur.
Mengenai latar belakang ide menciptakan robot atau alat pemfilter udara, Bayu mengungkapkan bahwa semua orang membutuhkan udara yang bersih.
Pencemaran udara menjadi permasalahan yang luas saat ini sehingga menurut dia diperlukan alat yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut, setidaknya membantu mengurangi polusi udara.
Robot penyerap polusi itu, menurut dia, tidak hanya perlu digunakan di kota-kota besar yang biasanya polutannya tinggi, tetapi juga di daerah, tak terkecuali Kabupaten Pekalongan.
Alat tersebut, menurut dia, dapat untuk menyerap polusi udara tidak hanya di luar ruangan, tetapi juga bisa ada di dalam ruangan.
"Kita jangan menunggu pencemaran sampai tinggi. Akan tetapi, justru harus diantisipasi jangan sampai terjadi pencemaran," kata putra pasangan Isma'un (almarhum) dan Siti Rukayah (50).
Akibat ingin mengikuti kompetisi internasional, saat itu Bayu tidak sempat untuk mengurus pendaftaran di perguruan tinggi setelah lulus dari sekolah pada bulan Juni 2015.
Akan tetapi, Bayu bertekad melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan minta rekomendasi dari LIPI ataupun melalui jalur SBMPTN.
"Saya ingin kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Akan tetapi, masuk ke perguruan tinggi tersebut tidaklah mudah sehingga saya juga harus berusaha keras, belajar, dan berdoa tentunya dengan harapan bisa menjadi mahasiswa ITB," katanya.
Bungsu dari tiga bersaudara itu juga bertekad akan terus melakukan riset jika dirinya kuliah.
Atas penghargaan yang diterimanya, Bayu mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu, dan memberikan semangat.
"Kami ucapkan terima kasih kepada pihak SMKN 1 Kedungwuni, Bappeda, dan LIPI, serta pihak lainnya. Kami berharap hasil risetnya bisa diaplikasikan dan bermanfaat bagi masyarakat," katanya.