Maklum saja kalau perbincangan itu menjadi santapan harian masyarakat karena sedang datang musim pesta demokrasi. Pemilu legislatif telah lewat, segera disusul Pemilu Presiden 9 Juli 2014. Tentu mereka semua bergunjing ihwal calon pemimpin.

Widaya (49), seorang pelukis di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menjadikan inspirasi cukup menarik atas gosip yang merebak di masyarakat saat ini, tentang kandidat pemimpin negera ini, selama lima tahun ke depan.

Dia adalah satu di antara 20 pelukis setempat yang menggelar pameran bersama dalam tajuk "Breaking The Ego". Pameran lukisan mereka, dibuka oleh Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Laily Prihatiningtyas, Selasa (15/4) malam.

Pameran selama 15 April-15 Mei 2014 itu, di tempatnya tinggal secara sederhana yang juga galeri bernama "Ngaran Art House and Paintings Studio", sekitar 100 meter selatan Candi Borobudur.

Mereka yang berpameran adalah Andritopo, Agus Merapi Suyitno, Arif Sulaiman, Asrul Sani, Ciong It Moy, Damtoz Andreas, Ganang Tri Laksana, Hatmojo, Ipang Pangadi, Ismedi, Kaji Habeb, Mami Kato, Mang Yani, M. Arifin Jombor, Serli Nafa'a Yuana, Wahudi, Widaya, Wusriyanto, Y. Ari Susilo, dan Yogi Setyawan. Lukisan yang mereka pamerkan, umumnya karya dalam kurun waktu antara 2013 hingga 2014.

Para kandidat pemimpin negeri ini telah bermunculan. Apalagi setelah pemilu legislatif, nama-nama bakal calon presiden cenderung makin mengerucut, termasuk dengan pasangannya, bakal calon wakil presiden.

Seolah ingin menangkap kesan bahwa masyarakat umum bisa membatin kelayakan dan kepatutan pemimpin Indonesia mendatang, Widaya yang pernah kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu pun, melahirkan karya yang kemudian diberi judul "Aku Ingin Jadi Presiden".

Karyanya seakan-akan keluar dari maksud pameran yang disanjung dalam tema "Breaking The Ego", bahwa untuk sekali waktu, para pelukis kawasan Candi Borobudur, menunjukkan kekuatan kebersamaan dengan mematahkan ego masing-masing.

Karya "Aku Ingin Jadi Presiden", juga terkesan tak ada sambungan dengan isi pidato Tyas.

Tatkala membuka pameran itu, direktur utama termuda di Indonesia tersebut mengatakan bahwa aktivitas seni budaya menjadi jiwa atas Candi Borobudur, sedangkan para seniman dan budayawan setempat menjadi kekuatan penting atas jiwa peninggalan nenek moyang bangsa tersebut.

Candi Borobudur dibangun di antara aliran Kali Elo dengan Progo Kabupaten Magelang, dengan tatanan sekitar dua juta batuan andesit, sekitar abad ke-8 Masehi. Bangunan peninggalan masa pemerintahan Dinasti Syailendra itu, telah ditetapkan oleh organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia.

Pameran bersama oleh 20 pelukis kawasan Candi Borobudur itu, memang menyajikan beragam tema karya secara bebas. Total 31 karya mereka, antara lain berjudul "Jago Kandang" (Andritopo), "Kutukan Asu" (Agus Merapi Suyitno), "Carpe That Fuching Diem" (Damtoz Andreas), dan "Pohon Pisang" (Ciong It Moy).

Selain itu, "Nature Meditation 1" (Ismedi), "Malu Malu" (Y. Ari Susilo), "Tanpa Judul" (Wusriyanto), "Auuu" (Mang Yani), "Lihat Dalam Ke Indahan" (Sena Yuana), "Dongeng dari Gunung" (Mami Kato), "Komunikasi" (Ipang Pangadi), dan "Berdiri dalam Satu Bayangan" (Wahudi).

Lukisan "Aku Ingin Jadi Presiden", antara lain tentang munculnya para sosok yang dianggap Widaya nekat memompa kepercayaan diri dengan menyatakan ingin maju sebagai kandidat pemimpin negeri melalui pesta demokrasi.

Tentunya Widaya yang pada 2005 meraih penghargaan MURI (Museum Rekor Indonesia) untuk Lukisan Borobudur Terkecil (1x1 centimeter) tersebut, sadar etika dan estetika dalam karya "Aku Ingin Jadi Presiden".

Dia tak perlu memainkan goresan cat minyak di kanvasnya itu, untuk melukiskan beberapa sosok riil dan populer yang telah bermunculan sebagai bakal kandidat presiden, sebagaimana gencar dilansir media massa akhir-akhir ini.

Ditunjuknya di lukisan buatan 2014 itu, seperti sosok perempuan pesohor, badut, pemikir, seniman, dan orang susah, dengan taburan cukup banyak wadah cat minyak, dalam liputan banyak pula bola mata di posisi terpencar-pencar di kanvas ukuran 80x146 centimeter, dengan dominasi latar belakang warna hitam.

Melalui karyanya itu, Widaya seolah ingin mengatakan sinisme sebagian masyarakat terhadap sosok-sosok yang pamer ego, seolah layak dan mampu menjadi pemimpin negeri.

"Orang banyak ini bisa melihat siapa mereka, tapi mereka-mereka seakan pada egonya. Percaya diri, maju pengin jadi pejabat, mencalonkan jadi presiden. Apa mereka kredibel dan kapabel. Masyarakat tahu kok rekam jejak mereka," katanya.

Candi Borobudur dengan berhambur kisah reflektif tentang jiwa kemanusiaan, melalui deretan-deretan reliefnya, mengajak para kandidat pemimpin bangsa ini, untuk tidak lupa mawas diri.

Supaya mereka beroleh jawaban matang atas klaim "Aku Ingin Jadi Presiden".

Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025