"Bulan depan pemilihan umum. Saya katakan, apakah masih arif, apakah masih bijaksana, DPR membahas RUU ini (KUHAP dan KUHP, red.), sedangkan dua undang-undang itu namanya saja kitab," katanya, di Purwokerto, Selasa.

Bagir Manan mengatakan hal itu kepada wartawan usai menghadiri pengukuhan Prof.Dr.H. Muhammad Fauzan, S.H., M.Hum. dan Prof.Dr. Agus Raharjo, S.H., M.Hum. sebagai Gurubesar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto di Gedung Soemardjito Unsoed, Purwokerto.

Menurut dia, kitab berarti undang-undang yang memiliki arti sangat besar.

"Apalagi dua undang-undang tersebut menyangkut prinsip hak asasi orang, sehingga harus dibahas dengan penuh kehati-hatian," katanya.

Menurut dia, RUU tersebut sebenarnya sudah puluhan tahun disiapkan tetapi baru sekarang dibahas oleh DPR.

Padahal, kata dia, satu bulan lagi akan dilaksanakan pemilihan umum.

"Pertanyaannya dari saya, apakah arif atau bijaksana, dalam sebulan kita mengejar-ngejar hal seperti itu," kata dia menegaskan.

Dalam kesempatan tersebut, Bagir menyarankan peraturan terobosan untuk menyelesaikan kebekuan pembahasan RUU KUHAP terutama soal penyadapan.

Menurut dia, perlu ada peraturan yang lebih spesifik tentang penyadapan.

"Salah satu hak asasi manusia yakni kebebasan berkomunikasi," katanya.

Ia mengatakan bahwa dalam RUU KUHAP saat ini, ada pembahasan mengenai penyadapan.

Dalam hal ini, kata dia, menyadap berarti menginterupsi kebebasan berkomunikasi.

Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa penyadapan bisa dilakukan sepanjang untuk kepentingan hukum.

"Namun, penyadapan jangan sampai menimbulkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Harus ada solusi konkret mengenai pasal penyadapan," katanya.

Menurut dia, penyadapan harus diatur secara spesifik, misalnya siapa yang boleh menyadap dan kapan orang mulai boleh menyadap, apakah saat penyidikan apa penyelidikan.

"Itu harus dipastikan. Jangan sampai ada orang tidak berdosa tapi disadap," kata dia menegaskan.

Selain itu, kata dia, prosedur penyadapan juga harus diatur secara spesifik.

Menurut dia, di beberapa negara, penyadapan boleh dilakukan karena ada dugaan pidana dan harus seizin pengadilan.

"Sekarang bagaimana menemukan terobosan hukum itu, ini yang harus dibahas," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024