"Kami menolak usulan tersebut karena membutuhkan anggaran yang tinggi yakni Rp5 triliun dan jangka waktu pemakaian tembok raksasa itu tidak bisa lama, paling hanya 10-25 tahun," kata anggota Komisi C DPRD Jateng Alfsadun di Semarang, Rabu.

Ia menjelaskan, pembangunan "giant sea wall" yang direncanakan akan menggunakan anggaran "multiyears" itu membutuhkan konsistensi dari kepala daerah yang wilayahnya terkena proyek jangka panjang tersebut.

"Kalau ada pergantian kepala daerah, maka kepala daerah yang baru belum tentu akan sepakat menindaklanjuti proyek 'giant sea wall'," ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Menurut dia, ada upaya yang tidak membutuhkan biaya cukup besar untuk mengatasi rob yang melanda di sebagian wilayah di Ibu Kota Jawa Tengah ini.

"Kita bisa menanam mangrove di sepanjang pantai yang lebih alami, dan murah, serta ada 'multiply effect' bagi masyarakat setempat," katanya.

Ia mengungkapkan, tanaman mangrove yang saat ini banyak dirusak dan dialihfungsikan untuk tambak, dinilai dapat mengatasi rob yang sudah terjadi bertahun-tahun di Kota Semarang.

"Seandainya anggaran sebesar Rp1 triliun digunakan untuk penanaman mangrove di tepi pantai, saya yakin akan mampu mengatasi rob," ujarnya.

Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Jateng Sri Puryono yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa usulan Gubernur Jateng itu sebagai upaya mengatasi rob masih harus melalui tahapan yang panjang.

"Tahapan-tahapan itu antara lain, kajian analisi mengenai dampak lingkungan, 'detail engineering design', dan pelaksanaan proyek pembangunan 'great sea wall'," katanya.


Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024