"Celah yang digunakan sekolah, yakni melalui koperasi yang secara tidak langsung dikelola sekolah," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jateng-DIY Budhi Masthuri di Semarang, Rabu.

         Hal tersebut diungkapkan Budhi didampingi Asisten Ombudsman Perwakilan Jateng-DIY usai klarifikasi temuan-temuan hasil penyelidikan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin.

         Ombudsman Perwakilan Jateng-DIY melakukan penyelidikan dugaan pungli beberapa sekolah di Kota Semarang berdasarkan laporan Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng.

         Penyelidikan dilakukan dengan mengambil sampel dua dari beberapa sekolah yang dilaporkan, yakni SD Negeri Genuksari 1 dan SMK Negeri 10 Semarang melalui penggalian data dan klarifikasi pihak sekolah.

         "Sebenarnya ada beberapa sekolah yang dilaporkan. Namun, karena keterbatasan waktu, kami ambil sampel dua sekolah berdasarkan spesifikasi atas permasalahan atau keluhan yang dilaporkan," katanya.

         Berdasarkan penyelidikan di SD Negeri Genuksari 1 Semarang, pihaknya menemukan celah sekolah melakukan pungli melalui koperasi, padahal koperasi itu tidak memiliki badan hukum dan AD/ART.

         "Sekolah beralasan penarikan uang seragam dikelola koperasi, bukan sekolah. Setelah kami selidiki ternyata koperasi itu hanya dikelola dua orang. Mereka ditugaskan khusus menangani uang seragam," katanya.

         Sekolah itu juga diadukan melakukan "jual-beli" kursi pada pelaksanaan peserta didik (PPD), kata dia, setelah diklarifikasi sekolah membantah, namun pihaknya menemukan celah "jual-beli" kursi dalam PPD.

         Ia menjelaskan, sistem PPD SD menyaring siswa berdasarkan batasan umur sesuai jumlah kursi yang tersedia, tetapi masalahnya sistem "online" PPD hanya menampilkan pendaftar sesuai kuota sekolah.

         "Misalnya, SD Negeri Genuksari 1 Semarang menyediakan 120 kursi. Persaingan umur membuat ada siswa yang tersisih, namun sistem 'online' hanya menampilkan 120 pendaftar itu. Yang tersisih tidak ditampilkan," katanya.

         Persoalannya, kata dia, dari 120 pendaftar itu ternyata ada empat orang tidak daftar ulang dan sekolah mencari pengganti dengan pengusulan berdasarkan berkas pendaftaran, bukan urutan peringkat siswa di luar kuota.

         Di SMK Negeri 10 Semarang, pihaknya menyelidiki dugaan tindakan sekolah yang menarik pungutan sebelum waktu yang ditentukan, sebab rencara anggaran dan belanja sekolah (RAPBS) belum disahkan.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Wisnu Adhi Nugroho
Copyright © ANTARA 2024