Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang melakukan terobosan inovatif untuk penanganan sumbatan saluran di kawasan Simpang Lima, melalui uji coba teknologi GPS Drifter atau bola pelacak ber-chip GPS.
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, di Semarang, Jumat, menjelaskan bahwa bola GPS tersebut untuk memetakan titik sumbatan drainase yang selama ini sulit terdeteksi secara visual.
"Kami mitigasi lebih awal sebelum hujan ekstrem datang. Kalau Simpang Lima banjir, warga tidak bisa menikmati ruang publik dengan nyaman. Maka hari ini kami mencari tahu, apa penyebab banjir itu," katanya, saat simulasi di kawasan Simpang Lima.
Teknologi drifter digunakan dengan cara menghanyutkan bola GPS ke dalam saluran, kemudian pergerakan bola dipantau melalui perangkat gawai petugas Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang.
Ketika bola tidak bergerak sesuai estimasi waktu, kata dia, titik tersebut terbaca sebagai lokasi sumbatan.
"Kami menggunakan semacam bola mainan, dipasang chip GPS, dan dihubungkan ke teman-teman DPU. Dalam durasi setengah jam seharusnya bergerak, tetapi malah berhenti berarti ada kendala di titik itu," katanya.
Dari situ, kata dia, pasukan katak DPU Kota Semarang turun untuk memastikan apa yang menyumbat.
"Bisa (tersumbat, red.) kasur, ban, sampah, atau gundukan sedimen," katanya, seraya menegaskan bahwa temuan di lapangan langsung ditindaklanjuti saat itu juga.
Selain sampah, tim juga menemukan kendala teknis berupa penyempitan "Saluran Gendong" yang tertutup cor beton tebal serta kurangnya jumlah saluran pembuangan menuju sungai.
"Saya sudah minta teman-teman DPU untuk membongkar cor yang menutup saluran dan sebelum 30 Desember, saya izinkan pembuatan saluran tambahan agar air dari hulu cepat mengalir ke sungai," katanya.
Simulasi tersebut tidak hanya berhenti di satu titik, Agustina berencana memperluas penggunaan metode deteksi ini ke titik-titik krusial lainnya, termasuk area Pandanaran dan Ahmad Dahlan, serta memastikan konektivitas saluran dari hulu ke hilir.
Upaya tersebut dilakukan sekaligus untuk memperbarui peta drainase kota yang sejarah perencanaannya sempat terputus puluhan tahun.
"Penanganan banjir memang dilakukan berlapis. Ada tim-timnya sehingga ketika di Simpang Lima sudah teratasi, tetapi tetap banjir, kami akan tangani hulunya pula. Oleh karena itu ada tim yang menangani hilir, hulu, dan titik-titik lain agar aliran air terkendali," katanya.
Dalam penelusuran tersebut, ditemukan penyalahgunaan fungsi sungai di bawah jembatan yang dijadikan tempat penumpukan barang bekas, yang berpotensi menghambat aliran air.
Melalui integrasi teknologi, respon cepat di lapangan, dan partisipasi publik, Agustina optimistis dapat meminimalisir dampak banjir di pusat kota dan mengembalikan kenyamanan bagi warga dan wisatawan di Simpang Lima.
Baca juga: Pemkot Semarang pastikan segera perbaiki tanggul Sungai Plumbon segera diperbaiki