Solo (ANTARA) - Oleh Dwi Jatmiko MPd Gr CPS.
Humas SD Muhammadiyah 1 Surakarta
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang digawangi Abdul Mu'ti dalam Kabinet Merah Putih akan menerapkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai instrumen evaluasi pembelajaran nasional.
TKA ini dirancang untuk mengukur capaian akademik anak didik pada mata pelajaran pokok seperti Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris. TKA bersifat sukarela, sehingga hanya diikuti oleh anak didik yang merasa siap. Langkah ini memiliki dasar yuridis kuat, yakni Undang Undang Nomor 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta diatur secara teknis melalui Permendikdasmen Nomor 9 Tahun2025 dan Kepmendikdasmen Nomor 95/M/2025 tentang Pedoman Penyelenggaraan TKA.
Secara filosofis, kebijakan ini berpijak pada prinsip bahwa pendidikan harus inklusif, terukur, dan akuntabel. Dari sisi historis dan sosiologis, Indonesia wajib memerlukan sistem evaluasi yang tidak semata-mata mengandalkan angka ujian sekolah, tetapi juga mengedepankan keadilan dan pemerataan mutu.
Menurut penulis, di sekolah guru rutin melaksanakan berbagai bentuk evaluasi, seperti ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, tes lisan, tes praktik, dan lain-lain. Menurut Zainal Arifin (2019), seluruh bentuk penilaian ini adalah bagian dari sistem evaluasi pendidikan. Kompetensi evaluasi ini menjadi salah satu kemampuan inti yang harus dimiliki guru.
Sedangkan Rina Febriani (2019) mendefinisikan evaluasi sebagai proses sistematis untuk merencanakan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan.
Ina Magdalena dkk. (2020) menegaskan adanya hubungan hierarkis antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi: pengukuran menghasilkan data, penilaian memberi makna pada data, dan evaluasi menyimpulkan nilai berdasarkan kriteria tertentu.
Suchman (2018) menyatakan bahwa evaluasi berfungsi untuk menentukan sejauh mana tujuan yang telah direncanakan tercapai.
TKA memiliki empat tujuan utama, yakni menyediakan standar capaian akademik nasional, menyetarakan hasil belajar dari jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, meningkatkan kapasitas guru dalam penilaian berkualitas, serta menjadi bahan acuan bagi pengendalian mutu pendidikan.
TKA akan dilaksanakan pada jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK. Untuk siswa SMA/SMK kelas 12, jadwal pelaksanaan pertama akan digelar 1–9 November 2025, dengan simulasi pada awal Oktober. Materi TKA untuk SMA/SMK meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan dua mata pelajaran pilihan sesuai jurusan. Untuk SD dan SMP, mata uji difokuskan pada Bahasa Indonesia dan Matematika.
Penting untuk ditekankan, TKA tidak menentukan kelulusan. Ia berfungsi sebagai tolok ukur capaian belajar sekaligus alat diagnosis pendidikan nasional. Pelaksanaan TKA tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Khusus jenjang SD dan SMP, penyusunan instrumen dilakukan secara kolaboratif dengan pemerintah daerah. Model ini menjadi bentuk nyata dari desentralisasi pendidikan yang sehat, memberi ruang bagi daerah untuk menyesuaikan soal dengan konteks lokal. Data 2023 menunjukkan lebih dari 380 kabupaten/kota telah terlibat dalam penyusunan dan pelatihan perangkat TKA.
Keterlibatan lintas sektor baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, guru, dan Masyarakat, menunjukkan trend bahwa peningkatan mutu pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Muara dari urgensi TKA semakin jelas jika melihat hasil studi internasional. Skor literasi matematika Indonesia pada PISA 2018 sebesar 379, turun menjadi 366 pada PISA 2022. Penurunan 13 poin ini menunjukkan tantangan besar dalam mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, dan pemecahan masalah di kalangan anak didik.
Data ini bukan sekadar angka, tapi sebagai alarm keras bahwa pembelajaran mendalam kita perlu diperkuat, khususnya dalam hal literasi numerasi. Tanpa alat ukur yang akurat dan setara seperti TKA, sulit bagi pemerintah maupun sekolah untuk mengidentifikasi titik lemah pembelajaran dan menyusun strategi perbaikan yang efektif. Namun, penting diingat bahwa tes hanyalah alat, bukan tujuan akhir. TKA hanya akan bermanfaat jika hasilnya dianalisis dan ditindaklanjuti secara sistematis.
Hasil TKA bisa menjadi masukan berharga bagi guru dan sekolah untuk memperbaiki strategi pembelajaran, mengembangkan strategi pengajaran yang lebih efektif, dan memastikan semua siswa mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Jika tidak dimanfaatkan dengan benar, TKA berisiko menjadi sekadar formalitas tahunan tanpa memberikan dampak nyata bagi kualitas pendidikan.
Pendidikan tanggung jawab bersama. Kebijakan TKA sejalan dengan target nasional meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK dari 62 persen pada 2021 menjadi 70 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan evaluasi yang bukan hanya mengukur hasil akhir, tetapi juga memperkuat proses pembelajaran.
TKA ibarat cermin yang memantulkan wajah asli mutu pendidikan kita semua. Wacana dan lahirnya Sistem Evaluasi Pembelajaran melalui Penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) akan menjadi tonggak penting reformasi pendidikan nasional yang muaranya membentuk generasi anak bangsa Indonesia yang cerdas, berkarakter, berkemajuan yang berdaya saing global.