Kepada pers di Jakarta, Kamis, Patra menegaskan bahwa sesuai aturan hukum, seseorang baru bisa dinyatakan sebagai tersangka apabila minimal ada dua alat bukti yang menyebutkan keterlibatannya dalam suatu tindak pidana.

Sementara dalam konteks persidangan kasus wisma atlet, kata Patra, tak satu pun keterangan saksi dan bukti yang sudah terungkap di persidangan menunjukkan Anas Urbaningrum relevan untuk dimintai keterangan.

Patra menjelaskan keterangan di persidangan tak pernah menyebut Anas Urbaningrum mengupayakan PT Duta Graha Indah (DGI) memenangkan tender pembangunan wisma atlet.

Walau Nazaruddin mengklaim Anas yang menyuruh, menurut Patra, namun keterangan 14 saksi lainnya justru secara jelas menyatakan bahwa mereka disuruh oleh Nazaruddin.

"Sudah 14 saksi di persidangan, tidak ada yang menyebut Anas menyuruh mereka melakukan apa pun," kata Patra.

Aspek kedua, ia melanjutkan, berbagai keterangan dan bukti di persidangan juga tidak pernah membuktikan bahwa Anas menerima aliran dana suap dalam pemenangan PT DGI dalam proyek pembangunan wisma atlet.

Patra mengatakan bahwa Anas Urbaningrum sudah mundur dari jabatannya sebagai anggota DPR sejak Juni 2010. Sementara `pengaturan` pemenangan PT DGI seperti disarikan dari keterangan para saksi, dilakukan pada kurun waktu setelahnya.

"Jadi secara hukum, tidak sebiji sawi pun yang menunjukkan Anas Urbaningrum terlibat. Bahkan untuk menjadi saksi dalam kasus itupun, Anas tidak relevan," ujarnya.

Sebelumnya nama Anas Urbaningrum sering disebut Nazaruddin dalam berbagai kasus, seperti kasus suap wisma atlet dan kasus dugaan korupsi pembangunan sport center, Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Pewarta : -
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024