Semarang (ANTARA) - Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (Kapus PKUB) Muhammad Adib Abdushomad menyampaikan sejumlah kebijakan deteksi dan respon dini konflik berdimensi keagamaan di Kementerian Agama. Dirinya bertindak sebagai narasumber dalam Rapat Koordinasi Tim KUB dan FKUB se-Jawa Tengah, di Bandungan, Senin (23/9/2024).
Dalam rangka pembinaan toleransi dan KUB, menurut Adib ada dua kebijakan strategis. Pertama ialah pengembangan ketahanan masyarakat lokal dengan menghidupkan kembali lembaga-lembaga adat dan tradisi setempat yang mendukung upaya kerukunan, memberdayakan FKUB serta memperluas partisipasi semua kelompok dan lapisan Masyarakat. Kebijakan kedua ialah mengembangkan wawasan multikultural serta kemampuan mengelola setiap konflik yang muncul di tengah Masyarakat.
Sistem peringatan dan respon dini, kata dia, adalah serangkaian proses, tindakan, dan peran para aktor yang disusun secara terencana, sistematis untuk mengantisipasi, serta merespon konflik dan kekerasan.
“Saya kira yang menjadi titik poin deteksi dini potensi konflik berdimensi agama adalah karena kita ini tidak tunggal namun beragam. Pluralitas itu adalah keniscayaan tujuan untuk saling mengenal, sharing dan menjalin silaturahmi,” katanya.
Ia menyebutkan sejumlah hal yang perlu diantisipasi adalah adanya permainan sosial, apalagi menjelang Pilkada, ruang-ruang berdimensi agama sangat berpotensi untuk diungkapkan ke permukaan.
"Kerukunan perlu terus dikawal dan dijaga. let’s contributing to peace together," katanya.
Ia menambahkan harmonisasi regulasi atas deteksi dini konflik berdimensi keagamaan telah dilakukan oleh Kementerian Agama. Fenomena ini memiliki payung hukum Keputusan Menteri Agama Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan dan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor: 22 Tahun 2024 tentang Percepatan Implementasi Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.
Dalam rangka pembinaan toleransi dan KUB, menurut Adib ada dua kebijakan strategis. Pertama ialah pengembangan ketahanan masyarakat lokal dengan menghidupkan kembali lembaga-lembaga adat dan tradisi setempat yang mendukung upaya kerukunan, memberdayakan FKUB serta memperluas partisipasi semua kelompok dan lapisan Masyarakat. Kebijakan kedua ialah mengembangkan wawasan multikultural serta kemampuan mengelola setiap konflik yang muncul di tengah Masyarakat.
Sistem peringatan dan respon dini, kata dia, adalah serangkaian proses, tindakan, dan peran para aktor yang disusun secara terencana, sistematis untuk mengantisipasi, serta merespon konflik dan kekerasan.
“Saya kira yang menjadi titik poin deteksi dini potensi konflik berdimensi agama adalah karena kita ini tidak tunggal namun beragam. Pluralitas itu adalah keniscayaan tujuan untuk saling mengenal, sharing dan menjalin silaturahmi,” katanya.
Ia menyebutkan sejumlah hal yang perlu diantisipasi adalah adanya permainan sosial, apalagi menjelang Pilkada, ruang-ruang berdimensi agama sangat berpotensi untuk diungkapkan ke permukaan.
"Kerukunan perlu terus dikawal dan dijaga. let’s contributing to peace together," katanya.
Ia menambahkan harmonisasi regulasi atas deteksi dini konflik berdimensi keagamaan telah dilakukan oleh Kementerian Agama. Fenomena ini memiliki payung hukum Keputusan Menteri Agama Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan dan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor: 22 Tahun 2024 tentang Percepatan Implementasi Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.