Semarang (ANTARA) - Pengamat hukum Fajar Trio mempertanyakan pernyataan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Kholik terkait penolakan berkas pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Kendal Dico Ganinduto-Ali Nurudin oleh KPU setempat sesuai prosedur dan aturan yang berlaku adalah sebagai pendapat pribadi atau mewakili kelembagaan.

"Apakah pernyataan salah satu komisioner tersebut mewakili kelembagaan atau pribadi? Pertanyaannya, apakah statemen terkait penolakan berkas bakal calon Pilbup Bupati Kendal, semua komisioner KPU tanpa terkecuali sudah tahu? Itu semua harus dikomunikasikan ke sesama komisionernya, semua harus tau, dan terbuka," katanya, dalam pernyataan yang diterima di Semarang, Kamis.

Menurut dia, KPU sebagai penyelenggara pemilu hingga saat ini dinilai memiliki celah, terlebih sistem kolektif kolegial di internalnya yang patut diduga masih tak berjalan baik 

Ia pun menduga jika pernyataan Idham Kholik tersebut tidak mewakili KPU secara kelembagaan.

Kondisi tersebut perlu menjadi atensi, lanjut dia, karena dapat memperkeruh proses persidangan sengketa di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kendal.

Diingatkannya, bahwa sistem kolektif kolegial harus dibangun secara utuh dan penuh sehingga bukan hanya dimaknai dengan pengambilan keputusan finalnya saja yang kolektif kolegial.

Sistem kolektif kolegial, kata dia, merupakan sistem dalam suatu organisasi ketika untuk mencapai suatu tujuan diperlukan adanya suatu koordinasi antara satu pimpinan dengan pimpinan lainnya.

Selain itu, kepemimpinan kolektif kolegial merupakan istilah umum yang merujuk kepada sistem kepemimpinan yang melibatkan beberapa orang pimpinan dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan dengan mekanisme tertentu yang ditempuh melalui musyawarah.

"Hal ini berlaku juga ketika seorang komisioner KPU berstatemen di media. Sebab, setiap langkah komisioner baik di internal atau eksternal, dan itu menyangkut tugas pokok fungsinya harus ada mufakat kebersamaan seluruh komisioner KPU," kata Fajar.

Sebelumnya, Komisioner KPU RI Idham Kholik berpendapat bahwa penolakan berkas pendaftaran Dico-Ali yang dicalonkan PKB sudah sesuai aturan Pasal 100 dalam peraturan KPU nomor 8 tahun 2024.  

“Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari KPU Provinsi Jawa Tengah selaku pemimpin penyelenggaraan Pilkada di wilayah provinsi Jawa Tengah, berdasarkan pendalaman informasi terhadap KPU Kabupaten Kendal, apa yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Kendal itu telah sesuai prosedur yang diatur dalam Pasal 100 dalam Peraturan KPU nomor 8 tahun 2024," katanya.

"Partai politik yang telah mendaftarkan pasangan calonnya itu tidak boleh mencabut dukungan terhadap calon. Jadi, pada dasarnya pendaftaran itu hanya dilakukan sekali saja," kata Idham.

PKB sebelumnya telah sepakat berkoalisi dengan PDI Perjuangan mengusung bakal cabup-cawabup Dyah Kartika-Benny Karnadi.

Namun, menjelang penutupan pendaftaran, yakni Kamis (29/8) lalu, PKB ganti mengusung Dico Ganinduto yang merupakan petahana berpasangan dengan KH Ali Nurudin (Ustadz Ali) untuk Pilkada Kendal 2024.

"Ini tugas PKB Kendal karena di Pileg kemarin jadi partai pemenang. Dan pada Pilkada ini merasa sangat terpanggil untuk menampilkan kader-kader terbaik yang bisa memperbaiki dan memperjuangkan dan mensejahterakan masyarakat yang ada di Kabupaten Kendal,” kata Ketua DPC PKB Kendal Muhammad Makmun.

Namun, dalam proses tersebut, berkas pendaftaran yang diserahkan paslon Dico-Ali dikembalikan oleh KPU kepada pihak yang bersangkutan.

"Hal tersebut berdasarkan hasil pleno terkait pendaftaran paslon Dico-Ustadz Ali,” kata Ketua KPU Kendal Khasanudin.

Pengembalian berkas pendaftaran tersebut karena PKB telah mengajukan pasangan cabup-cawabup Dyah Kartika Permana Sari-Benny Karnadi pada Kamis (29/8) pagi.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024