Semarang (ANTARA) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dokter Daeng Mohammad Faqih mempertanyakan keputusan penghentian sementara aktivitas klinis Dekan Fakultas Universitas Diponegoro (Undip) Dokter Yan Wisnu Prajoko.
Dalam pernyataan di Semarang, Senin, Daeng mengatakan harusnya terlebih dahulu pimpinan RSUP Dr Kariadi meminta klarifikasi kepada pihak Undip mengenai penghentian aktivitas klinis tersebut.
Bahkan, ia juga mempertanyakan apakah surat yang ditandatangi oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi Dokter Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024 itu sudah berdasarkan permintaan pihak penyidik Polri.
Sebab, kata dia, penyidik yang bertanggung jawab menangani persoalan wafatnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Dokter Aulia Risma Lestari.
"Kalau tidak ada permintaan dari pihak kepolisian, lalu tidak ada juga dari Kementerian Kesehatan, maka keputusan tersebut menzolimi namanya," kata Ketum IDI periode 2018-2021 itu.
Daeng meminta semua pihak untuk dapat menahan diri, namun juga mengajak seluruh anggota komunitas profesi kedokteran untuk menunjukkan solidaritasnya dalam merespons persoalan yang dialami Undip.
Solidaritas ini penting ditunjukkan, kata dia, karena sebenarnya ada institusi pendidikan dan komunitas keprofesian kedokteran yang sedang dijaga maruahnya.
Apa yang dialami oleh Undip dan Dekan FK Undip, kata dia, memiliki persamaan dengan pencopotan Dekan FK Universitas Airlangga saat menolak wacana masuknya dokter asing yang didorong oleh pihak Kemenkes.
"Undip itu punya negara, punya masyarakat. Profesi (kedokteran) ini juga punya negara dan masyarakat. Semuanya milik bangsa. Jadi ini harus dijaga. Jangan kita ingin menangkap tikus tapi yang dibakar rumahnya," kata Ketua Komite Pusat Solidaritas Penyelamat Citra Profesi (KPSPCP) ini.
Selain itu, Dokter Daeng juga mempertanyakan upaya penggiringan opini bahwa Undip terkesan menutup diri dalam mengungkap penyebab wafatnya Dokter Aulia.
Menurut dia, masuknya penyidik Polri sejak awal sudah menandakan bahwa pihak Undip sudah membuka diri dalam mengungkap persoalan tersebut.
"Jadi, rasanya tidak masuk akal (menggiring opini Undip bersikap tertutup, red.) karena polisi kan sudah masuk dan ini sudah sangat terbuka," katanya.
Akhir pekan ini, RSUP Kariadi telah mengeluarkan surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktivitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K) yang ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP dr Kariadi Dokter Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024.
Dalam surat tersebut tertulis," Menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tanggal 14 Agustus 2024 hal Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RS Kariadi dan berdasarkan dugaan kasus perundungan pada PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, bersama ini disampaikan bahwa aktivitas klinis Saudara sementara dihentikan untuk menghindari konflik kepentingan sampai dengan proses penanganan kasus tersebut selesai dilakukan.
Dalam pernyataan di Semarang, Senin, Daeng mengatakan harusnya terlebih dahulu pimpinan RSUP Dr Kariadi meminta klarifikasi kepada pihak Undip mengenai penghentian aktivitas klinis tersebut.
Bahkan, ia juga mempertanyakan apakah surat yang ditandatangi oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi Dokter Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024 itu sudah berdasarkan permintaan pihak penyidik Polri.
Sebab, kata dia, penyidik yang bertanggung jawab menangani persoalan wafatnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Dokter Aulia Risma Lestari.
"Kalau tidak ada permintaan dari pihak kepolisian, lalu tidak ada juga dari Kementerian Kesehatan, maka keputusan tersebut menzolimi namanya," kata Ketum IDI periode 2018-2021 itu.
Daeng meminta semua pihak untuk dapat menahan diri, namun juga mengajak seluruh anggota komunitas profesi kedokteran untuk menunjukkan solidaritasnya dalam merespons persoalan yang dialami Undip.
Solidaritas ini penting ditunjukkan, kata dia, karena sebenarnya ada institusi pendidikan dan komunitas keprofesian kedokteran yang sedang dijaga maruahnya.
Apa yang dialami oleh Undip dan Dekan FK Undip, kata dia, memiliki persamaan dengan pencopotan Dekan FK Universitas Airlangga saat menolak wacana masuknya dokter asing yang didorong oleh pihak Kemenkes.
"Undip itu punya negara, punya masyarakat. Profesi (kedokteran) ini juga punya negara dan masyarakat. Semuanya milik bangsa. Jadi ini harus dijaga. Jangan kita ingin menangkap tikus tapi yang dibakar rumahnya," kata Ketua Komite Pusat Solidaritas Penyelamat Citra Profesi (KPSPCP) ini.
Selain itu, Dokter Daeng juga mempertanyakan upaya penggiringan opini bahwa Undip terkesan menutup diri dalam mengungkap penyebab wafatnya Dokter Aulia.
Menurut dia, masuknya penyidik Polri sejak awal sudah menandakan bahwa pihak Undip sudah membuka diri dalam mengungkap persoalan tersebut.
"Jadi, rasanya tidak masuk akal (menggiring opini Undip bersikap tertutup, red.) karena polisi kan sudah masuk dan ini sudah sangat terbuka," katanya.
Akhir pekan ini, RSUP Kariadi telah mengeluarkan surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktivitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K) yang ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP dr Kariadi Dokter Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024.
Dalam surat tersebut tertulis," Menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tanggal 14 Agustus 2024 hal Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RS Kariadi dan berdasarkan dugaan kasus perundungan pada PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, bersama ini disampaikan bahwa aktivitas klinis Saudara sementara dihentikan untuk menghindari konflik kepentingan sampai dengan proses penanganan kasus tersebut selesai dilakukan.