Solo (ANTARA) - Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dispangtan) Kota Surakarta mengimbau masyarakat agar mewaspadai sapi pemakan sampah yang diperjualbelikan menjelang Idul Adha 2024.
"Sejauh ini sifatnya masih imbauan, kami tidak bisa melarang karena belum ada aturannya," kata Kepala Dispangtan Kota Surakarta Eko Nugroho Isbandijarso di sela pemeriksaan hewan di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengakui sejauh ini masih ada peternak yang menjual sapi pemakan sampah. Meskipun demikian, tidak dapat terdeteksi seberapa banyak sapi pemakan sampah yang dijual oleh peternak.
"Kita ketahui sapi sampah tidak begitu sehat dibandingkan sapi umum yang diberikan makan sapi konvensional, ada beberapa yang sudah melakukan penelitian, memang sapi sampah itu mengandung timbal relatif di atas ambang batas," katanya.
Ia mengatakan bahwa sesuai dengan aturan maka kandungan timbal tidak boleh lebih dari 1 ppm.
"Kalau pengaruhnya usai mengkonsumsi itu tidak secara langsung. Baru akumulasi beberapa tahun," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, secara fisik sapi pemakan sampah dengan sapi yang mengkonsumsi makanan konvensional tidak dapat dibedakan. Meskipun demikian, perbedaannya dapat diketahui dari kotoran yang dihasilkan oleh sapi tersebut.
"Kotorannya berbeda, kalau sapi rumput warnanya kehijauan dan teksturnya kakas (kering), kalau sapi yang makan sampah warnanya kehitaman dan teksturnya encer," katanya.
Sebelumnya, menurut dia,, untuk kebutuhan hewan kurban di Surakarta pada tahun 2023 sebanyak 3.139 sapi, 560 kambing, dan 330 domba.
"Jumlah itu ada kenaikan sebesar 16 persen jika dibandingkan dengan tahun 2022. Tahun ini prediksi kami akan kembali naik di kisaran 10-15 persen," katanya.
Baca juga: 34 ekor sapi dan kerbau di Kudus berhasil sembuh dari PMK
"Sejauh ini sifatnya masih imbauan, kami tidak bisa melarang karena belum ada aturannya," kata Kepala Dispangtan Kota Surakarta Eko Nugroho Isbandijarso di sela pemeriksaan hewan di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengakui sejauh ini masih ada peternak yang menjual sapi pemakan sampah. Meskipun demikian, tidak dapat terdeteksi seberapa banyak sapi pemakan sampah yang dijual oleh peternak.
"Kita ketahui sapi sampah tidak begitu sehat dibandingkan sapi umum yang diberikan makan sapi konvensional, ada beberapa yang sudah melakukan penelitian, memang sapi sampah itu mengandung timbal relatif di atas ambang batas," katanya.
Ia mengatakan bahwa sesuai dengan aturan maka kandungan timbal tidak boleh lebih dari 1 ppm.
"Kalau pengaruhnya usai mengkonsumsi itu tidak secara langsung. Baru akumulasi beberapa tahun," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, secara fisik sapi pemakan sampah dengan sapi yang mengkonsumsi makanan konvensional tidak dapat dibedakan. Meskipun demikian, perbedaannya dapat diketahui dari kotoran yang dihasilkan oleh sapi tersebut.
"Kotorannya berbeda, kalau sapi rumput warnanya kehijauan dan teksturnya kakas (kering), kalau sapi yang makan sampah warnanya kehitaman dan teksturnya encer," katanya.
Sebelumnya, menurut dia,, untuk kebutuhan hewan kurban di Surakarta pada tahun 2023 sebanyak 3.139 sapi, 560 kambing, dan 330 domba.
"Jumlah itu ada kenaikan sebesar 16 persen jika dibandingkan dengan tahun 2022. Tahun ini prediksi kami akan kembali naik di kisaran 10-15 persen," katanya.
Baca juga: 34 ekor sapi dan kerbau di Kudus berhasil sembuh dari PMK