Semarang (ANTARA) - Kredit pegawai berbagai instansi pemerintah di salah satu bank pemerintah kantor cabang Kaligawe di Kota Semarang, Jawa Tengah, disimpan dahulu dalam rekening penampungan sebelum disetorkan secara resmi ke kas lembaga keuangan tersebut.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembobolan salah satu bank pemerintah daerah dengan kerugian negara mencapai Rp7,7 miliar, yang memeriksa petugas Administrasi Legal bank pemerintah tersebut, Ajeng Dwi Handayani, sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin.
Menurut saksi, uang cicilan pinjaman tidak langsung disetorkan dan dicatatkan dalam laporan keuangan bank
"Ada rekening penampungan pembayaran dari tiap instansi yang pegawainya mengajukan pinjaman," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut.
Ia menyebut terdapat sekitar 30 rekening penampungan di cabang Kaligawe tersebut.
Ia menjelaskan pelunasan tersebut baru akan dilaporkan di tiap awal tahun untuk menjaga performa bank milik pemerintah itu.
Namun, saksi tidak bisa menjelaskan maksud dari performa bank yang harus dijaga saat ditanya oleh majelis hakim.
Ia mengaku hanya diajak atasannya yang menjadi terdakwa dalam perkara ini Anggoro Bagus Pamuji, untuk mempertahankan kredit agar lancar.
Dalam kesaksiannya, Ajeng juga mengaku identitas pengguna pada aplikasi di kantor bank tersebut disalahgunakan oleh terdakwa untuk membuat pinjaman fiktif.
"Menggunakan 'user id' saya untuk merealisasikan kredit dan klaim asuransi pinjaman atas nama debitor yang sudah meninggal," katanya.
Ia mengungkapkan ada enam debitor yang telah meninggal yang digunakan namanya untuk pengajuan kredit fiktif tersebut.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Semarang mengadili Kepala Unit Pemasaran sebuah bank pemerintah di Kota Semarang, Anggoro Bagus Pamuji, atas tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp7,7 miliar.
Modus yang digunakan terdakwa dalam tindak pidana tersebut yakni dengan menggelapkan uang klaim asuransi pinjaman serta mencairkan kredit dari debitur yang sudah meninggal dunia dalam kurun waktu 2019 hingga 2021.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembobolan salah satu bank pemerintah daerah dengan kerugian negara mencapai Rp7,7 miliar, yang memeriksa petugas Administrasi Legal bank pemerintah tersebut, Ajeng Dwi Handayani, sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin.
Menurut saksi, uang cicilan pinjaman tidak langsung disetorkan dan dicatatkan dalam laporan keuangan bank
"Ada rekening penampungan pembayaran dari tiap instansi yang pegawainya mengajukan pinjaman," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut.
Ia menyebut terdapat sekitar 30 rekening penampungan di cabang Kaligawe tersebut.
Ia menjelaskan pelunasan tersebut baru akan dilaporkan di tiap awal tahun untuk menjaga performa bank milik pemerintah itu.
Namun, saksi tidak bisa menjelaskan maksud dari performa bank yang harus dijaga saat ditanya oleh majelis hakim.
Ia mengaku hanya diajak atasannya yang menjadi terdakwa dalam perkara ini Anggoro Bagus Pamuji, untuk mempertahankan kredit agar lancar.
Dalam kesaksiannya, Ajeng juga mengaku identitas pengguna pada aplikasi di kantor bank tersebut disalahgunakan oleh terdakwa untuk membuat pinjaman fiktif.
"Menggunakan 'user id' saya untuk merealisasikan kredit dan klaim asuransi pinjaman atas nama debitor yang sudah meninggal," katanya.
Ia mengungkapkan ada enam debitor yang telah meninggal yang digunakan namanya untuk pengajuan kredit fiktif tersebut.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Semarang mengadili Kepala Unit Pemasaran sebuah bank pemerintah di Kota Semarang, Anggoro Bagus Pamuji, atas tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp7,7 miliar.
Modus yang digunakan terdakwa dalam tindak pidana tersebut yakni dengan menggelapkan uang klaim asuransi pinjaman serta mencairkan kredit dari debitur yang sudah meninggal dunia dalam kurun waktu 2019 hingga 2021.