Purwokerto (ANTARA) - Dosen Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ayusia Sabhita Kusuma mendiseminasikan kajiannya yang bertemakan Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan di Universiti Kebangsaan Malaysia, 14-15 Februari 2024.
"Diseminasi tersebut saya lakukan dalam sebuah konferensi internasional yang dilaksanakan oleh Asosiasi Kajian Internasional Malaysia (Malaysia International Studies Association/MyISA) sekaligus peluncuran terbentuknya asosiasi," kata Ayusia Sabhita Kusuma di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, tema besar dalam konferensi tersebut adalah "Megatren di Kawasan Indo-Pasifik: Isu dan Tantangan bagi Malaysia dan Asia Tenggara" yang terbagi menjadi beberapa subtema untuk mewadahi presentasi sekitar 32 artikel riset yang terpilih.
Dalam kegiatan tersebut, dia mengaku memaparkan tentang implementasi agenda Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan pada dua negara di Asia Tenggara, yakni Indonesia dan Filipina.
Dia mengatakan hal itu disebabkan di Asia Tenggara, hanya dua negara tersebut yang mengadopsi agenda Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1325 dalam rencana aksi nasionalnya (RAN).
"Temuan saya menjelaskan bahwa dalam proses pengadopsian agenda tersebut, dua negara telah melalui serangkaian konsultasi dan formulasi dengan melibatkan stakeholder negara dan nonnegara atau organisasi masyarakat sipil," katanya.
Baca juga: Delegasi Unsoed sabet empat medali di ajang AISEEF 2024
Bahkan, kata dia, RAN masing-masing negara juga telah menerapkan empat pilar Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan yang disesuaikan dengan konteks internal.
Menurut dia, keterlibatan aktif aktor nonnegara seperti organisasi masyarakat sipil dan NGO juga terlihat dalam advokasi dan implementasi kebijakan.
"Sedangkan tantangan yang dihadapi kedua negara kurang lebih sama, yaitu terbatasnya kesadaran masyarakat akan RAN perempuan, perdamaian dan keamanan, kurangnya alokasi dan/atau pemanfaatan rencana dan anggaran pembangunan, keterbatasan dalam pengumpulan data-data, serta kurangnya lensa interseksional dan kerja sama antarsektor pemerintah," jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut, Ayusia sebagai anggota Kerja Sama Luar Negeri FISIP Unsoed juga menjajaki kerja sama dengan Asosiasi Malaysia International Studies, yakni dengan menjadi Associate Member untuk bekerja sama dalam penelitian, publikasi, advokasi, dan kolaborasi strategis antarlembaga mengenai isu-isu hubungan internasional.
Dia juga menjajaki kerja sama pengabdian dan penelitian dengan Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (PERTIMIG), setelah berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan Koordinator PERTIMIG Nasrikah Paidin.
"Dengan mengikuti konferensi internasional akan membantu meningkatkan kinerja dosen dan memperluas kerja sama institusi," kata Ayusia.
Baca juga: Akademisi ajak masyarakat kawal rekapitulasi perolehan suara pemilu
Baca juga: Akademisi: Pemilu bermartabat pijakan jaga kontinuitas demokrasi
Baca juga: Laskar Poetra Soedirman ajak komponen bangsa jaga persatuan
"Diseminasi tersebut saya lakukan dalam sebuah konferensi internasional yang dilaksanakan oleh Asosiasi Kajian Internasional Malaysia (Malaysia International Studies Association/MyISA) sekaligus peluncuran terbentuknya asosiasi," kata Ayusia Sabhita Kusuma di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, tema besar dalam konferensi tersebut adalah "Megatren di Kawasan Indo-Pasifik: Isu dan Tantangan bagi Malaysia dan Asia Tenggara" yang terbagi menjadi beberapa subtema untuk mewadahi presentasi sekitar 32 artikel riset yang terpilih.
Dalam kegiatan tersebut, dia mengaku memaparkan tentang implementasi agenda Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan pada dua negara di Asia Tenggara, yakni Indonesia dan Filipina.
Dia mengatakan hal itu disebabkan di Asia Tenggara, hanya dua negara tersebut yang mengadopsi agenda Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1325 dalam rencana aksi nasionalnya (RAN).
"Temuan saya menjelaskan bahwa dalam proses pengadopsian agenda tersebut, dua negara telah melalui serangkaian konsultasi dan formulasi dengan melibatkan stakeholder negara dan nonnegara atau organisasi masyarakat sipil," katanya.
Baca juga: Delegasi Unsoed sabet empat medali di ajang AISEEF 2024
Bahkan, kata dia, RAN masing-masing negara juga telah menerapkan empat pilar Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan yang disesuaikan dengan konteks internal.
Menurut dia, keterlibatan aktif aktor nonnegara seperti organisasi masyarakat sipil dan NGO juga terlihat dalam advokasi dan implementasi kebijakan.
"Sedangkan tantangan yang dihadapi kedua negara kurang lebih sama, yaitu terbatasnya kesadaran masyarakat akan RAN perempuan, perdamaian dan keamanan, kurangnya alokasi dan/atau pemanfaatan rencana dan anggaran pembangunan, keterbatasan dalam pengumpulan data-data, serta kurangnya lensa interseksional dan kerja sama antarsektor pemerintah," jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut, Ayusia sebagai anggota Kerja Sama Luar Negeri FISIP Unsoed juga menjajaki kerja sama dengan Asosiasi Malaysia International Studies, yakni dengan menjadi Associate Member untuk bekerja sama dalam penelitian, publikasi, advokasi, dan kolaborasi strategis antarlembaga mengenai isu-isu hubungan internasional.
Dia juga menjajaki kerja sama pengabdian dan penelitian dengan Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (PERTIMIG), setelah berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan Koordinator PERTIMIG Nasrikah Paidin.
"Dengan mengikuti konferensi internasional akan membantu meningkatkan kinerja dosen dan memperluas kerja sama institusi," kata Ayusia.
Baca juga: Akademisi ajak masyarakat kawal rekapitulasi perolehan suara pemilu
Baca juga: Akademisi: Pemilu bermartabat pijakan jaga kontinuitas demokrasi
Baca juga: Laskar Poetra Soedirman ajak komponen bangsa jaga persatuan