Semarang (ANTARA) - Hujan deras pada Sabtu (10/2) siang, tak menghalangi kehangatan suasana ruang tamu Edi Santoso yang penuh dengan cengkerama, canda, dan tawa merayakan Imlek 2575/2024, bahkan tahun ini personelnya lebih komplit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena libur panjang.
"Seperti halnya Lebaran Idul Fitri, kami saat Imlek berkumpul di rumah mama. Nah mama tinggal di sini, jadi semua anak-anaknya 'ngumpul' di sini. Mereka dari luar kota dan tahun ini lengkap, anak-anak mama bisa berkumpul semua karena liburnya panjang," cerita laki-laki berusia 49 tahun ini saat ditemui di rumahnya.
Mereka mengenakan pakaian dengan warna senada, merah dan sebagian bermotifkan ular naga sesuai dengan shio tahun ini yakni naga kayu. Tidak hanya laki-laki, perempuan, tua, muda, mereka kompak dan tampak ceria.
Edi Santoso merupakan salah satu warga dari Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Kelurahan ini telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama, dimana di kelurahan tersebut memiliki warga dengan beragam agama, terdapat tempat ibadah masjid dan klenteng, dan mereka hidup berdampingan secara rukun.
Edi Santoso bersama keluarga besar merayakan Imlek 2575/2024. Edi Santoso merupakan salah satu warga dari Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Kelurahan ini telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama karena beragamnya agama di wilayah ini. Bahkan ada dua tempat ibadah yakni masjid dan kelenteng di satu kelurahan. ANTARA/Nur Istibsaroh
Ketua RW 8 Kelurahan Kandang Panjang Sutarjo (62) yang tinggal persis di samping rumah Edi Santoso menjelaskan perumahannya dulunya sering terkena rob, dan total warga yang menempati rumah ada 137 KK. Jumlah tersebut bisa berkurang/bertambah karena biasanya penghuni rumah akan meninggalkan rumah untuk pindah sementara ke rumah keluarga yang berada di luar kelurahan dan kembali menempati rumah saat musim rob sudah berlalu.
"Saya muslim, tetangga saya Kristen, ada juga yang Hindu, Khonghucu. Saat perayaan Imlek seperti ini, mereka biasa beraktivitas di Klenteng yang ada di kelurahan sini. Di sini juga ada Masjid. Untuk Gereja dan Pura ada di kelurahan sebelah," kata Sutarjo.
Dalam keseharian, lanjut pensiunan guru ini, warga juga hidup "guyup" rukun, saling menghormati, saat ada yang sakit berkunjung, saat ada kegiatan aktif untuk hadir, gotong royong saat ada musibah, sampai pembagian beras 25kg dari pengurus klenteng kepada warga tidak mampu dilakukan tanpa membedakan agama.
Ayah tiga anak ini mengenal betul masing-masing warganya sejak dirinya tinggal di Kelurahan Kandang Panjang di akhir 1982 sampai saat ini, begitu juga halnya Andi Wibowo (60) keturunan China yang beragama Budha menceritakan di wilayahnya dalam bergaul, kumpul bersama warga tidak pernah mempermasalahkan soal agama.
"Seperti saat ini kami ngumpul bersama di pangkalan ojek. Ngobrol santai. Saya Budha, ini Pak Salamun (92), purnawirawan angkatan laut agamanya Islam, yang bapak ini Katolik," kata Andi mengenalkan sebagian warga yang berkumpul di pangkalan ojek kelurahan setempat dengan suasana masih hujan.
Sebagian warga Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan berkumpul di pangkalan ojek setempat, Sabtu (10/2). Kelurahan ini telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama karena beragamnya agama di wilayah ini. Mereka hidup rukum dan saling menghormati. Ada dua tempat ibadah yakni masjid dan kelenteng di satu kelurahan ini. ANTARA/Nur Istibsaroh
Andi Wibowo mengaku dirinya juga warga yang lain bekerja serabutan seperti bongkar muatan dan lainnya, biasanya informasi adanya pekerjaan didapat saat berkumpul di pangkalan ojek kelurahan, sebagai salah satu bukti nyata rukunnya warga meskipun berbeda agama.
Perbedaan agama tidak menghalangi harmonisasi dalam bertetangga juga ditunjukkan warga di Perumahan Binagriya Blok A, Kelurahan Medono, Kota Pekalongan yang juga telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama pada 26 Juli 2023 dengan Programnya Rukun Kematian.
Rukun Kematian di Blok A yang mewadahi dua RW yakni 7 dan 12 dengan 317 KK yang terdata dimaksudkan bisa memberikan santunan kematian sebesar Rp1.250.000 untuk warga yang asli, sedangkan mereka yang mengontrak mendapatkan santunan Rp500.000 tanpa membedakan agama.
Nur Kholis Rofi'i, pengurus Rukun Kematian menjelaskan program ini sudah ada sejak tahun 2015 dengan iuran setiap KK sebesar Rp5.000 yang dikumpulkan dari KK yang terdaftar di database Rukun Kematian Blok A (dua RW yakni 7 dan 12) di masing-masing RT untuk kemudian dikumpulkan ke bendahara.
Rukun Kematian merupakan kegiatan sosial dari warga untuk warga yang terdata dengan sangat apik, sehingga bagi warga yang tidak lagi menjadi warga Blok A, maka tidak akan mendapatkan santunan atau mereka yang bukan warga yang terdaftar mendapatkannya.
"Dulu kan misal ada saudara main ke rumah saudara kemudian meninggal, dimintakan santunan. Data base Rukun Kematian ini jadi jelas, hanya mereka yang terdata yang mendapatkan santunan, sehingga uang jelas pemanfaatannya. Sebelum ada Rukun Kematian, juga ada amplop biru yang dibagikan ke setiap rumah dengan harapan warga bisa takziah, namun yang kembali juga tidak banyak. Nah dengan Rukun Kematian, sudah jelas nilai santunannya," kata Nur Kholis.
Dalam kesempatan itu, Nur Kholis menjelaskan meskipun Rukun Kematian merupakan kegiatan sosial tanpa ada upah untuk para pengurus, pendataan, pencatatan, sampai rapat pelaporan uang masuk dan keluar rutin dilakukan, sembari menunjukkan buku catatan sampai dengan saldo keuangan yang terkumpul.
Fakhriansyah, Ketua RT 7 Blok A Binagriya menambahkan Rukun Kematian menjadi wadah bagi masyarakat dengan mengakomodir beragam agama yang ada di wilayahnya, apalagi saat ini biaya pemakaman mahal.
"Di sini seperti Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda, tetapi tetap satu dengan beragam agama dalam kerukunan. Kami tidak membedakan yang muslim dan nonmuslim. Jika di tempat lain untuk kematian di bawah naungan masjid, hanya untuk orang muslim, untuk Rukun Kematian di bawah naungan RW dan melingkupi semua agama. Prinsipnya membantu warga yang meninggal," kata Fakhri.
Ketua RW 8 Kelurahan Kandang Panjang Sutarjo (kanan) memberikan ucapan selamat Imlek kepada Edi Santoso. Keduanya tinggal bersebelahan dengan berbeda agama. Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara ini telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama karena beragamnya agama di wilayah ini. Bahkan ada dua tempat ibadah yakni masjid dan kelenteng di satu kelurahan. ANTARA/Nur Istibsaroh
Dua wilayah di Kota Pekalongan tersebut, merupakan contoh nyata dari Kampung Moderasi Beragama yang menunjukkan kehidupan masyarakat dapat hidup berdampingan secara rukun. Apalagi Jawa Tengah juga telah memiliki Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 37 Tahun 2022 tentang Sinergitas Penguatan Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Jateng dalam membangun masyarakat Jawa Tengah yang religius, toleran, dan guyub untuk menjaga NKRI.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jateng Mustain menyebutkan setidaknya ada 39 Desa Sadar Kerukunan, 15 Kampung Moderasi Beragama yang tersebar di Jateng, dan ada Gerakan Merah Marun,
yang merupakan akronim dari Menyemai Ramah untuk Masyarakat Rukun. Gerakan ini terus digaungkan karena jika moderasi beragama merupakan dahan atau penguat, maka buahnya adalah harmoni dan kerukunan.
"Merah Marun merupakan sebuah gerakan yang dilaksanakan sampai tingkat paling bawah RT/RW salah satunya ditandai ada seksi keagamaan atau kerohanian sebagai upaya pelembagaan kerukunan dan peningkatan partisipasi warga dalam kesadaran swakarsa akan pentingnya kerukunan umat beragama," kata Mustain.
"Seperti halnya Lebaran Idul Fitri, kami saat Imlek berkumpul di rumah mama. Nah mama tinggal di sini, jadi semua anak-anaknya 'ngumpul' di sini. Mereka dari luar kota dan tahun ini lengkap, anak-anak mama bisa berkumpul semua karena liburnya panjang," cerita laki-laki berusia 49 tahun ini saat ditemui di rumahnya.
Mereka mengenakan pakaian dengan warna senada, merah dan sebagian bermotifkan ular naga sesuai dengan shio tahun ini yakni naga kayu. Tidak hanya laki-laki, perempuan, tua, muda, mereka kompak dan tampak ceria.
Edi Santoso merupakan salah satu warga dari Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Kelurahan ini telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama, dimana di kelurahan tersebut memiliki warga dengan beragam agama, terdapat tempat ibadah masjid dan klenteng, dan mereka hidup berdampingan secara rukun.
Ketua RW 8 Kelurahan Kandang Panjang Sutarjo (62) yang tinggal persis di samping rumah Edi Santoso menjelaskan perumahannya dulunya sering terkena rob, dan total warga yang menempati rumah ada 137 KK. Jumlah tersebut bisa berkurang/bertambah karena biasanya penghuni rumah akan meninggalkan rumah untuk pindah sementara ke rumah keluarga yang berada di luar kelurahan dan kembali menempati rumah saat musim rob sudah berlalu.
"Saya muslim, tetangga saya Kristen, ada juga yang Hindu, Khonghucu. Saat perayaan Imlek seperti ini, mereka biasa beraktivitas di Klenteng yang ada di kelurahan sini. Di sini juga ada Masjid. Untuk Gereja dan Pura ada di kelurahan sebelah," kata Sutarjo.
Dalam keseharian, lanjut pensiunan guru ini, warga juga hidup "guyup" rukun, saling menghormati, saat ada yang sakit berkunjung, saat ada kegiatan aktif untuk hadir, gotong royong saat ada musibah, sampai pembagian beras 25kg dari pengurus klenteng kepada warga tidak mampu dilakukan tanpa membedakan agama.
Ayah tiga anak ini mengenal betul masing-masing warganya sejak dirinya tinggal di Kelurahan Kandang Panjang di akhir 1982 sampai saat ini, begitu juga halnya Andi Wibowo (60) keturunan China yang beragama Budha menceritakan di wilayahnya dalam bergaul, kumpul bersama warga tidak pernah mempermasalahkan soal agama.
"Seperti saat ini kami ngumpul bersama di pangkalan ojek. Ngobrol santai. Saya Budha, ini Pak Salamun (92), purnawirawan angkatan laut agamanya Islam, yang bapak ini Katolik," kata Andi mengenalkan sebagian warga yang berkumpul di pangkalan ojek kelurahan setempat dengan suasana masih hujan.
Andi Wibowo mengaku dirinya juga warga yang lain bekerja serabutan seperti bongkar muatan dan lainnya, biasanya informasi adanya pekerjaan didapat saat berkumpul di pangkalan ojek kelurahan, sebagai salah satu bukti nyata rukunnya warga meskipun berbeda agama.
Perbedaan agama tidak menghalangi harmonisasi dalam bertetangga juga ditunjukkan warga di Perumahan Binagriya Blok A, Kelurahan Medono, Kota Pekalongan yang juga telah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama pada 26 Juli 2023 dengan Programnya Rukun Kematian.
Rukun Kematian di Blok A yang mewadahi dua RW yakni 7 dan 12 dengan 317 KK yang terdata dimaksudkan bisa memberikan santunan kematian sebesar Rp1.250.000 untuk warga yang asli, sedangkan mereka yang mengontrak mendapatkan santunan Rp500.000 tanpa membedakan agama.
Nur Kholis Rofi'i, pengurus Rukun Kematian menjelaskan program ini sudah ada sejak tahun 2015 dengan iuran setiap KK sebesar Rp5.000 yang dikumpulkan dari KK yang terdaftar di database Rukun Kematian Blok A (dua RW yakni 7 dan 12) di masing-masing RT untuk kemudian dikumpulkan ke bendahara.
Rukun Kematian merupakan kegiatan sosial dari warga untuk warga yang terdata dengan sangat apik, sehingga bagi warga yang tidak lagi menjadi warga Blok A, maka tidak akan mendapatkan santunan atau mereka yang bukan warga yang terdaftar mendapatkannya.
"Dulu kan misal ada saudara main ke rumah saudara kemudian meninggal, dimintakan santunan. Data base Rukun Kematian ini jadi jelas, hanya mereka yang terdata yang mendapatkan santunan, sehingga uang jelas pemanfaatannya. Sebelum ada Rukun Kematian, juga ada amplop biru yang dibagikan ke setiap rumah dengan harapan warga bisa takziah, namun yang kembali juga tidak banyak. Nah dengan Rukun Kematian, sudah jelas nilai santunannya," kata Nur Kholis.
Dalam kesempatan itu, Nur Kholis menjelaskan meskipun Rukun Kematian merupakan kegiatan sosial tanpa ada upah untuk para pengurus, pendataan, pencatatan, sampai rapat pelaporan uang masuk dan keluar rutin dilakukan, sembari menunjukkan buku catatan sampai dengan saldo keuangan yang terkumpul.
Fakhriansyah, Ketua RT 7 Blok A Binagriya menambahkan Rukun Kematian menjadi wadah bagi masyarakat dengan mengakomodir beragam agama yang ada di wilayahnya, apalagi saat ini biaya pemakaman mahal.
"Di sini seperti Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda, tetapi tetap satu dengan beragam agama dalam kerukunan. Kami tidak membedakan yang muslim dan nonmuslim. Jika di tempat lain untuk kematian di bawah naungan masjid, hanya untuk orang muslim, untuk Rukun Kematian di bawah naungan RW dan melingkupi semua agama. Prinsipnya membantu warga yang meninggal," kata Fakhri.
Dua wilayah di Kota Pekalongan tersebut, merupakan contoh nyata dari Kampung Moderasi Beragama yang menunjukkan kehidupan masyarakat dapat hidup berdampingan secara rukun. Apalagi Jawa Tengah juga telah memiliki Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 37 Tahun 2022 tentang Sinergitas Penguatan Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Jateng dalam membangun masyarakat Jawa Tengah yang religius, toleran, dan guyub untuk menjaga NKRI.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jateng Mustain menyebutkan setidaknya ada 39 Desa Sadar Kerukunan, 15 Kampung Moderasi Beragama yang tersebar di Jateng, dan ada Gerakan Merah Marun,
yang merupakan akronim dari Menyemai Ramah untuk Masyarakat Rukun. Gerakan ini terus digaungkan karena jika moderasi beragama merupakan dahan atau penguat, maka buahnya adalah harmoni dan kerukunan.
"Merah Marun merupakan sebuah gerakan yang dilaksanakan sampai tingkat paling bawah RT/RW salah satunya ditandai ada seksi keagamaan atau kerohanian sebagai upaya pelembagaan kerukunan dan peningkatan partisipasi warga dalam kesadaran swakarsa akan pentingnya kerukunan umat beragama," kata Mustain.