Kudus (ANTARA) - Ratusan petani di Desa Gondoharum, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dilibatkan dalam program penghijauan Pegunungan Patiayam karena sebelumnya kawasan setempat didominasi tanaman semusim.
"Tanaman semusim tentunya tidak bisa menahan air dalam tanah, sehingga diperlukan tanaman keras yang mampu menahan air dalam tanah. Untuk melakukan penghijauan, kami dari Kelompok Tani Wonorejo bekerja sama dengan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) sejak 2020," kata Ketua Kelompok Tani Wonorejo Desa Gondoharum Mashuri saat ditemui pada acara Gerakan tahunan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) di Kudus, Selasa.
Setelah dilakukan penghijauan sejak 2020, kata dia, warga mulai bisa bernapas lega karena Pegunungan Patiayam yang dahulu didominasi tanaman semusim saat ini sebagian telah diganti dengan tanaman keras.
Bahkan, kata dia, ketika musim hujan warga merasa cemas karena mudah terjadi banjir dan erosi menyumbat saluran air di pemukiman.
Saat ini, hal tersebut mulai berkurang karena di kawasan Pegunungan Kendeng yang luas garapan para petani di Desa Gondoharum hingga 250 hektare sudah ditanami sekitar 14.000 bibit pohon buah-buahan, di antaranya tanaman buah mangga, sawo, alpukat, petai, dan jeruk pamelo.
Ia mengatakan 337 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Wonorejo sudah mulai merasakan dampak penghijauan, salah satunya sudah ada yang bisa panen mangga.
"Untuk pohon yang sudah berbuah, hasil panennya bisa mencapai 7 kilogram. Nantinya, hasil panen dibeli kelompok tani untuk dijual ke pasaran," ujarnya.
Untuk lahan yang kosong, kata dia, ditanami tanaman jagung karena petani menerapkan sistem penanaman tumpang sari.
Namun, program penghijauan juga menarik minat petani lain melakukan penghijauan dengan spesies pohon serbaguna yang saat ini jumlahnya cukup banyak.
Ia mengatakan konservasi alam ini penting bagi masyarakat setempat. Penanaman pohon keras tersebut sebagai bentuk pagar desa yang bernilai ekonomi, meskipun masih ada 60 persen tanaman jagung yang ditanam di kawasan tersebut.
Luasan lahan 250 hektare tersebut diharapkan dikonservasi secara bersama-sama dengan BLDF. Diharapkan juga ada pendampingan lebih lanjut ke tahap pengolahan hingga pemasaran.
Program Manajer BLDF Eko Budi Utomo mengatakan pihaknya berkomitmen mendampingi para kelompok tani untuk konservasi alam, dari penanam hingga pemasaran hasil tani.
"Sekitar 80 persen penanaman di kawasan Patiayam berhasil, setelah panen buah akan dibawa ke mana juga kami pikirkan," ujarnya.
Saputra, mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) yang berkontribusi langsung melakukan penghijauan di Pegunungan Patiayam, mengaku senang bisa terlibat dalam penghijauan di kawasan itu.
Ia mengakui sering mengikuti program serupa sehingga saat mengikuti Program Siap Darling (Sadar Lingkungan) antusias karena tujuannya untuk pelestarian alam.
BLDF menginisiasi Program One Action One Tree sejak 2020. Kegiatan dengan mendukung energi positif ini telah berhasil mengumpulkan 1.506.197 kilometer dari aktivitas bersepeda, 260.068 km dari kegiatan lari, dan 5.292 unggahan di sosial media, yang dikonversi menjadi 62.180 bibit pohon.
"Tanaman semusim tentunya tidak bisa menahan air dalam tanah, sehingga diperlukan tanaman keras yang mampu menahan air dalam tanah. Untuk melakukan penghijauan, kami dari Kelompok Tani Wonorejo bekerja sama dengan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) sejak 2020," kata Ketua Kelompok Tani Wonorejo Desa Gondoharum Mashuri saat ditemui pada acara Gerakan tahunan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) di Kudus, Selasa.
Setelah dilakukan penghijauan sejak 2020, kata dia, warga mulai bisa bernapas lega karena Pegunungan Patiayam yang dahulu didominasi tanaman semusim saat ini sebagian telah diganti dengan tanaman keras.
Bahkan, kata dia, ketika musim hujan warga merasa cemas karena mudah terjadi banjir dan erosi menyumbat saluran air di pemukiman.
Saat ini, hal tersebut mulai berkurang karena di kawasan Pegunungan Kendeng yang luas garapan para petani di Desa Gondoharum hingga 250 hektare sudah ditanami sekitar 14.000 bibit pohon buah-buahan, di antaranya tanaman buah mangga, sawo, alpukat, petai, dan jeruk pamelo.
Ia mengatakan 337 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Wonorejo sudah mulai merasakan dampak penghijauan, salah satunya sudah ada yang bisa panen mangga.
"Untuk pohon yang sudah berbuah, hasil panennya bisa mencapai 7 kilogram. Nantinya, hasil panen dibeli kelompok tani untuk dijual ke pasaran," ujarnya.
Untuk lahan yang kosong, kata dia, ditanami tanaman jagung karena petani menerapkan sistem penanaman tumpang sari.
Namun, program penghijauan juga menarik minat petani lain melakukan penghijauan dengan spesies pohon serbaguna yang saat ini jumlahnya cukup banyak.
Ia mengatakan konservasi alam ini penting bagi masyarakat setempat. Penanaman pohon keras tersebut sebagai bentuk pagar desa yang bernilai ekonomi, meskipun masih ada 60 persen tanaman jagung yang ditanam di kawasan tersebut.
Luasan lahan 250 hektare tersebut diharapkan dikonservasi secara bersama-sama dengan BLDF. Diharapkan juga ada pendampingan lebih lanjut ke tahap pengolahan hingga pemasaran.
Program Manajer BLDF Eko Budi Utomo mengatakan pihaknya berkomitmen mendampingi para kelompok tani untuk konservasi alam, dari penanam hingga pemasaran hasil tani.
"Sekitar 80 persen penanaman di kawasan Patiayam berhasil, setelah panen buah akan dibawa ke mana juga kami pikirkan," ujarnya.
Saputra, mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) yang berkontribusi langsung melakukan penghijauan di Pegunungan Patiayam, mengaku senang bisa terlibat dalam penghijauan di kawasan itu.
Ia mengakui sering mengikuti program serupa sehingga saat mengikuti Program Siap Darling (Sadar Lingkungan) antusias karena tujuannya untuk pelestarian alam.
BLDF menginisiasi Program One Action One Tree sejak 2020. Kegiatan dengan mendukung energi positif ini telah berhasil mengumpulkan 1.506.197 kilometer dari aktivitas bersepeda, 260.068 km dari kegiatan lari, dan 5.292 unggahan di sosial media, yang dikonversi menjadi 62.180 bibit pohon.