Solo (ANTARA) - Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta melalui Juru Sita Pajak Negara (JSPN) telah menyita rekening efek wajib pajak (WP) karena memiliki utang perpajakan yang belum diselesaikan.
Kepala KPP Pratama Surakarta Herry Wirawan di Solo, Jawa Tengah, Sabtu mengatakan penyitaan atas rekening efek penanggung pajak berinisial DU di Kustodian Sentral Efek Indonesia, Jakarta.
Menurut dia, rekening efek tersebut sebelumnya telah diblokir untuk menghentikan pergerakan rekening dana nasabah yang masuk ke wajib pajak. Mengenai jumlah kepemilikan
efek oleh WP, dikatakannya, sebanyak 3.265.000 lembar yang tersebar di 12 perusahaan.
Menurut dia, DU merupakan Direktur PT S yang terdaftar di KPP Pratama Surakarta. DU memiliki utang pajak sebesar Rp1,14 miliar.
"Atas utang pajak tersebut, belum ada upaya pembayaran untuk melunasi," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, kegiatan penyitaan atas aset milik penanggung pajak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
"Untuk selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar," katanya.
Ia mengatakan sesuai dengan pasal 23 ayat (4) PMK 61 menjelaskan bahwa KPP berhak melakukan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak, di antaranya uang tunai, logam mulia, perhiasan, surat berharga, piutang, harta kekayaan yang tersimpan pada LJK sektor perbankan dan sektor perasuransian, serta penyertaan modal pada perusahaan lain.
JSPN KPP Pratama Surakarta Kunto mengatakan dengan dilakukannya tindakan penyitaan tersebut, rekening efek yang bersangkutan berada dalam penguasaan negara sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
"Apabila dalam jangka waktu 14 hari penanggung pajak belum melunasi utang pajak beserta biaya penagihan, maka KPP akan melakukan penjualan surat berharga, yakni lembar saham yang menjadi objek sita milik penanggung pajak di bursa efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal," katanya.
Kepala KPP Pratama Surakarta Herry Wirawan di Solo, Jawa Tengah, Sabtu mengatakan penyitaan atas rekening efek penanggung pajak berinisial DU di Kustodian Sentral Efek Indonesia, Jakarta.
Menurut dia, rekening efek tersebut sebelumnya telah diblokir untuk menghentikan pergerakan rekening dana nasabah yang masuk ke wajib pajak. Mengenai jumlah kepemilikan
efek oleh WP, dikatakannya, sebanyak 3.265.000 lembar yang tersebar di 12 perusahaan.
Menurut dia, DU merupakan Direktur PT S yang terdaftar di KPP Pratama Surakarta. DU memiliki utang pajak sebesar Rp1,14 miliar.
"Atas utang pajak tersebut, belum ada upaya pembayaran untuk melunasi," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, kegiatan penyitaan atas aset milik penanggung pajak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
"Untuk selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar," katanya.
Ia mengatakan sesuai dengan pasal 23 ayat (4) PMK 61 menjelaskan bahwa KPP berhak melakukan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak, di antaranya uang tunai, logam mulia, perhiasan, surat berharga, piutang, harta kekayaan yang tersimpan pada LJK sektor perbankan dan sektor perasuransian, serta penyertaan modal pada perusahaan lain.
JSPN KPP Pratama Surakarta Kunto mengatakan dengan dilakukannya tindakan penyitaan tersebut, rekening efek yang bersangkutan berada dalam penguasaan negara sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
"Apabila dalam jangka waktu 14 hari penanggung pajak belum melunasi utang pajak beserta biaya penagihan, maka KPP akan melakukan penjualan surat berharga, yakni lembar saham yang menjadi objek sita milik penanggung pajak di bursa efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal," katanya.