Solo (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surakarta menyoroti perlindungan kelompok marjinal atas informasi dari sisi dapur redaksi melalui diskusi para editor tentang "Penguatan Informasi Terhadap Kelompok Marjinal."
Ketua AJI Kota Surakarta Mariyana Ricky PD di Solo, Jawa Tengah, Jumat, mengatakan kegiatan tersebut salah satunya bertujuan memperoleh gambaran mengenai perspektif redaksi.
"Selain itu juga untuk memperoleh dukungan dan kendala apa dalam penguatan informasi terhadap kelompok marjinal," katanya.
Menjelang pemilu yang akan dilaksanakan tahun depan, menurutnya, penggorengan isu marjinal dan hoaks meningkat tajam.
"Para politisi pun ada yang menyuarakan sekaligus mengeksploitasi ujaran kebencian. Ironisnya, masyarakat dan media menjadi echo dan mengamplifikasi pernyataan tersebut," katanya.
Ia juga menyayangkan politik identitas yang hingga saat ini masih terus terdengar. Menurut dia, hal itu terjadi karena sebagian masyarakat masih belum mengenal keberagaman.
"Di sisi lain, kelompok minoritas memiliki suara yang lemah. Mereka tak banyak mendapat perhatian suara, media, dan sokongan, karena tidak mendulang klik," katanya.
Ia mencontohkan saat ini banyak kelompok, seperti agama lokal, yang belum mendapatkan ruang proporsional.
"Melihat kondisi ini, saya melihat media berperan penting untuk melakukan edukasi melalui pemberitaan yang berimbang, netral, dan melakukan verifikasi," katanya.
Diskusi tersebut mengundang sejumlah redaktur pelaksana (redpel) dari media nasional hingga lokal.
"Pertemuan para editor ini merupakan sarana berbagi informasi mengenai berbagai isu dan pemberitaan media. Sebagaimana diketahui, dapur redaksi menjadi nakhoda pemberitaan media. Oleh karenanya editor, redpel, dan pemimpin redaksi (pemred) memiliki peran yang sangat penting," katanya.
Ketua AJI Kota Surakarta Mariyana Ricky PD di Solo, Jawa Tengah, Jumat, mengatakan kegiatan tersebut salah satunya bertujuan memperoleh gambaran mengenai perspektif redaksi.
"Selain itu juga untuk memperoleh dukungan dan kendala apa dalam penguatan informasi terhadap kelompok marjinal," katanya.
Menjelang pemilu yang akan dilaksanakan tahun depan, menurutnya, penggorengan isu marjinal dan hoaks meningkat tajam.
"Para politisi pun ada yang menyuarakan sekaligus mengeksploitasi ujaran kebencian. Ironisnya, masyarakat dan media menjadi echo dan mengamplifikasi pernyataan tersebut," katanya.
Ia juga menyayangkan politik identitas yang hingga saat ini masih terus terdengar. Menurut dia, hal itu terjadi karena sebagian masyarakat masih belum mengenal keberagaman.
"Di sisi lain, kelompok minoritas memiliki suara yang lemah. Mereka tak banyak mendapat perhatian suara, media, dan sokongan, karena tidak mendulang klik," katanya.
Ia mencontohkan saat ini banyak kelompok, seperti agama lokal, yang belum mendapatkan ruang proporsional.
"Melihat kondisi ini, saya melihat media berperan penting untuk melakukan edukasi melalui pemberitaan yang berimbang, netral, dan melakukan verifikasi," katanya.
Diskusi tersebut mengundang sejumlah redaktur pelaksana (redpel) dari media nasional hingga lokal.
"Pertemuan para editor ini merupakan sarana berbagi informasi mengenai berbagai isu dan pemberitaan media. Sebagaimana diketahui, dapur redaksi menjadi nakhoda pemberitaan media. Oleh karenanya editor, redpel, dan pemimpin redaksi (pemred) memiliki peran yang sangat penting," katanya.