Solo (ANTARA) - Wakil Ketua Umum PSSI Ratu Tisha Destria menyatakan FIFA memberikan pujian atas kinerja Indonesia baik soal kualitas lapangan tanding maupun training yang disediakan termasuk memuji pelayanan dan hospitality yang diberikan dalam penyelenggara Piala Dunia U-17 2023.
"Pujian itu, diberikan untuk Indonesia berdasarkan hasil laporan tim-tim peserta yang mengikuti Piala Dunia U-17 di di negara ini," kata Ratu Tisha Destria, yang juga sebagai Wakil Ketua Panitia Pelaksanaan (LOC) Piala Dunia U-17 2023, dalam jumpa pers di Hotel Solia Zigna Kampung Batik, Solo, Jumat.
Menurut Ratu Tisha pihaknya sebagai LOC, pujian tertinggi memang datang dari tim-tim peserta yang bertanding di Indonesia.
Para peserta merasa puas dengan pelayanan yang diberikan mulai dari penyediaan fasilitas lapangan, pelayanan, serta hospitality.
Mengingat tim-tim kelas dunia pasti memiliki daftar permintaan khusus pasti sangat banyak dan itu semua bisa terpenuhi.
Namun, kata Ratu Tisha, dari berbagai pujian yang diberikan, LOC tidak luput juga dari evaluasi yang diberikan oleh federasi sepak bola dunia tersebut. Ada tiga evaluasi, yang diberikan oleh FIFA.
Menurut dia, pertama yakni soal perencanaan. Di mana gap antara perencanaan dan implementasinya waktunya sangat mepet. Untuk FIFA harus tepat penerimaannya. Misalnya, jika perencanaannya 70 persen, maka implementasinya juga harus 70 persen. Lalu, kalau rencananya A implementasinya juga harus sama.
Kedua, lanjut dia, yakni perbedaan sistem manajemen di FIFA dan di Indonesia, terutama di beberapa Kementerian atau Lembaga yang tidak sama. Sehingga, monitoringnya dinilai sedikit menyulitkan FIFA.
Jadi butuh sistem yang lebih terukur lagi, yang bisa menyelaraskan dengan sistem FIFA. Karena, sistem di Indonesia, bukan hanya di PSSI saja, tetapi di Kementerian atau Lembaga juga memiliki sistem yang beragam.
Selain itu, lanjut dia, evaluasi ketiga adalah harus berprogres. Bagaimana dari 50 pertandingan Piala Dunia U-17 yang telah berjalan berprogres. Bukan masalah menangnya, tetapi bagaimana memiliki perubahan dari berbagai sisi penyelenggaraan.
Misalnya, karena ini kompetisi maka utamanya adalah sisi sepak bolanya, yang mana di setiap pertandingannya kualitasnya selalu semakin lebih baik.
Dia menjelaskan dari FIFA banyak yang dapat diimprove, tetapi perubahan itu, tidak bisa dilakukan secara radikal. Ada beberapa sektor yang dinilai bisa ditingkatkan, seperti di area fan services, security, match operation, serta cara pemisahan match operation seperti apa dan lain-lain.
"Extraordinary selama penyelenggaraan tidak ada. Ini kami tidak membahas masalah JIS karena itu case extraordinary. Dengan waktu mepet, kami dapat memenuhi kebutuhan rumput untuk lapangan yang bisa menahan banyak pertandingan yang digelar di sana," katanya.
Menurut dia, total ada 16 pertandingan dalam 15 hari penyelenggaraan Piala Dunia U-17. Ini extra, karena biasanya 16 gim itu, dilakukan dalam empat bulan untuk menjaga kualitas rumput. Untuk kasus ini, pihaknya mendapatkan pengalaman bukan hanya dari FIFA tetapi dari negara lainnya, seperti Australia. Khusus untuk cara penanganan JIS untuk pitch manajemen diacungkan jempol.
"Pujian itu, diberikan untuk Indonesia berdasarkan hasil laporan tim-tim peserta yang mengikuti Piala Dunia U-17 di di negara ini," kata Ratu Tisha Destria, yang juga sebagai Wakil Ketua Panitia Pelaksanaan (LOC) Piala Dunia U-17 2023, dalam jumpa pers di Hotel Solia Zigna Kampung Batik, Solo, Jumat.
Menurut Ratu Tisha pihaknya sebagai LOC, pujian tertinggi memang datang dari tim-tim peserta yang bertanding di Indonesia.
Para peserta merasa puas dengan pelayanan yang diberikan mulai dari penyediaan fasilitas lapangan, pelayanan, serta hospitality.
Mengingat tim-tim kelas dunia pasti memiliki daftar permintaan khusus pasti sangat banyak dan itu semua bisa terpenuhi.
Namun, kata Ratu Tisha, dari berbagai pujian yang diberikan, LOC tidak luput juga dari evaluasi yang diberikan oleh federasi sepak bola dunia tersebut. Ada tiga evaluasi, yang diberikan oleh FIFA.
Menurut dia, pertama yakni soal perencanaan. Di mana gap antara perencanaan dan implementasinya waktunya sangat mepet. Untuk FIFA harus tepat penerimaannya. Misalnya, jika perencanaannya 70 persen, maka implementasinya juga harus 70 persen. Lalu, kalau rencananya A implementasinya juga harus sama.
Kedua, lanjut dia, yakni perbedaan sistem manajemen di FIFA dan di Indonesia, terutama di beberapa Kementerian atau Lembaga yang tidak sama. Sehingga, monitoringnya dinilai sedikit menyulitkan FIFA.
Jadi butuh sistem yang lebih terukur lagi, yang bisa menyelaraskan dengan sistem FIFA. Karena, sistem di Indonesia, bukan hanya di PSSI saja, tetapi di Kementerian atau Lembaga juga memiliki sistem yang beragam.
Selain itu, lanjut dia, evaluasi ketiga adalah harus berprogres. Bagaimana dari 50 pertandingan Piala Dunia U-17 yang telah berjalan berprogres. Bukan masalah menangnya, tetapi bagaimana memiliki perubahan dari berbagai sisi penyelenggaraan.
Misalnya, karena ini kompetisi maka utamanya adalah sisi sepak bolanya, yang mana di setiap pertandingannya kualitasnya selalu semakin lebih baik.
Dia menjelaskan dari FIFA banyak yang dapat diimprove, tetapi perubahan itu, tidak bisa dilakukan secara radikal. Ada beberapa sektor yang dinilai bisa ditingkatkan, seperti di area fan services, security, match operation, serta cara pemisahan match operation seperti apa dan lain-lain.
"Extraordinary selama penyelenggaraan tidak ada. Ini kami tidak membahas masalah JIS karena itu case extraordinary. Dengan waktu mepet, kami dapat memenuhi kebutuhan rumput untuk lapangan yang bisa menahan banyak pertandingan yang digelar di sana," katanya.
Menurut dia, total ada 16 pertandingan dalam 15 hari penyelenggaraan Piala Dunia U-17. Ini extra, karena biasanya 16 gim itu, dilakukan dalam empat bulan untuk menjaga kualitas rumput. Untuk kasus ini, pihaknya mendapatkan pengalaman bukan hanya dari FIFA tetapi dari negara lainnya, seperti Australia. Khusus untuk cara penanganan JIS untuk pitch manajemen diacungkan jempol.