Semarang (ANTARA) - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang memastikan tidak ada kenaikan signifikan besaran pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tahun depan, seiring penyesuaian dengan peraturan daerah baru.
"PBB targetnya pasti naik ya, tapi kami juga melihat kondisi masyarakat. Tidak ada perubahan cukup frontal," kata Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari, saat dikonfirmasi di Semarang, Kamis.
Menurut dia, Perda Pajak dan Retribusi Daerah yang baru saja disahkan memang membawa perubahan dari aturan sebelumnya, baik dari sisi besaran tarif maupun penamaan nomenklatur dan jumlah mata pajak daerah.
"Semula ada 11 mata pajak daerah, sekarang jadi sembilan (mata pajak). Kemudian pajak hotel dan restoran, misalnya sudah tidak ada lagi. Namanya berganti pajak barang dan jasa tertentu," kata Iin, sapaan akrabnya.
Ia menjelaskan perda baru tersebut diharapkan bisa mendongkrak pendapatan asli daerah dengan memaksimalkan potensi, tetapi tidak semuanya diterapkan tahun depan, sebab ada juga yang baru 2025.
"Yang jelas, memang tahun ini ada 'update' NJOP (nilai jual objek pajak), penyesuaian NJOP bergantung kondisi pasar. Ini rekomendasi KPK juga karena NJOP yang sekarang ada selisih dengan harga pasar," katanya.
Baca juga: Realisasi penerimaan PBB di Temanggung capai 90 persen
Pembaruan NJOP disesuaikan dengan pasar itu, diakuinya, memang untuk mendongkrak PAD dari sektor pajak, terutama PBB, mengingat targetnya memang diharapkan selalu naik dari tahun ke tahun.
"Dari situ saja kan kelihatan ada penyesuaian yang berdampak kenaikan. Namun, kami pastikan kepada masyarakat bahwa pada tahun 2024 tidak ada kenaikan yang signifikan," katanya.
Bapenda, kata dia, tidak akan menerapkan perubahan, termasuk kenaikan PBB secara frontal, tetapi akan tetap mempertimbangkan dan melihat kondisi masyarakat terlebih dahulu.
"Kalau toh ada penyesuaian tarif, tarifnya berubah, penerapannya tidak secara frontal, langsung. Tapi, ada tahapan-tahapannya dulu, ada keringanan dulu, misalnya. Kami terapkan secara akurat, namun 'smooth'," katanya.
Untuk penerimaan PBB, Iin menyebutkan saat ini memang paling besar dibandingkan pajak daerah lainnya karena tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar PBB yang cukup tinggi.
"PBB targetnya setiap tahun cukup besar, Rp600 miliar lebih, sampai saat ini realisasinya sudah 90 persen lebih. Artinya, masyarakat sudah mulai sadar meskipun belum 100 persen," katanya.
Baca juga: Pemkab Batang catat realisasi PBB-P2 capai Rp27,72 miliar
Baca juga: Pemkab Kudus perpanjang program pembebasan denda PBB
Baca juga: Kejari Kota Semarang ikut tagih tunggakan PBB
"PBB targetnya pasti naik ya, tapi kami juga melihat kondisi masyarakat. Tidak ada perubahan cukup frontal," kata Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari, saat dikonfirmasi di Semarang, Kamis.
Menurut dia, Perda Pajak dan Retribusi Daerah yang baru saja disahkan memang membawa perubahan dari aturan sebelumnya, baik dari sisi besaran tarif maupun penamaan nomenklatur dan jumlah mata pajak daerah.
"Semula ada 11 mata pajak daerah, sekarang jadi sembilan (mata pajak). Kemudian pajak hotel dan restoran, misalnya sudah tidak ada lagi. Namanya berganti pajak barang dan jasa tertentu," kata Iin, sapaan akrabnya.
Ia menjelaskan perda baru tersebut diharapkan bisa mendongkrak pendapatan asli daerah dengan memaksimalkan potensi, tetapi tidak semuanya diterapkan tahun depan, sebab ada juga yang baru 2025.
"Yang jelas, memang tahun ini ada 'update' NJOP (nilai jual objek pajak), penyesuaian NJOP bergantung kondisi pasar. Ini rekomendasi KPK juga karena NJOP yang sekarang ada selisih dengan harga pasar," katanya.
Baca juga: Realisasi penerimaan PBB di Temanggung capai 90 persen
Pembaruan NJOP disesuaikan dengan pasar itu, diakuinya, memang untuk mendongkrak PAD dari sektor pajak, terutama PBB, mengingat targetnya memang diharapkan selalu naik dari tahun ke tahun.
"Dari situ saja kan kelihatan ada penyesuaian yang berdampak kenaikan. Namun, kami pastikan kepada masyarakat bahwa pada tahun 2024 tidak ada kenaikan yang signifikan," katanya.
Bapenda, kata dia, tidak akan menerapkan perubahan, termasuk kenaikan PBB secara frontal, tetapi akan tetap mempertimbangkan dan melihat kondisi masyarakat terlebih dahulu.
"Kalau toh ada penyesuaian tarif, tarifnya berubah, penerapannya tidak secara frontal, langsung. Tapi, ada tahapan-tahapannya dulu, ada keringanan dulu, misalnya. Kami terapkan secara akurat, namun 'smooth'," katanya.
Untuk penerimaan PBB, Iin menyebutkan saat ini memang paling besar dibandingkan pajak daerah lainnya karena tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar PBB yang cukup tinggi.
"PBB targetnya setiap tahun cukup besar, Rp600 miliar lebih, sampai saat ini realisasinya sudah 90 persen lebih. Artinya, masyarakat sudah mulai sadar meskipun belum 100 persen," katanya.
Baca juga: Pemkab Batang catat realisasi PBB-P2 capai Rp27,72 miliar
Baca juga: Pemkab Kudus perpanjang program pembebasan denda PBB
Baca juga: Kejari Kota Semarang ikut tagih tunggakan PBB