Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu berharap pelaku kekerasan seksual terhadap seorang bocah perempuan hingga meninggal di Kemijen, Semarang, dihukum dengan berat.
"Saya mengutuk keras, kok kayak kurang gawean (kerjaan). Apa tidak kasihan terhadap korban, pelaku ini perlu dituntut seberat-beratnya," kata Ita, sapaan akrab Hevearita di Semarang, Rabu.
Ia meminta kepolisian mengusut kasus tersebut agar bisa menemui titik terang pelaku dan motifnya sehingga pelaku bisa dihukum seberat-beratnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Terus terang, ia mengaku sangat prihatin dengan terjadinya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak, apalagi kasus semacam ini tidak hanya sekali terjadi.
Menurut dia, berulangnya kasus tersebut harus menjadi perhatian bersama, baik dari pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat, termasuk juga dari peran lingkungan sekolah.
"Mestinya dengan program yang kami buat ini, orang tua bisa memberikan edukasi, kalau hanya sekolah saja tidak cukup," kata perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Semarang itu.
Sebagai seorang perempuan, ia menekankan peran ibu agar meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, mengingat dalam beberapa kasus banyak predator seksual yang justru dari kalangan orang terdekat.
"Kadang-kadang tidak mengetahui ada sesuatu hal yang, mohon maaf menyimpang, jangan ditinggalkan sendirian. Ada saudara sekandung, ayah, dan tetangga (yang mungkin saja bisa menjadi pelaku, red.)," ujarnya.
Ia mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang saat ini memiliki program khusus untuk menerima aduan dan memberikan pendampingan terhadap para korban, yakni Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM).
"Pendampingan selalu kami berikan, tetapi ini untuk melindungi korban memang tidak diekspose. Tetapi, Alhamdulillah Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) ini sangat berperan," katanya.
Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak, kata dia, RDRM akan melibatkan rumah sakit, psikolog, hingga perguruan tinggi sehingga dapat menyentuh persoalan dari hulu sampai hilir.
"Kalau saya komunikasi dengan kepolisian, mereka (pelaku) kebanyakan terpengaruh dari film-film porno. Di sini saya sebenarnya juga berharap Dinas Kominfo dapat membersihkan konten-konten tersebut," katanya.
Sebagaimana diwartakan, polisi tengah menyelidiki kematian DK (12), warga Kemijen, Semarang yang diduga meninggal dunia secara tidak wajar dengan kondisi luka di bagian alat vital korban.
Kasus itu diketahui ketika dokter rumah sakit (RS) menerima pasien dalam kondisi meninggal, dan setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan luka di organ vital korban sehingga dilaporkan ke polisi.
Kasus itu kini ditangani Polrestabes Semarang, dan tiga orang telah diperiksa menjadi saksi atas kematian korban, yakni ibu, ayah, dan kakak kandung korban yang masih berusia 18 tahun.
"Saya mengutuk keras, kok kayak kurang gawean (kerjaan). Apa tidak kasihan terhadap korban, pelaku ini perlu dituntut seberat-beratnya," kata Ita, sapaan akrab Hevearita di Semarang, Rabu.
Ia meminta kepolisian mengusut kasus tersebut agar bisa menemui titik terang pelaku dan motifnya sehingga pelaku bisa dihukum seberat-beratnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Terus terang, ia mengaku sangat prihatin dengan terjadinya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak, apalagi kasus semacam ini tidak hanya sekali terjadi.
Menurut dia, berulangnya kasus tersebut harus menjadi perhatian bersama, baik dari pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat, termasuk juga dari peran lingkungan sekolah.
"Mestinya dengan program yang kami buat ini, orang tua bisa memberikan edukasi, kalau hanya sekolah saja tidak cukup," kata perempuan pertama yang menjadi Wali Kota Semarang itu.
Sebagai seorang perempuan, ia menekankan peran ibu agar meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, mengingat dalam beberapa kasus banyak predator seksual yang justru dari kalangan orang terdekat.
"Kadang-kadang tidak mengetahui ada sesuatu hal yang, mohon maaf menyimpang, jangan ditinggalkan sendirian. Ada saudara sekandung, ayah, dan tetangga (yang mungkin saja bisa menjadi pelaku, red.)," ujarnya.
Ia mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang saat ini memiliki program khusus untuk menerima aduan dan memberikan pendampingan terhadap para korban, yakni Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM).
"Pendampingan selalu kami berikan, tetapi ini untuk melindungi korban memang tidak diekspose. Tetapi, Alhamdulillah Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) ini sangat berperan," katanya.
Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak, kata dia, RDRM akan melibatkan rumah sakit, psikolog, hingga perguruan tinggi sehingga dapat menyentuh persoalan dari hulu sampai hilir.
"Kalau saya komunikasi dengan kepolisian, mereka (pelaku) kebanyakan terpengaruh dari film-film porno. Di sini saya sebenarnya juga berharap Dinas Kominfo dapat membersihkan konten-konten tersebut," katanya.
Sebagaimana diwartakan, polisi tengah menyelidiki kematian DK (12), warga Kemijen, Semarang yang diduga meninggal dunia secara tidak wajar dengan kondisi luka di bagian alat vital korban.
Kasus itu diketahui ketika dokter rumah sakit (RS) menerima pasien dalam kondisi meninggal, dan setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan luka di organ vital korban sehingga dilaporkan ke polisi.
Kasus itu kini ditangani Polrestabes Semarang, dan tiga orang telah diperiksa menjadi saksi atas kematian korban, yakni ibu, ayah, dan kakak kandung korban yang masih berusia 18 tahun.