Semarang (ANTARA) - Peneliti bahasa Universitas Negeri Semarang (Unnes), Jawa Tengah, Rahmat Petuguran menyatakan bahwa penggunaan akun anomim di platform media sosial (medsos) sangat memengaruhi kesantunan berbahasa di dunia maya.

"Kesantunan ini fitur penting dalam komunikasi, berbahasa, tetapi kenapa sulit diterapkan dalam komunikasi di media sosial? Salah satunya karena anonimitas dan psedoanonim," katanya di Semarang, Sabtu.

Saat menjadi pembicara "Diskusi Kesantunan Berbahasa di Media Sosial" yang diselenggarakan Balai Bahasa Jawa Tengah untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, ia mengatakan bahwa anonimitas, yakni identitas yang muncul di medsos, adalah rekayasa dan tidak sepenuhnya asli, sebab orang cenderung menggunakan identitas samaran, baik nama, foto, dan sebagainya.

"Inilah yang membuat pengguna medsos kurang bertanggung jawab terhadap tuturan atau bahasa yang digunakan. Mereka beranggapan, 'Orang lain enggak mungkin tahu itu yang nulis aku'," katanya.

Selain anonimitas, kata Rahmat Petuguran, yang juga Kepala Humas Unnes itu, dua aspek lain, yakni asinkronitas dan "longevity" juga sangat memengaruhi tuturan atau kesantunan berbahasa di medsos.

"Asinkronitas memungkinkan banyak bias dan distorsi dalam bahasa. Yang dimaksud yang nulis sama yang baca bisa berbeda. Kalau 'longevity' menjadikan tuturan itu terdokumentasi," katanya.

Dari aspek hukum, pakar hukum pidana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Pujiyono menyampaikan bahwa selama ini banyak yang tidak paham bahwa tuturan di medsos harus dipertanggungjawabkan.

Siapapun, kata dia, bisa menjadi pelaku kejahatan dengan gadget, misalnya mengunggah sesuatu yang bermuatan penghinaan, padahal sudah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hadir pula sebagai pembicara panel dalam diskusi itu, yakni Maria Fauzi, alumnus Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir yang juga pendiri situs muslim Neswa.id dan jurnalis senior Gunawan Permadi.

Kegiatan tersebut diikuti setidaknya 100 peserta, terdiri atas 75 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan 25 siswa dari sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Semarang.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Jateng Dr Syarifuddin menjelaskan bahwa kegiatan itu bertujuan untuk membekali generasi muda, terutama milenial dan generasi Z dalam kesantunan berbahasa.

"Bagaimana generasi muda bisa menggunakan bahasa sesuai konteks, salah satu yang diperhatikan adalah kesantunan. Apalagi, saat ini sudah ada UU Nomor 19/2016 tentang ITE," katanya.

Kesantunan,  termasuk dalam berbahasa diperlukan agar terjadi efektivitas, kesinambungan, dan kenyamanan sehingga keberlangsungan komunikasi terjalin dengan baik, demikian Syarifuddin.




 

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024