Banyumas (ANTARA) - Sore itu, seorang perempuan paruh baya terlihat sibuk menyambut para koleganya yang datang dari Jakarta untuk mengunjungi tempat yang dia bangun guna mengembangkan kegiatan ekonomi kreatif dan budi daya melon di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Perempuan bernama Agustina Mayangsari itu pun memperkenalkan bangunan-bangunan yang ada di tempat yang dia namai "Karsadia Culture Space", mulai dari Kafe Kopidia, ruangan yang digunakan untuk pengembangan industri kreatif khususnya bidang musik, dan beberapa ruangan lainnya termasuk greenhouse "Karsadia Farm" yang digunakan untuk budi daya melon secara organik.
Agustina Mayangsari yang akrab disapa Mayangsari itu merupakan penyanyi dan aktris asal Banyumas yang tenar di era 1990-an. Akan tetapi setelah menikah, pelantun lagu "Harus Malam Ini" tersebut tidak lagi menghiasi panggung hiburan Tanah Air dan lebih banyak mendampingi sang suami di Jakarta.
Kini dia terpanggil untuk ikut berkecimpung dalam pengembangan ekonomi kreatif dan budi daya melon di kampung halamannya meskipun dalam keseharian lebih banyak berada di Jakarta untuk mendampingi sang suami, Bambang Trihatmodjo.
Meskipun usianya sudah berkepala lima, Mayangsari tidak sungkan mendampingi anak-anak muda Banyumas mengembangkan ekonomi kreatif di wilayah itu melalui usaha yang didirikan dengan memanfaatkan lahan tidur seluas 1.000 meter persegi yang berada tepat di samping rumahnya, Desa Karangsalam, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas.
Selain berarti "kehendak dia", "karsa" dalam "Karsadia" sebenarnya merupakan singkatan dari nama desa setempat, yakni Karangsalam. Konsep usaha itu digagas oleh lima anak muda Banyumas, tiga di antaranya merupakan keponakan Mayangsari, yakni Setiawan Adi Nugroho, Rifki Pinandita Aka, dan Ade B. Herdiansyah.
Tempat usaha itu berupaya lebih mengakomodasi kreativitas anak-anak muda khususnya yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, bahkan nasional hingga bisa mendunia.
Mayangsari mengaku bangga atas gagasan yang berbeda dengan lainnya karena di tempat itu tidak hanya ada kafe, juga ada tempat untuk berkreasi bagi anak-anak muda bertalenta, juga studio musik yang bisa digunakan oleh anak-anak muda untuk latihan band maupun rekaman.
Tempat tersebut juga dilengkapi dengan greenhouse seluas 300 meter persegi sebagai sarana edukasi tentang budi daya melon inthanon dan golden aroma secara organik sehingga anak-anak muda yang datang tidak sekadar untuk minum kopi.
"Penekanan saya adalah anak muda itu menjadi petani zaman sekarang itu keren," tegas menantu keluarga Cendana itu.
Dia ingin mengubah pola pikir anak-anak muda yang selama ini beranggapan bahwa menjadi petani hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berusia ataupun orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Harapannya, anak-anak muda Indonesia khususnya Banyumas iri dengan kesuksesan sektor pertanian di luar negeri yang banyak ditekuni oleh anak-anak muda.
Saat ini petani milenial di Indonesia mulai bermunculan meskipun masih banyak pula anak-anak muda yang malu dan enggan untuk menjadi petani dengan berbagai macam alasan seperti kotor karena harus bergumul dengan tanah sehingga mereka lebih memilih bekerja di kantor atau pabrik.
Mayangsari menunjukkan buah melon yang dibudidayakan di Desa Kebumen, Kecamatan Baturraden, Banyumas. ANTARA/HO-Karsadia
Di sisi lain, jumlah petani di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris terus menurun karena sebagian besar masyarakat yang bertani merupakan orang-orang tua, bahkan sudah berusia lanjut.
Padahal, sektor pertanian jika ditekuni dengan serius hasilnya sangat menjanjikan dan hal itu telah dibuktikan melalui berbagai cerita sukses para petani milenial.
Terkait dengan hal itu, Mayangsari mengharapkan "Karsadia Farm" menjadi langkah kecilnya untuk mengedukasi anak-anak muda bahwa dengan menjadi petani bisa menjadikan mereka keren, bisa jadi pintar, dan bisa jadi kaya.
Oleh karenanya, kata kunci dari semua itu adalah harus ada upaya dan keyakinan bahwa apa pun yang dilakukan pasti bisa berhasil, sehingga pola pikir yang positif harus dibangun.
Selain di Karangsalam, pihaknya juga mengembangkan budi daya melon pada lahan seluas 1.000 meter persegi di Desa Kebumen, Kecamatan Baturraden, Banyumas, dan akan diperluas hingga 1 hektare serta diproyeksikan menjadi sentra buah melon
Melon dari desa di kaki Gunung Slamet itu diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan buah tersebut di Kabupaten Banyumas khususnya Purwokerto dan hingga saat ini telah mendapat respons yang cukup bagus.
Bahkan, sejumlah jaringan toko modern pun sudah menyatakan kesiapannya untuk menampung dan menjual hasil budi daya buah melon tersebut.
Pihaknya juga memberi kesempatan kepada para petani melon yang ada di Kabupaten Banyumas untuk belajar budi daya buah tersebut yang dilakukan secara organik tersebut.
Bahkan tidak menutup kemungkinan konsep usaha tersebut akan dikembangkan di daerah lain, namun hal itu tergantung pada para penggagasnya untuk menciptakan sistemnya.
Mayangsari mengaku semua itu dilakukan agar Purwokerto, yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Banyumas, bisa sekeren daerah lain dan dia tidak ingin menjadi apa pun dari apa yang dilakukan untuk kampung halamannya.
Pendiri usaha itu Setiawan Adi Nugroho mengatakan tempat itu merupakan rumah dari "Kopidia" yang kafe kopi, "Karsadia Farm" yang menaungi budi daya melon, dan "Muse Record" yang menaungi ekonomi kreatif bidang musik.
Masyarakat di daerah, khususnya Banyumas, bisa go international melalui musik. Bahkan, beberapa artis lokal Purwokerto sudah bergabung dengan usaha tersebut.
"Di tempat kami, teman-teman bisa menyalurkan bakat-bakatnya karena kami ingin meningkatkan ekonomi kreatif Banyumas, tidak hanya di bidang musik," jelasnya.
Dia mencontohkan jika ada pelaku UMKM yang masih kurang dalam pengemasan produknya akan dilatih supaya bisa menjadi lebih bagus dan menarik. Dengan demikian, produk yang ditawarkan pun semakin diminati dan mudah dijual.
Terkait dengan kegiatan ekonomi kreatif di bidang musik, pihaknya memberikan fasilitas secara gratis bagi artis lokal yang ingin rekaman di studio itu asalkan memenuhi persyaratan berupa bisa bermain media sosial karena hal itu menjadi fondasi dalam pembentukan persepsi terhadap apa yang bisa ditawarkan secara profesional (personal branding).
Setelah itu, pihaknya juga akan melakukan interviu atau seleksi terhadap artis-artis lokal tersebut. Selain fasilitas gratis, pihaknya juga memberi "jam terbang" seluas-luasnya bagi mereka yang ingin mengembangkan ekonomi kreatif di bidang musik.
Tidak hanya itu, anak-anak muda bertalenta pun diberi kesempatan untuk tampil di atas panggung yang tersedia di tempat usaha itu. Bahkan hingga saat ini, sudah ada tiga artis lokal yang telah masuk platform musik seperti Spotify, dan pihaknya terus berupaya menambah jam terbang mereka untuk bisa go international.
Ketika artis lokal tersebut bisa dikenal di kancah internasional, kata dia, hal itu bisa menjadi contoh bahwa anak muda dari daerah pun bisa terkenal.
Apa yang dilakukan Mayangsari bersama tiga keponakannya itu mendapat sambutan positif dari Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Setia Rahendra.
Menurut dia, hal itu selaras dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas terus berupaya mengoptimalkan kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Banyumas Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif khususnya Pasal 3 huruf a yang berbunyi "meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan ekonomi kreatif".
Juga Pasal 3 huruf g yang berbunyi "meningkatkan peran Industri Kreatif sebagai pelaku ekonomi kreatif yang tangguh, profesional dan mandiri sebagai basis pengembangan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam serta sumber daya manusia yang kreatif, produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan".
Bahkan, apa yang dilakukan Mayangsari dan keponakan-keponakannya itu pun menambah khazanah ekonomi kreatif di Kabupaten Banyumas yang telah ditetapkan sebagai Kota Kreatif ke-73 se-Indonesia dan ke-16 di Jawa Tengah oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Oleh karena itu, kepedulian dan keseriusan anak-anak muda dalam menekuni sektor pertanian maupun ekonomi kreatif lainnya sangatlah dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa "Indonesia Pasti Bisa".
Perempuan bernama Agustina Mayangsari itu pun memperkenalkan bangunan-bangunan yang ada di tempat yang dia namai "Karsadia Culture Space", mulai dari Kafe Kopidia, ruangan yang digunakan untuk pengembangan industri kreatif khususnya bidang musik, dan beberapa ruangan lainnya termasuk greenhouse "Karsadia Farm" yang digunakan untuk budi daya melon secara organik.
Agustina Mayangsari yang akrab disapa Mayangsari itu merupakan penyanyi dan aktris asal Banyumas yang tenar di era 1990-an. Akan tetapi setelah menikah, pelantun lagu "Harus Malam Ini" tersebut tidak lagi menghiasi panggung hiburan Tanah Air dan lebih banyak mendampingi sang suami di Jakarta.
Kini dia terpanggil untuk ikut berkecimpung dalam pengembangan ekonomi kreatif dan budi daya melon di kampung halamannya meskipun dalam keseharian lebih banyak berada di Jakarta untuk mendampingi sang suami, Bambang Trihatmodjo.
Meskipun usianya sudah berkepala lima, Mayangsari tidak sungkan mendampingi anak-anak muda Banyumas mengembangkan ekonomi kreatif di wilayah itu melalui usaha yang didirikan dengan memanfaatkan lahan tidur seluas 1.000 meter persegi yang berada tepat di samping rumahnya, Desa Karangsalam, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas.
Selain berarti "kehendak dia", "karsa" dalam "Karsadia" sebenarnya merupakan singkatan dari nama desa setempat, yakni Karangsalam. Konsep usaha itu digagas oleh lima anak muda Banyumas, tiga di antaranya merupakan keponakan Mayangsari, yakni Setiawan Adi Nugroho, Rifki Pinandita Aka, dan Ade B. Herdiansyah.
Tempat usaha itu berupaya lebih mengakomodasi kreativitas anak-anak muda khususnya yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, bahkan nasional hingga bisa mendunia.
Mayangsari mengaku bangga atas gagasan yang berbeda dengan lainnya karena di tempat itu tidak hanya ada kafe, juga ada tempat untuk berkreasi bagi anak-anak muda bertalenta, juga studio musik yang bisa digunakan oleh anak-anak muda untuk latihan band maupun rekaman.
Tempat tersebut juga dilengkapi dengan greenhouse seluas 300 meter persegi sebagai sarana edukasi tentang budi daya melon inthanon dan golden aroma secara organik sehingga anak-anak muda yang datang tidak sekadar untuk minum kopi.
"Penekanan saya adalah anak muda itu menjadi petani zaman sekarang itu keren," tegas menantu keluarga Cendana itu.
Dia ingin mengubah pola pikir anak-anak muda yang selama ini beranggapan bahwa menjadi petani hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berusia ataupun orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan.
Harapannya, anak-anak muda Indonesia khususnya Banyumas iri dengan kesuksesan sektor pertanian di luar negeri yang banyak ditekuni oleh anak-anak muda.
Saat ini petani milenial di Indonesia mulai bermunculan meskipun masih banyak pula anak-anak muda yang malu dan enggan untuk menjadi petani dengan berbagai macam alasan seperti kotor karena harus bergumul dengan tanah sehingga mereka lebih memilih bekerja di kantor atau pabrik.
Di sisi lain, jumlah petani di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris terus menurun karena sebagian besar masyarakat yang bertani merupakan orang-orang tua, bahkan sudah berusia lanjut.
Padahal, sektor pertanian jika ditekuni dengan serius hasilnya sangat menjanjikan dan hal itu telah dibuktikan melalui berbagai cerita sukses para petani milenial.
Terkait dengan hal itu, Mayangsari mengharapkan "Karsadia Farm" menjadi langkah kecilnya untuk mengedukasi anak-anak muda bahwa dengan menjadi petani bisa menjadikan mereka keren, bisa jadi pintar, dan bisa jadi kaya.
Oleh karenanya, kata kunci dari semua itu adalah harus ada upaya dan keyakinan bahwa apa pun yang dilakukan pasti bisa berhasil, sehingga pola pikir yang positif harus dibangun.
Selain di Karangsalam, pihaknya juga mengembangkan budi daya melon pada lahan seluas 1.000 meter persegi di Desa Kebumen, Kecamatan Baturraden, Banyumas, dan akan diperluas hingga 1 hektare serta diproyeksikan menjadi sentra buah melon
Melon dari desa di kaki Gunung Slamet itu diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan buah tersebut di Kabupaten Banyumas khususnya Purwokerto dan hingga saat ini telah mendapat respons yang cukup bagus.
Bahkan, sejumlah jaringan toko modern pun sudah menyatakan kesiapannya untuk menampung dan menjual hasil budi daya buah melon tersebut.
Pihaknya juga memberi kesempatan kepada para petani melon yang ada di Kabupaten Banyumas untuk belajar budi daya buah tersebut yang dilakukan secara organik tersebut.
Bahkan tidak menutup kemungkinan konsep usaha tersebut akan dikembangkan di daerah lain, namun hal itu tergantung pada para penggagasnya untuk menciptakan sistemnya.
Mayangsari mengaku semua itu dilakukan agar Purwokerto, yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Banyumas, bisa sekeren daerah lain dan dia tidak ingin menjadi apa pun dari apa yang dilakukan untuk kampung halamannya.
Pendiri usaha itu Setiawan Adi Nugroho mengatakan tempat itu merupakan rumah dari "Kopidia" yang kafe kopi, "Karsadia Farm" yang menaungi budi daya melon, dan "Muse Record" yang menaungi ekonomi kreatif bidang musik.
Masyarakat di daerah, khususnya Banyumas, bisa go international melalui musik. Bahkan, beberapa artis lokal Purwokerto sudah bergabung dengan usaha tersebut.
"Di tempat kami, teman-teman bisa menyalurkan bakat-bakatnya karena kami ingin meningkatkan ekonomi kreatif Banyumas, tidak hanya di bidang musik," jelasnya.
Dia mencontohkan jika ada pelaku UMKM yang masih kurang dalam pengemasan produknya akan dilatih supaya bisa menjadi lebih bagus dan menarik. Dengan demikian, produk yang ditawarkan pun semakin diminati dan mudah dijual.
Terkait dengan kegiatan ekonomi kreatif di bidang musik, pihaknya memberikan fasilitas secara gratis bagi artis lokal yang ingin rekaman di studio itu asalkan memenuhi persyaratan berupa bisa bermain media sosial karena hal itu menjadi fondasi dalam pembentukan persepsi terhadap apa yang bisa ditawarkan secara profesional (personal branding).
Setelah itu, pihaknya juga akan melakukan interviu atau seleksi terhadap artis-artis lokal tersebut. Selain fasilitas gratis, pihaknya juga memberi "jam terbang" seluas-luasnya bagi mereka yang ingin mengembangkan ekonomi kreatif di bidang musik.
Tidak hanya itu, anak-anak muda bertalenta pun diberi kesempatan untuk tampil di atas panggung yang tersedia di tempat usaha itu. Bahkan hingga saat ini, sudah ada tiga artis lokal yang telah masuk platform musik seperti Spotify, dan pihaknya terus berupaya menambah jam terbang mereka untuk bisa go international.
Ketika artis lokal tersebut bisa dikenal di kancah internasional, kata dia, hal itu bisa menjadi contoh bahwa anak muda dari daerah pun bisa terkenal.
Apa yang dilakukan Mayangsari bersama tiga keponakannya itu mendapat sambutan positif dari Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Setia Rahendra.
Menurut dia, hal itu selaras dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas terus berupaya mengoptimalkan kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Banyumas Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif khususnya Pasal 3 huruf a yang berbunyi "meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan ekonomi kreatif".
Juga Pasal 3 huruf g yang berbunyi "meningkatkan peran Industri Kreatif sebagai pelaku ekonomi kreatif yang tangguh, profesional dan mandiri sebagai basis pengembangan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam serta sumber daya manusia yang kreatif, produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan".
Bahkan, apa yang dilakukan Mayangsari dan keponakan-keponakannya itu pun menambah khazanah ekonomi kreatif di Kabupaten Banyumas yang telah ditetapkan sebagai Kota Kreatif ke-73 se-Indonesia dan ke-16 di Jawa Tengah oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Oleh karena itu, kepedulian dan keseriusan anak-anak muda dalam menekuni sektor pertanian maupun ekonomi kreatif lainnya sangatlah dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa "Indonesia Pasti Bisa".